Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Atika Nur Dhifana Faza

Perspektif Gen Z tentang Marketplace Guru

Lainnnya | Friday, 29 Dec 2023, 09:40 WIB
Ilustrasi Gambar Kebijakan Marketplace Guru oleh Kemendikbudristek, Sumber : Canva

Guru Menjadi Salah Satu Faktor dari Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk pembangunan suatu negara. Melalui pendidikan, generasi muda dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan, serta menjadikan seseorang memiliki nilai-nilai yang dibutuhkan untuk menjadi anggota masyarakat yang berkualitas. Namun, jika dihubungkan dengan negara kita sendiri, apakah mutu pendidikan di Indonesia sudah dapat dikatakan maju? Dilihat secara keseluhuran, masalah pendidikan yang dapat ditemukan di Indonesia adalah kurangnya pemerataan akses pendidikan, ketidakseimbangan antara kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, adanya kesenjangan ekonomi, dan kurangnya fasilitas serta sumber daya yang memadai.

Dalam menunjang kemajuan pendidikan yang berkualitas, salah satu faktor yang memengaruhi adalah guru. Guru sendiri mempunyai semboyan iso digugu lan iso ditiru yang artinya dapat dipercaya dan ditiru. Namun, saat ini kebanyakan penempatan guru tidak sesuai dengan bidangnya. Sebagai contoh, guru baru ditempatkan pihak sekolah untuk mengajar pada mata pelajaran yang diketahui bukan keahliannya, sebab mata pelajaran yang bersangkutan dengan guru tersebut sudah penuh diajar oleh guru-guru lain. Akhirnya, apa yang diajarkan oleh guru tersebut kepada muridnya kurang maksimal. Dari permasalahan ini, diberikan solusi oleh pemerintah dengan adanya "marketplace guru" yang merupakan dukungan teknologi sebagai media sekolah dalam perekrutan guru yang dibutuhkan.

Apa Itu Marketplace Guru?

“Marketplace untuk talent guru, di mana akan ada suatu tempat di mana semua guru-guru yang boleh mengajar masuk ke dalam sebuah database yang bisa diakses oleh semua sekolah yang ada di Indonesia,” terang Nadiem dalam Raker Komisi X DPR RI di YouTube Komisi X DPR RI Channel dikutip Senin (29/5/23). Marketplace guru diusulkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbutristek), Nadiem Makarim, yakni sebuah platform online yang menampilkan profil, kualifikasi, dan pengalaman mengajar guru-guru honorer ataupun calon guru, yang mana diharapkan dapat memberikan kemudahan akses bagi sekolah-sekolah untuk merekrut guru yang berkualitas dan sesuai dengan keahliannya.

Dijelaskan oleh Mendikbutristek, calon guru yang dapat masuk marketplace adalah guru-guru honorer yang telah mengikuti seleksi menjadi calon guru ASN dan lulusan PPG prajabatan. Disebabkan kriteria yang ketat, mereka yang sudah berhasil masuk marketplace dinyatakan sudah berhak untuk mengajar di sekolah-sekolah. Para calon guru tersebut sudah lebih fleksibel untuk mendaftar dan memilih lokasi mengajar tanpa menunggu proses perekrutan secara terpusat. “Harapan ini akan jadi solusi permanen yang akan diimplementasikan di tahun 2024,” kata Nadiem.

Perspektif Generasi Z Mengenai Marketplace Guru

Marketplace guru mengundang banyak argumen dari berbagai pihak terutama gen z. Bahkan, secara terang-terangan hal tersebut dibuat konten di sosial media yang memuat tanggapan pro dan kontra dari mereka menyinggung persoalan marketplace guru. Terkadang, marketplace guru ini sering dijadikan sebagai topik obrolan, terutama bagi mereka yang sedang menempuh pendidikan untuk menjadi calon guru.

Dipandang dari sisi positifnya, gen z merasa marketplace guru merupakan solusi bijak yang dapat memberikan peluang kepada guru-guru untuk mengajar sesuai dengan bidangnya sehingga guru tersebut bisa memberikan pengajaran yang maksimal. Melalui platform ini dipastikan sekolah-sekolah mendapatkan guru yang berkualitas dikarenakan sebelumnya para guru tersebut lolos seleksi ketat untuk dapat masuk marketplace. Selanjutnya, dalam permasalahan gaji guru honorer yang dikatakan kecil akan cukup teratasi dengan marketplace ini. Sebab, pendanaan gaji guru akan ditransfer secara langsung oleh pemerintah pusat ke sekolah. Dikatakan akan ada rekening khusus untuk gaji guru yang terdaftar di marketplace dan secara otomatis terpisah dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga tidak ada lagi guru honorer yang digaji seadanya atau diambilkan dari sisa uang dana BOS tersebut.

Tidak sedikit juga diberikannya pendapat negatif mengenai marketplace guru. Nama dari ‘marketplace’ sendiri mempunyai makna yang dinilai kurang baik untuk menggambarkan profesi guru yang mulia dan terhormat. Selain itu, marketplace dikatakan dapat berpotensi memicu nepotisme dalam perekrutan guru. “Lulus S1 lanjut PPG prajab eh pas mau ngajar masih nunggu di cekout pihak sekolah.. ternyata pihak sekolahnya ambil kerabatnya buat jadi guru,” ungkapan dari salah satu akun Twitter.

Guru atau calon guru yang ada di dalam marketplace akan lebih mudah direkrut ketika mereka memiliki kenalan atau orang dalam yang berwenang di suatu sekolah. Alhasil relasi menjadi hal yang utama sedangkan kualitas dan prestasi menjadi poin selanjutnya. Bahkan, mereka mempunyai anggapan bahwa guru tersebut bisa saja direkrut bukan hanya dilihat dari relasi maupun prestasi, tetapi dilihat dari fisiknya dengan tujuan negatif. Ditakutkan adanya pihak yang kurang bertanggung jawab akan berbuat semena-mena dengan ancaman diberikan rating yang kurang bagus apabila guru tersebut tidak mengikuti kehendaknya. Lalu, bagaimana dengan nasib guru honorer yang sudah tua? Sampai kapan mereka harus menunggu untuk direkrut? Hal ini disimpulkan dari beberapa postingan gen z, salah satunya dengan orang yang dijuluki sebagai presiden gen z, Rian Fahardhi, dalam menyampaikan suaranya menanggapi adanya marketplace guru.

Menanggapi Perspektif Gen Z

Pemerintah mempunyai kewenangan dalam membuat suatu kebijakan. Namun, tidak mengurangi kemungkinan masyarakat kurang setuju dengan kebijakan yang dibuat. Apalagi hal ini menyangkut dengan salah satu profesi yang kita ketahui sangat mulia. Seorang guru berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Guru sebagai sumber belajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai fasilitator, guru sebagai motivator, dan guru sebagai evaluator. Guru yang sukses adalah mereka yang memiliki pemahaman mendalam pada bidang yang diajarkan, serta mampu memotivasi diri mereka untuk terus berkembang dan mencapai tujuannya. Para guru mendedikasikan dirinya sebagai salah satu tenaga pendidik yang turut serta dalam memajukan bangsa melalui pendidikan yang berkualitas, serta membantu siswa dalam mencapai potensi terbaiknya. Oleh karena itu seorang guru perlu dihargai.

Guru memiliki julukan sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa guru merupakan salah satu profesi di mana jasanya sebagai pendidik 'dijual' atau digunakan untuk mencari nafkah seperti halnya profesi pekerjaan yang lain. Hanya saja, menurut pendapat pro-kontra mengenai marketplace guru, profesi guru yang dianggap sangat mulia perlu dihargai dengan kata “marketplace” yang merujuk pada makna 'jual beli guru' perlu diubah dengan kata atau diksi lain yang mungkin mempunyai makna lebih baik. “Padahal ada banyak nama yang lebih baik yang bisa digunakan, contohnya Ruang Pahlawan Pendidikan,” kata Rian Fahardhi, pada salah satu postingannya.

Kebijakan marketplace guru ini memang perlu ditinjau lebih dalam lagi untuk meminimalisir adanya kecurangan dalam perekrutan guru termasuk ketakutan adanya nepotisme. Saran terhadap masalah ini kemungkinan dapat diterapkannya kebijakan anti-nepotisme secara konsisten, yaitu terdapat larangan untuk merekrut calon guru dari keluarga mereka sendiri, teman dekat, ataupun rekan kerja yang ada di platform tersebut. Selain itu, dilibatkan pihak independen dalam pemilihan guru berdasarkan kualifikasi dan keahlian secara objektif disertai penyerahan bukti berupa dokumen pendukung atau sertifikasi sah untuk menunjukkan keahlian dan pengalaman guru tersebut.

Sebagai generasi muda dan calon guru masa depan jangan mudah terpengaruh dengan komentar-komentar negatif mengenai marketplace guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini akan menjadi akar solusi dari permasalahan yang telah dikeluhkan sebelumnya. Terutama bagi mahasiswa lulusan sarjana pendidikan. Mereka tidak dibingungkan lagi dengan apa yang harus dilakukannya setelah lulus kuliah karena sudah terdapat alur dalam melanjutkan karirnya, yaitu dengan mengikuti PPG Prajabatan sebagai syarat masuk marketplace guru. Hal tersebut dapat mempercepat karirnya untuk menjadi seorang pengajar di sekolah. Sebab, kebijakan sebelumnya dalam mengikuti PPG Prajabatan, guru harus mengantre dengan syarat pengalaman mengajar minimal 5 tahun.

Marketplace guru memberikan kemudahan akses bagi sekolah-sekolah dalam merekrut guru kapan pun mereka membutuhkan seorang guru pada bidang pengajaran yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sebaiknya diberikan respons yang bagus terhadap adanya marketplace guru dengan dilihat dari sisi positifnya dan diperlukan kerja sama yang baik dari berbagai pihak agar kebijakan ini berjalan sesuai dengan tujuan baiknya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image