Hasil Penelitian Kaitkan Perubahan Iklim dengan Perburukan Penyakit Menular
Kabar | 2023-12-18 12:37:20SEBUAH penelitian terkini menemukan bahwa peristiwa iklim seperti banjir, gelombang panas, dan kekeringan memperburuk lebih dari setengah penyakit yang diketahui menginfeksi manusia. Penyakit tersebut antara lain malaria, kolera, dan antraks.
Para peneliti memeriksa literatur medis dari kasus-kasus penyakit semacam itu. Mereka menemukan bahwa 218 dari 375 penyakit menular manusia yang diketahui, atau 58 persen, tampaknya diperburuk oleh cuaca ekstrem yang terkait dengan perubahan iklim. Hasil lengkap penelitian dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change, belum lama berselang.
Dalam beberapa kasus, hujan lebat dan banjir membuat orang sakit karena nyamuk, tikus, dan rusa pembawa penyakit. Peristiwa lain, seperti pemanasan lautan dan gelombang panas, merusak makanan laut, dan kekeringan membawa kelelawar yang membawa infeksi virus ke manusia.
“Jika iklim berubah, risiko penyakit ini juga berubah,” kata pemimpin pendamping penelitian, Dr. Jonathan Patz, direktur Institut Kesehatan Global di Universitas Wisconsin-Madison, seperti dikutip Associated Press.
Sementara itu, Dr. Carlos del Rio, spesialis penyakit menular Universitas Emory, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan "Temuan penelitian ini menakutkan dan menggambarkan dengan baik konsekuensi besar dari perubahan iklim pada patogen manusia."
Del Rio mengatakan manusia “perlu semua bekerja sama untuk mencegah” bencana dari perubahan iklim.
Selain melihat penyakit menular, para peneliti mengeksplorasi data tentang semua jenis penyakit manusia, termasuk kondisi tidak menular seperti asma, alergi, dan gigitan hewan. Mereka ingin mempelajari berapa banyak penyakit yang dapat dikaitkan dengan peristiwa iklim dalam beberapa cara.
Mereka menemukan total 286 penyakit unik, dan 223 di antaranya tampaknya diperburuk oleh peristiwa iklim.
Camilo Mora, seorang ahli data iklim di University of Hawaii, yang juga salah satu pemimpin penelitian ini, mengatakan bahwa penelitian ini bukan tentang memprediksi kasus di masa depan. "Ini adalah hal-hal yang sudah terjadi," katanya.
Salah satu contoh yang Mora ketahui justru datang dari pengalamannya sendiri. Sekitar lima tahun yang lalu, rumah Mora di pedesaan Kolombia kebanjiran, menciptakan tempat berkembang biak bagi nyamuk. Mora terjangkit Chikungunya, virus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk. Dia selamat, tetapi dia masih menderita sakit yang berhubungan dengan penyakit itu.
Dalam kasus lain, sisa-sisa rusa kutub yang mati karena antraks digali saat lapisan es Siberia mencair akibat pemanasan pada tahun 2016. Seorang anak menyentuh hewan yang mati itu dan kemudian terkena antraks, dan pun wabah menyebar.
Aaron Bernstein, yang bekerja di Pusat Iklim, Kesehatan, dan Lingkungan Global di Fakultas Kesehatan Masyarakat Harvard, mengatakan penelitian ini merupakan peringatan yang baik tentang iklim dan kesehatan untuk saat ini dan di masa depan.
Bernstein menambahkan bahwa ini hanya melaporkan apa yang sudah kita ketahui dan apa yang belum diketahui tentang patogen mungkin lebih menarik tentang bagaimana mencegah perubahan iklim lebih lanjut dapat mencegah bencana di masa depan seperti COVID-19.***
Sumber:
The Associated Press
Voice of America
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.