Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andreas Pakpahan

Kasus Pelanggaran Tata Ruang pada Hotel Pullman Bandung

Eduaksi | Tuesday, 19 Dec 2023, 15:57 WIB

Pelanggaran penataan ruang Pullman Bandung Grand Central atau yang lebih dikenal dengan Hotel Pullman. Hotel ini terletak di Jalan Diponegoro Nomor 27 Citarum, Kec. Bandung Wetan, kota Bandung. Letaknya yang berada di tengah Bandung dan tepat di seberang Gedung Sate mengakibatkan kasus ini menjadi cukup dikenal. Hotel ini dimiliki oleh pengembang PT Agung Podomoro Land (APLN) Tbk dan PT Tritunggal Lestari Makmur (TPM) yang merupakan anak usaha dari Agung Podomoro Land. APLN memiliki porsi 85% dan TML 15% dalam pengembangan hotel tersebut. Nilai investasi dengan pembangunan hotel ini adalah Rp. 954 miliar dan nilai setoran untuk kas daerah Provinsi Jawa Barat menjadi Rp. 65 miliar. Hotel ini dibangun dengan fasilitas 279 kamar, 2 ballroom Convention Centre dan fasilitas lainnya. Walaupun hotel ini baru dibuka pada akhir tahun 2020.

Pada awal pembangunannya pada tahun 2013 Hotel ini memang dicanangkan menjadi Hotel internasional yang akan membantu meningkatkan terjadinya berbagai kegiatan nasional maupun internasional di Jawa Barat. Pada tahun tersebut terjadi kesepakatan antara pemerintah provinsi Jawa Barat dan PT TPM. Kerjasama ini dilakukan dalam bentuk Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah (BGS). Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, skema pembangunan BOT adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang telah dijelaskan Hotel Pullman dibangun di atas lahan milik pemerintah provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan media populer, permasalahan pelanggaran penataan ruang pada Hotel Pullman tidak hanya terjadi sekali,namun terjadi beberapa kali pada tahun 2013, 2014, 2015, dan 2019. Pada tahun 2013, Direktur Eksekutif WALHI menyebutkan terdapat kesalahan prosedur yang berkaitan dengan perizinan AMDAL dan IMB. IMB yang dipakai oleh PT TML adalah IMB 1997 yang sudah kadaluarsa. Adapun AMDAL yang digunakan belum disetujui oleh BPLH. Selain itu,proyek ini dianggap melanggar RTRW Provinsi Jawa Barat. Seharusnya lokasi tersebut diperuntukkan untuk perkantoran pemerintah,bukan untuk fungsi komersial.

Pada tahun 2014, hal ini dipermasalahkan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam paguyuban Bandung Heritage menurut mereka, pembangunan hotel ini bermasalah karena tidak sesuai tempatnya, yaitu berada di Lawasan cagar budaya Gedung Sate. Selain itu, memunt Direktur Wahi Jawa Barat, proyek pembangunan ini telah mengurug resapan air dan menghilangkan mata air di sekitarnya Pada tahun tersebut, masyarakat juga melakukan protes dalam bentuk aksi penyegelan.

Kemudian pada tahun 2015, laporan Tempo tentang bagaimana proyek hotel ini diduga melanggar IMB. Hal ini direspon elch Ridwan Kamil sebagai walikota ketika itu lalu menugaskan Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya untuk memeriksanya. Tidak ditemukan informasi mengenai tindak lanjut dari pemeriksaan tersebut. Pembangunan hotel ni tetap berlanjut, hingga pada tahun 2019, mendekati pembukaan hotel ini kembali dipermasalahkan.

Opini Hukum

Permasalahan diatas seharusnya mengacu kepada peraturan peraturan terkait yaitu UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Daerah Bandung No. 14 Tahun 2018 tentang 2018 tentang Bangunan Gedung, UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan Peraturan Walikota Bandung Nomor 235 Tahun 2017 tentang Standar Operasional Prosedur Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Seharusnya pada saat temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) terkait terdapat kesalahan prosedur yang berkaitan dengan AMDAL dan IMB dari PT TML ini, seharusnya ditindaklanjuti oleh pemerintah terkait sebagai mana peraturan yang sudah mengatur. Adanya indikasi hotel ini melanggar RTRW Provinsi Jawa Barat dapat ditindaklanjuti kemudian malalui aturan aturan yang berlaku, dalam pasal 39 UU 26/2007 tentang Penataan Ruang bahwa pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan peraturan zonasi.

Pemerintah daerah Kota Bandung seharusnya melaksanakan pengawasan terlebih dahulu yang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Masyarakat juga ikut andil dalam hal tersebut. Tindakan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengamati memeriksa kesesuaian antara penyelenggara penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Apabila tejadi penyimpangan administrasi dalam penyelenggaraan penataan ruang, sebagaimana diatur dalam pasal 56 ayat 2 UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, maka Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota dapat mengambil langkah penyelesaian sebagaimana kewenagannya.

Pemberian sanksi juga berpotensi diberikan seperti sanksi administratif karena telah diatur dalam undang-undang nomor 26 Tahun 2007 yaitu berupa penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, denda administratif, dan lainnya. Dan UU tersebut juga disebutkan bahwa setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Hal ini juga diatur pada Peraturan Daerah Kota Bandung 14 Tahun 2018 tentang Bangunan Gedung, Atas pelanggaran tersebut maka akan diberlakukan sanksi berupa pemangkasan lantai sebanyak 4 lantai dan/atau denda sebesar Rp 41 miliar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image