Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhiyaa Aqeela

Membebaskan Diri dari Perbudakan Standar Media Sosial

Trend | 2023-12-22 21:01:56
Media sosial memberikan beberapa dampak negatif. (AntonioGuillem/Getty Images/iStockphoto)

Internet merupakan jaringan global yang menjadi alat terhubungnya semua perangkat satu sama lain di seluruh dunia. Salah satu platform di dalam internet adalah media sosial. Angka Pengguna media sosial setiap tahunnya semakin meningkat pesat. Menurut GoodStats, terhitung total pengguna media sosial tahun 2023 mencapai 4,76 miliar, yang dimana jumlah itu setara dengan 60% populasi di dunia. Ada begitu banyak aplikasi media sosial, seperti Facebook, Instagram, Tiktok dan lain-lain.

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya memang kehadiran media sosial sangatlah membawa pengaruh yang begitu besar di dalam kehidupan masyarakat modern. Kehadiran media sosial saat ini, bisa memberikan banyak manfaat dalam kehidupan. Tetapi, jika tidak bijak dalam penggunaannya, media sosial bisa saja menyesatkan kita. Contohnya, terlalu meyakini setiap hal yang tersaji di dalam media sosial tanpa melakukan filter dan verifikasi lebih lanjut tentang apa yang telah dipercayainya. Hal ini bisa menimbulkan banyak dampak negatif pada diri kita dan bahkan orang-orang di sekitar kita.

Menurut Psikologi Sosial, manusia memang cenderung mengikuti dan melakukan apa yang banyak dilakukan dan dipercayai oleh orang lain. Hal inilah yang disebut dengan konformitas. Setiap orang akan menjadikan standar dan opini yang beredar di media sosial sebagai kebenaran mutlak meskipun hal itu belum tentu benar.

Salah satu contoh nyata dalam kasus ini adalah maraknya orang menilai buruk pasangan atau menghakimi diri sendiri karena mereka tidak memenuhi standar ‘pria/wanita baik’ versi media sosial. Hal ini sangat sering terjadi pada aplikasi besar media sosial seperi TikTok dan Instagram. Banyak sekali konten yang mengatasnamakan ilmu pengetahuan yang membodohi publik hanya demi sebuah followers, likes ataupun semacamnya. Misalnya, pada sebuah video di platform media sosial tertulis bahwa ‘seorang laki-laki harus setampan aktor korea dan memiliki kekayaan tujuh turunan’ agar bisa dikatakan sebagai laki-laki yang mapan, tangguh, hebat dan kata-kata tak masuk akal lainnya yang nantinya banyak menyebabkan para laki-laki tidak merasa cukup dengan diri mereka dan merasa gagal juga hilang kepercayaan dirinya. Konten lainnya seperti ‘standar pasangan ideal’ juga banyak tersebar di internet. Akibatnya, banyak orang menjudge pasangan sendiri atau bahkan diri mereka dengan pemikiran yang buruk karena tidak sesuai ekspetasi yang keliru itu. Masih banyak lagi konten-konten lainnya seperti standar kecantikan, standar kepintaran, standar kebahagiaan, dan standar-standar lainnya yang tidak realistis itu.

Contoh konten terakhir yang paling fatal ialah banyak orang mendiagnosis sendiri penyakit mental ataupun fisiknya berdasarkan gejala yang dibacanya di internet. Padahal, diagnosis sebuah penyakit, apalagi yang terkait mental, sangat kompleks dan memerlukan pemeriksaan menyeluruh oleh ahlinya. Diagnosis sendiri atau yang biasa disebut self-diagnosis bisa berakibat fatal jika dilakukan penanganan yang salah.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahaya dari konformitas buta tanpa berpikir kritis. Agar terhindar dari perbudakan standar media sosial yang merusak, kita perlu cerdas dalam memfilter informasi dan selalu bersikap kritis dalam melakukan verifikasi informasi, kita juga harus menyadari bahwa realita di media sosial kerap dipercantik dan tidak harus dijadikan acuan, dan yang terakhir kita harus selalu berpikir positif dan mencintai diri sendiri apa adanya. Dengan begitu, kita bisa terbebas dari tekanan standar media sosial yang menyesatkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image