Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irfan Aziz

Mobil Listrik Bukan Solusi Efektif Mengurangi Polusi Udara Saat Ini

Eduaksi | 2023-12-20 00:29:15
https://www.pexels.com/photo/gray-electric-car-parked-on-a-charging-bay-9800006/" />
Photo by Kindel Media: https://www.pexels.com/photo/gray-electric-car-parked-on-a-charging-bay-9800006/

Pernah kah kalian bertanya, apakah benar mobil listrik lebih ramah terhadap lingkungan?

Akhir-akhir ini mobil listrik sedang naik daun dibicarakan oleh masyarakat umum, lantaran mobil listrik digadang-gadang memiliki sejuta kelebihan dibandingkan mobil konvensional saat ini, mulai dari biaya perawatan yang lebih murah, model yang lebih futuristis, serta yang saat ini sedang banyak dibahas mengenai isu lingkungan yang dinilai lebih ramah terhadap lingkungan, tetapi benarkah mobil listrik dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh bahan bakar fosil? Mari kita bahas.

Mobil listrik merupakan sebuah inovasi baru. Mobil listrik digerakan melalui motor listrik yang mendapatkan sumber energi melalui baterai lithium yang ditanam di dalam mobil. Sistem kerja motor listrik adalah mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang membuat mobil listrik tidak melakukan pembakaran sehingga mobil listrik tidak memerlukan knalpot untuk pembuangan emisi gas karbon. Oleh karena itu mobil listrik tidak secara langsung menghasilkan dan melepaskan gas karbon serta senyawa lain ke udara yang membuat mobil listrik terlihat lebih baik dibandingkan mobil konvensional yang kita kenal saat ini. Tampaknya ini adalah solusi dari masalah polusi udara yang sedang kita hadapi sekarang.

https://www.pexels.com/photo/air-air-pollution-chimney-clouds-459728/" />
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/air-air-pollution-chimney-clouds-459728/

Tetapi akan ada permasalahan baru yang akan muncul jika mobil listrik terus dikembangkan tanpa didukung dengan penyediaan akan sumber listrik yang lebih hijau. Menurut data BPS tahun 2019 sumber listrik menurut pembangkit di Indonesia yang ada saat ini mayoritas berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebesar 33.092 MW dari total pasokan listrik Indonesia sebesar 66.514,31 MW, disusul pembangkit listrik tenaga uap dan gas sebesar 12.429,83 MW, pembangkit tenaga air sebesar 5.661,18 MW, dan pembangkit lain nya sebesar 15.331,3 MW. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan listrik di Indonesia masih sangat bergantung pada pembangkit uap yang di tenagai oleh bahan bakar fosil yaitu batu bara, jika mobil listrik terus digalakan oleh pemerintah tanpa adanya pembaruan sumber dari energi listrik yang lebih hijau maka program pemerintah untuk menggalakan penggunaan mobil listrik untuk mengurangi isu kerusakan lingkungan khusus nya gas karbon dinilai kurang efektif, karena peningkatan penggunaan mobil listrik akan mendorong permintaan akan pasokan listrik di Indonesia yang menyebabkan peningkatan pembakaran batu bara untuk bahan bakar PLTU tetap ber operasi menghasilkan listrik. Ditambah efek buruk yang ditimbulkan dari pembakaran batu bara di PLTU juga dapat menyerang Kesehatan masyarakat.

Mengutip dari data dari artikel Rostinah yang berjudul “PLTU di Banten Dianggap Biang Kerok Polusi Udara, Ini Komentar Kepala DLHK Banten” yang terbit di Radar Banten 2023, saat ini saja jumlah PLTU yang ada di Banten ada setidaknya 10 PLTU, yakni PLTU Banten Suralaya: 8 unit – 4.025 MW; PLTU Cemindo Gemilang: 1 unit – 60 MW; PLTU Merak: 2 unit – 120 MW; PLTU Cilegon PTIP: 1 unit – 40 MW; dan PLTU Jawa-7: 2 unit – 1.982 MW. Batu bara yang dibakar di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah polutan seperti nitrogen oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SO ), sebagai kontributor utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi PM2.5. “Masyarakat ilmiah dan medis telah mengungkap bahaya kesehatan akibat partikel halus (PM2.5) dari emisi udara tersebut. PLTU Batu bara juga memancarkan bahan kimia berbahaya dan mematikan seperti merkuri dan arsen” (Ismail 2016).

https://www.pexels.com/photo/yellow-excavator-2101137/" />
Photo by Tom Fisk: https://www.pexels.com/photo/yellow-excavator-2101137/

Belum lagi masalah peningkatan jumlah deforestasi lahan atau penggundulan hutan untuk pembukaan area tambang yang bertujuan untuk mendapatkan bahan baku dari pembuatan baterai lithium mobil listrik. Nikel menjadi bahan baku utama dalam pembuatan baterai lithium disusul oleh bahan baku tambang lain seperti mangan dan kobalt.

“Menurut data sejak 2009 hingga 2021, ada sekitar 41 ribu hektare hutan alam yang dibabat di atas konsesi tambang di empat provinsi kaya nikel angka deforestasi itu mengacu pada sumber data terbaru Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Kementerian ESDM, Juli 2022” (Wicaksono, 2022). Salah satu wilayah yang paling besar melakukan deforestasi adalah Sulawesi, dampak dari banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi menyebabkan masalah lingkungan dan juga masalah sosial contohnya yang terjadi di Sulawesi. “Banjir yang menerjang 362 hektare sawah di 8 desa di Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara pada 2020 silam diduga karena deforestasi akibat ekspansi tambang nikel, selain itu perubahan bentang alam dengan teknik pertambangan terbuka menyebabkan kekeringan lahan pertanian karena sumber air dikuasai oleh perusahaan tambang. Adanya pengaruh debu yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan, erosi makin meningkat karena berkurangnya areal resapan air, dan masih banyak lagi masalah yang ditimbulkan dari deforestasi tambang nikel” (Bhawono, 2023).

Kesimpulan dari permasalahan mobil listrik adalah mobil listrik mungkin dapat menjadi solusi dari permasalahan saat ini mengenai pemanasan global akibat dari gas karbon CO pada masa mendatang, tetapi untuk saat ini mobil listrik tidaklah sepenuhnya zero emissions karena tetap mengeluarkan gas CO pada proses mendapatkan pasokan listrik yang membutuhkan bahan bakar fosil dalam jumlah yang besar. Selain itu proses tambang sangat membutuhkan energi dan menyebabkan polusi. Oleh karena itu solusi dari permasalahan mobil listrik ini pemerintah perlu memikirkan adanya pembaruan jenis pembangkit listrik di Indonesia agar mobil listrik dapat sepenuhnya menjadi solusi dari emisi gas karbon, pemerintah juga perlu untuk memikirkan solusi untuk dampak yang akan muncul dari rusaknya hutan akibat dari alih fungsi lahan akibat alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan untuk mendapatkan bahan baku baterai, sedangkan menurut saya solusi terbaik untuk mengurangi gas karbon adalah tetap mengurangi kendaraan pribadi apa pun jenisnya dan menggalakan lebih gencar untuk masyarakat beralih ke kendaraan umum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image