Maraknya Cyberbullying di Berbagai Media Sosial
Info Terkini | 2023-12-20 17:20:33Maraknya Cyberbullying di Berbagai Media Sosial
Cyberbullying, fenomena yang semakin meluas di era digital, menjadi isu serius yang perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak. Media sosial, sebagai platform utama interaksi online, menjadi tempat maraknya perilaku cyberbullying. Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan pemahaman mendalam tentang akar permasalahan, dampaknya, serta upaya penanggulangan yang efektif.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy membahas soal perundungan yang dialami anak-anak di Indonesia. Muhadjir menyebutkan 45 persen anak di Indonesia menjadi korban perundungan di dunia digital atau maya (cyber bullying) sepanjang 2020.
Kemudian isu selanjutnya adalah kekerasan berbasis gender, perundungan berbasis cyber, pekerja anak, dan risiko terpengaruh oleh paham-paham radikal yang berbahaya.
Kasus cyberbullying yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah seorang anak kelas V SD di Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal karena depresi setelah di-bully oleh teman-teman sekelasnya. Korban dipaksa berhubungan intim dengan kucing tersebut, yang kemudian direkamnya melalui ponsel dan dibagikan ke media sosial. Manajer media sosial Komunikonten Haliko Wibawa Satria mengatakan, kejadian tersebut merupakan tindakan cyber bullying atau kekerasan siber yang bermula dari pengabaian terhadap kejadian bullying di masa lalu terhadap korbannya. "Dampak kekerasan siber berdampak pada psikologis korban. Apalagi dulu korban sering di-bully. Bisa jadi tidak," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (21/7/2022).
Pertama, penting untuk menyoroti faktor penyebab maraknya cyberbullying. Anonimitas yang diberikan oleh media sosial sering kali menjadi pemicu utama, memungkinkan pelaku menyembunyikan identitas mereka. Selain itu, kurangnya regulasi yang ketat di dunia maya membuat pelaku merasa bebas untuk melakukan tindakan ini tanpa konsekuensi nyata.
Dampak dari maraknya cyberbullying juga perlu diperhatikan. Tidak hanya menyebabkan trauma psikologis pada korban, tetapi juga dapat berujung pada masalah kesehatan mental yang serius. Selain itu, penyebaran hate speech dan informasi palsu menjadi ancaman serius terhadap integritas individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah melalui edukasi yang intensif. Sekolah dan lembaga pendidikan harus memasukkan pelajaran tentang etika online dan dampak negatif dari cyberbullying dalam kurikulum mereka. Pendidikan ini dapat membantu membentuk perilaku positif di dunia maya.
Selain edukasi, diperlukan penguatan regulasi di ranah digital. Perusahaan media sosial perlu mengambil peran aktif dalam mengidentifikasi dan menanggulangi tindakan cyberbullying. Upaya kolaboratif antara pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat sipil dapat menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan bertanggung jawab.
Penting untuk diakui bahwa penanggulangan cyberbullying bukanlah tugas yang mudah. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan psikologis bagi korban dan upaya pencegahan yang lebih proaktif. Kampanye anti-cyberbullying yang melibatkan selebriti, influencer, dan tokoh masyarakat dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan kesadaran dan merubah norma-norma perilaku online.
Dalam mengakhiri artikel ini, kita perlu menyadari bahwa maraknya cyberbullying memerlukan perhatian bersama. Dengan membangun kesadaran, mengedukasi generasi muda, dan memperkuat regulasi, kita dapat menciptakan lingkungan online yang lebih aman, adil, dan beretika. Langkah-langkah ini menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap individu di dunia maya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.