Himpunan Mahasiswa Salah Jurusan
Eduaksi | 2022-01-05 20:08:54Sudah beberapa kali kejadian saya mendapat sertifikat dari suatu pelatihan dengan gelar pendidikan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Untuk panitia yang mungkin tidak mengenal saya sebelumnya, saya harus memakluminya. Mungkin asumsi mereka semua yang menjadi guru pasti memiliki gelar Sarjana Pendidikan yang disingkat menjadi S.Pd. Padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Banyak sarjana selain dari keguruan dan pendidikan yang berprofesi menjadi seorang guru, sebut saja Sarjana Teknik seperti saya ini, ada juga Sarjana Hukum, Sarjana Sains, Sarjana Sosial, Sarjana Ekonomi, Sarjana Antropologi, dan lain sebagainya.
Kejadian seperti apa yang saya alami ini ternyata tidak hanya terjadi di dunia pendidikan. Di banyak bidang yang lain pun mengalami hal yang serupa. Ada teman yang lulusan keguruan tetapi memilih profesi menjadi seorang bankir. Ada juga teman sama-sama sarjana teknik tetapi memilih profesi menjadi konsultan bisnis properti. Dan jika mau didata, maka akan didapatkan banyak dari teman-teman kita yang memilih profesi yang tidak sesuai dengan pendidikannya. Hanya segelintir saja yang tetap setia di jalurnya.
Sejalan dengan apa yang saya alami tersebut, beberapa hari yang lalu saya membaca postingan yang mengulas kejadian yang mirip. Bahkan saya membaca akronim yang cukup menggelitik saya di postingan tersebut. Himasalju, akronim dari himpunan mahasiswa salah jurusan. Postingan yang dibuat oleh Pambudi Sunarsihanto, seorang Human Resource Director.
Dalam postingannya beliau bercerita tentang kebingungan seorang temannya sehingga bertanya kepada beliau perihal jurusan yang harus dipilih anaknya jika nanti kuliah. Padahal yang bertanya itu adalah seorang profesor di sebuah universitas ternama. Tentu saja ini membingungkan buat kita yang awam. Ternyata setelah diselidiki lebih lanjut ternyata sang profesor berkesimpulan bahwa kadang-kadang apa yang dihasilkan dunia pendidikan dan yang dibutuhkan oleh industri bisa berbeda. Ia ingin anaknya kuliah di bidang yang tepat. Akan tetapi apa yang dikatakan Pambudi selanjutnya yang menarik, dia berkata, “Tetapi, apakah pertanyaan itu perlu ditanyakan? Bukankah pada akhirnya nanti kita semua akan menjadi HIMASALJU? (Himpunan Mahasiswa Salah Jurusan?). Kuliah apapun, jurusan apapun, di universitas apapun, tidak akan ada yang bisa membekali anda dengan kemampuan yang membuat seseorang siap kerja. Di perusahaan seseorang yang baru diterima masih harus di training lagi agar dia siap melakukan pekerjaannya.
Untuk menjadi seseorang yang bisa bekerja di bidang lain di luar kemampuan akademiknya, seseorang harus memiliki agility, kemampuan anda mempelajari hal hal baru (seberapa cepat anda mampu absorb pengetahuan baru dan menerapkannya). Nah disitulah kita tetap perlu belajar tentang logical thinking, system thinking, analytical skills, dan big picture thinking karena pada akhirnya yang harus dikuasai adalah sebuah sistem, dan menganalisa bagaimana sistem itu akan interact dan interlink dengan yang lain. Terserah apapun sistemnya.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan kepada anak yang akan mempersiapkan masa depannya. Pertama, temukan minatnya. Cari passion mereka apa. Ingat orang yang mengerjakan sesuatu sesuai dengan passionnya akan perform lebih bagus. Lihat, mata pelajaran apa yang nilainya lebih bagus. Dan tanyakan 2-3 mata pelajaran yang dia paling sukai. Kedua, bantu mereka menemukan cita-citanya. Tanyakan cita-cita hidupnya apa. Bidang apa yang akan dia sukai. Ingat, orang tua hanya membantu mereka menemukan cita-cita mereka bukan cita-cita orang tua itu sendiri. Ketiga, bantu anak memilih jurusan yang sesuai dengan keinginannya dan kaitkan dengan cita-citanya. Usahakan agar apa yang mereka sukai akan nyambung dengan apa yang mereka ingin kerjakan di masa depan. Jadi lihatlah apakah si anak hobby berkutat dengan mobil-mobilan dan gadget electronic? Berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang? Lebih banyak fokus di kegiatan fisik dan olahraga? Bekerja sendiri dan berkreasi? Observasi orang tua akan membantu orang tua tersebut mengarahkan bidang apa yang akan dipelajari mereka di bangku kuliah.
Berdasarkan pengamatan tentang apa yang mereka sukai, bidang apa nilai mereka lebih bagus dan cita-cita yang ingin mereka capai, arahkan mereka ke jurusan yang akan mereka pilih. Jangan terlalu cemas, jurusan itu bukan membuat mereka terpaku seumur hidup mereka, masih banyak kemungkinan bahwa mereka akan bekerja di bidang yang (seolah-olah) tidak ada hubungannya. Jadi paradigmanya bukanlah saya akan menjadi insinyur kimia yang baik, tetapi paradigma sekarang adalah, saya akan belajar sistem dan design thinking, dan saya menggunakan kasus-kasus di jurusan teknik kimia sebagai simulasi untuk memecahkan permasalahan.
Keempat, mereka harus membangun kecerdasan emosional dan sosial. Sampaikan bahwa selain kuliah, mereka juga harus belajar tentang leadership dan teamwork. Intinya bagaimana mengendalikan emosi sendiri dan bagaimana mereka memahami orang lain. Hal ini bisa dipupuk dengan seringkali mengikuti kegiatan organisasi di kampus, senat kegiatan kemahasiswaan, atau apapun yang membuat mereka berhubungan dengan orang-orang lain yang akan melatih social skills mereka. Suatu saat nanti mereka akan mengerti bahwa kemampuan mereka dalam teamworking dan leadership ternyata akan sama pentingnya dengan kemampuan akademis mereka!
Terakhir, beritahu mereka untuk membangun kelincahan, dengan mempelajari sesuatu yang baru setiap saat. Dunia akan berubah begitu cepat, mereka juga harus belajar dengan irama yang lebih cepat lagi. Untuk melatih itu mereka harus selalu mempelajari sesuatu yang baru. Apa yang bisa mereka pelajari? Apa saja! Bahasa asing, memasak, berkuda, olahraga baru, menggambar dan lain-lain. Tidak peduli APA yang mereka pelajari. Yang penting adalah BAGAIMANA mereka terus menerus merangsang otak mereka untuk belajar sesuatu yang baru dan mengumpulkan pengetahuan/keterampilan baru. Ini akan sangat berguna di masa depan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.