Upah murah perburuhan di Indonesia serta peranan Negara di dalamnya
Politik | 2022-01-05 11:34:27Dalam kaitannya dengan hubungan industrial, Pemerintah Indonesia berperan sebagai pelindung pekerja/buruh, antar lain dalam bentuk penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah maupun keputusan menteri sebagai pelengkap penyertanya. Selain itu, sebagai fasilitator dalam penyelesaian persengketaan perkerja/buruh dengan pengusaha dalam mencari titik temu antara kedua pihak dalam mendapatkan hak-hak sebagaimana diatur dalam undang-undang. Secara empirik, sampai saat ini masih sering terjadi konflik kepentingan antara pekerja/buruh dan pengusaha, baik dimuat/disiarkan dalam media cetak maupun media elektronik. Hubungan pekerja/buruh dan pengusaha harus difahami bahwa posisi pekerja/buruh sebagai sub-ordinatif terhadap pengusaha. Hal ini sering dikemas dalam jargon politik adanya ketidakseimbangan kekuasaan ekonomi yang pada akhirnya menimbulkan ketidakseimbagan kekuasaan politik bagi pekerja/buruh. Beberapa kasus perburuhan di Indonesia adakalanya cenderung memicu kerusuhan yang mengarah pada perbuatan anarki. Hal ini merupakan tugas Pemerintah untuk mencari akar permasalahan dan mencari upaya pemecahannya dengan prinsip win-win solution dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Dapat diasumsikan bahwa perselisihan itu akan terjadi titik temu, manakala masing-masing pihak mengedepankan “kejujuran”. Faktor “kejuruan” diyakini sebagai faktor yang mahal dalam upaya pemecahan berbagai permasalahan atau konflik antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Di samping itu, faktor “kedewasaan” bagi pekerja maupun pengusaha dalam berorganisasi/berserikat juga akan mewarnai upaya penyelesaian setiap pemasalahan yang terjadi. Penyediaan lapangan kerja menjadi kebutuhan yang mendesak. Dalam situasi politik yang belum stabil, apa yang ditawarkan Pemerintah selain upah pekerja murah? Namun, manakala kebijakan tersebut diterapkan, maka Pemerintah akan terjebak dengan paradigma lama dalam politik perburuhannya. Dalam hal ini semestinya Pemerintah tetap berpijak pada dasar perhitungan UMR sebesar 80 persen dari kebutuhan hidup minimal (KHM).
Pemerintah juga seharusnya memberikan pengertian dan mengajak para pekerja/buruh untuk menerima ketetapan pengupahan yang telah diperbaiki. Upaya tersebut seharusnya diimbangi dengan jaminan resmi bagi para pekerja/buruh untuk menyalurkan aspirasi/ pendapatnya melalui saluran undang-undang dan Pemerintah mengupayakan membentuk lembaga peradilan perburuhan yang independen. Konflik kepentingan antara pekerja/buruh dan pengusaha akan terus berkelanjut-an, manakala pihak Pemerintah belum mampu memfasilitasi dengan peraturan perundang-undangan dan meningkatkan keterampilan (kompetensi) calon tenaga kerja melalui diklat dengan menyesuaikan standar kompetensi yang dipersyaratkan oleh dunia usaha dan dunia industri.
Dengan kata lain, upaya pembekalan calon tenaga kerja melalui “diklat” diharapkan dapat menciptakan sistem pendidikan dan pelatihan melalui filosofi keterkaitan dan kesepadanan dengan pendekatan “dual system” atau sistem ganda. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendekatkan antara pendidikan dengan dunia usaha/dunia industri. Hal penting dan perlu segera diupayakan oleh Kemdiknas (pendidikan) dan Kemnakertrans (pelatihan) adanya pembatasan yang konkrit apa yang menjadi tanggung jawab masing-masing Kementerian tersebut. Sepanjang tidak ada ketegasan yang secara resmi dari kedua Kementerian tersebut maka masalah kesiapan calon tenaga kerja akan tetap “di persimpangan jalan” dan tidak pernah akan ada penyelesaian masalah yang mendasar. Hubungan pekerja/buruh dengan industri perlu dibingkai dalam aturan main dalam peraturan perundang-undangan. Hubungan ini diharapkan dapat saling menciptakan suasana “saling pengertian dan saling menguntungkan” (mutual simbiosis dan mutual benefit) sebagai bentuk suatu kemitraan.
Sebagai konsekuensi hubungan sub-ordinatif maka perlu mempertimbangkan faktor “keseimbangan keadilan” secara proporsional terhadap setiap perlakuan, sekalipun konsep “adil” relatif bagi masing-masing pihak dalam pemenuhan kebutuhannya. Perlindungan terhadap yang lemah secara empirik telah dituangkan dalam UUD 1945 dalam wujud keadilan sosial berdasarkan atas kekeluargaan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.