Hari untuk Ibu
Info Terkini | 2023-12-21 06:53:55Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember, tampaknya semakin jauh bergeser dari peran ibu yang sesungguhnya.
Refleksi perjuangan ibu dalam konteks kekinian diarahkan pada emansipasi, serta penyetaraan hak dalam berbagai bidang untuk mengisi pembangunan, misalnya pada kuota kursi perempuan di kedudukan legislatif dan juga memutar roda perekonomian negara.
Sebagaimana pelaksanaan Peringatan Hari Ibu (PHI) ke 95 tahun ini, yang mengusung tema 'Perempuan Berdaya, Indonesia Maju'. Ada asumsi bahwa pemberdayaan perempuan di sini adalah menggiring mereka di sektor publik. Hal ini tak lepas dari gagasan awal perayaan hari ibu, yang datang dari ide pemikiran Barat, yakni mengusung kesetaraan gender.
Padahal yang demikian merupakan pembajakan peran ibu. Seperti yang kita saksikan hari-hari belakangan ini, petaka telah menghampiri kehidupan generasi. Mereka mengalami banyak problem seperti narkoba, seks bebas, dan sebagainya. Hal tersebut terjadi ketika tugas membangun generasi diabaikan atau dinomorduakan. Maka perlu revitalisasi peran ibu, mengembalikannya sebagaimana titah Sang Pencipta.
Peran ibu yang sesungguhnya adalah sebagai pendidik generasi. Hal tersebut bukanlah tugas mudah, pun tidak mengecilkan posisi ibu dalam sebuah peradaban. Meski peran tersebut membuat para ibu lebih banyak berada pada ruang privatnya, yakni keluarga, namun sejatinya menjadikan para ibu mulia, sebab di tangannyalah dilakukan pembentukan generasi.
Baik atau buruknya generasi muda, siap atau tidaknya mereka memikul beban kebangkitan, menjadi tanggung jawab para ibu, dan ditopang oleh para suami, keluarga, masyarakat dan juga negara.
Agar para ibu fokus terhadap peran tersebut, dengan cara mengerahkan segenap daya upayanya untuk mencetak calon pemimpin umat, maka seluruh kehidupannya perlu mendapat penjagaan hingga di level negara, berupa pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan, beserta kebutuhan komunalnya terhadap pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Negara juga wajib menjaga pemikiran warganya dari ide-ide rusak, serta memberi sanksi terhadap semua pelanggaran hukum Allah SWT.
Sedangkan para suami dan ayah, berperan menafkahi para perempuan dan orang-orang yang berada di dalam tanggung jawabnya. Termasuk melindungi fisik dan pemikirannya, serta akidah mereka dari perkara yang merusak.
Jika ini berjalan dengan baik, maka tidak akan kita jumpai lagi adanya kasus-kasus kriminal pada anak-anak, atau stunting, kenakalan remaja, dan sebagainya.
Masalah-masalah kemiskinan, kekerasan pada perempuan dan anak-anak, serta bunuh diri, yang menjerat kehidupan para ibu saat ini, adalah buah diterapkannya kapitalisme. Negara tidak melindungi dan mengatur urusan rakyatnya. Bahkan harta hanya berputar pada segelintir orang. Sehingga kekayaan pun tidak beredar ke seluruh kalangan. Muncul berbagai masalah cabang yang terus berkelindan dalam kehidupan umat. Pada akhirnya pula, akan membebani negara.
Karenanya, menjaga ibu, adalah menjaga generasi. Berharap muncul generasi beriman dan kuat, maka perlu penjagaan terhadap peran keibuan. Sebab melalui generasi yang tangguh, tugas kepemimpinan dapat diselenggarakan dengan baik. Pada gilirannya akan terwujud masyarakat yang sejahtera penuh dengan keberkahan.
Anak-anak yang tumbuh dalam kasih sayang yang melimpah, yang didapat dari ibu pintar dan salihah, yang tunduk dan taat kepada Allah SWT, serta support system melalui keluarga, masyarakat dan negara, akan menjadi generasi yang mampu memimpin umat bergerak menuju kebangkitan hakiki.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.