Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image taufik sentana

Aceh dan Sejarah Kopi

Gaya Hidup | Thursday, 21 Dec 2023, 07:37 WIB

Cerita Kopi Miring dari Aceh

=====

Konon kisah ini bermula sejak abad ketujuh. Bermula dari afrika ke yaman lalu sampai ke sebagian pelosok Aceh.

Itulah kopi! Begitu menurut Bang Helmi Aceh Barat yang mendalami kearifan lokal Aceh. Terutama adalah kopi Robusta, bukan Arabika.

Katanya, trdisi kopi di Aceh adalah tradisi kemuliaan. Bukan tradisi industri dan kebudayaan hedonis, seperti yang menjamur sekarang. Kopi robusta sangat cocok dengan kondisi tubuh dan psikologis orang Aceh.

Secara genetikal, lidah Aceh adalah penikmat kopi. Masih menurut Bang Helmi, kepentingan dan hegemoni Belanda saat itu telah merusak budaya kopi di Aceh. Tidak hanya memutus mata rantai kopi Robusta (dengan menebangnya secara massal di beberapa dataran di Aceh) Namun juga berupaya memutus hubungan mulia antara guru/syeikh/ulama denga murid/umatnya.

Karena pwda awwlnya, tradisi kopi di Aceh adalah untuk menjaga stamina dan silaturahim dalam menghidupkan malam. Mengidupkan malam dengan shalat, dzikir dan belajar hingga terbit fajar. Lalu menyibukkan diri dengan aktifitas hari hari yang bermanfaat.

Itulah awal tradisi kopi di Aceh menurut versi Bang Helmi. Jadi, mereka hanya minum kopi di malam hari di sepertiga malam. Ini memang masuk akal. Karena Nabi Muhammad saw sangat menganjurkan segera tidur selepas Isya lalu bangun lebih awal.

Dan esoknya digunakan untuk bekerja dan ibadah. Dan kopi/budaya kopi belum menjadi industri. Sehingga tak kita jumpa warung warung kopi di sepanjang jalan ataupun di perempatan (sebagaimana sekarang di Aceh).

Adapun kopi miring menurut Bang Helmi dikaitkan dengan gelar" Aceh Pungo (melampaui akal sehat/ sering dimaknai gila"). Ini hanya penamaan rasis Belanda terhadap perlawanan masyarakat Aceh dan kegilaan mereka terhadap kopi. Maka kopi miring juga semakna dengan semangat perjuangan rakyat Aceh saat itu.

Sementara secara perlahan, Belanda melestarikan budaya kopi dalam skema industri, tanpa ritus sebagaimana di atas tadi. Kopinya pun, konon, bukan lagi robusta.

Namun beralih ke arabika yang sesuai dengan lidah dan georafis Eropa. Maka wajar kopi ini jadi kualitas ekspor dan jadi primadona. Tentu karena ada kepentingan industri dan monopoli di dalamnya serta terputusnya mata rantai ulama dan umatnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image