Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Al Fatih Al Islamy

Konsep Dain (Utang Piutang) Dalam Perspektif Islam

Agama | 2023-12-17 21:16:12
Ilustras soal utang piutang. (Foto: Istimewa)

Utang-piutang adalah salah satu bentuk transaksi yang umum terjadi dalam kehidupan masyarakat. Utang-piutang dapat terjadi dalam berbagai konteks, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Dalam kehidupan pribadi, utang-piutang dapat terjadi antara anggota keluarga, teman, atau tetangga. Dalam kehidupan sosial, utang-piutang dapat terjadi antara individu, kelompok, atau Lembaga Utang-piutang merupakan suatu akad yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang terlibat. Pihak yang memberikan utang memiliki hak untuk menerima kembali utangnya, sedangkan pihak yang berutang memiliki kewajiban untuk membayar utangnya.

Dalam artikel ini, kita akan menulusuri konsep dain dalam perspektif Islam dari segi Pengertian, Dasar Hukum,Rukun dan Syarat Utang Piutang, Serta Prinsip Utang Piutang.

A. Pengertian Utang Piutang Menurut Perspektif Islam

Dalam bahasa Arab, utang adalah hak milik orang lain yang harus dikembalikan. Utang juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan atau dilunasi. Menurut mazhab Hanafiyah, utang termasuk dalam kategori al-milk, yaitu hak milik. Utang dapat dikategorikan sebagai al-Māl al-Hukmi, yaitu sesuatu yang dimiliki oleh pemberi utang, sementara harta itu berada pada orang yang berutang.

Oleh karena itu, utang negara adalah milik rakyat dan dipergunakan untuk keperluan rakyat. Selain itu, utang secara bahasa juga dapat bermakna memberikan pinjaman. Utang mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utang. (Nurul Huda, 2012: 239).

Secara umum, utang adalah tindakan memberikan harta kepada orang lain untuk digunakan dan diganti di kemudian hari. (Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, 2009: 152). Namun, dalam konteks lembaga keuangan syariah, utang adalah pemberian dana atau tagihan dari lembaga keuangan syariah kepada nasabah untuk dibayarkan secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Definisi ini berlaku untuk akad pinjam-meminjam antara nasabah dan lembaga keuangan syariah.

B. Dasar Hukum Utang - Piutang

Hukum utang piutang dalam Islam pada dasarnya dibolehkan, bahkan dianjurkan, terutama bagi orang yang memiliki kelebihan harta untuk memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan. Hal ini karena utang piutang dapat menjadi sarana untuk menolong sesama dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 245:

وَمَنْ يَقْتَرِضِ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً

"Dan barangsiapa yang meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah akan melipatgandakan pembayarannya dengan banyak."

Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa utang-piutang adalah suatu perbuatan yang baik, asalkan dilakukan dengan jujur dan memenuhi syarat-syaratnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ أَقَامَ صَلَاتَهُ، وَآتَى زَكَاتَهُ، وَأَطَاعَ إِمَامَهُ، وَأَحْسَنَ جِوَارَهُ، وَقَضَى دَيْنَهُ فَدَخَلَ النَّارَ فَقَدْ حَارَتْ مَائِهُ

"Barangsiapa yang mendirikan shalatnya, menunaikan zakatnya, mentaati imamnya, berbuat baik kepada tetangganya, dan membayar utangnya, maka dia tidak akan masuk neraka."

Dari ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa utang-piutang merupakan suatu perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Namun, utang-piutang harus dilakukan dengan jujur dan memenuhi syarat-syaratnya.

C. Rukun dan Syarat Dain

Adapun yang menjadi syarat dan rukum yang harus dipenuhi dalam utang-piutang adalah sebagai berikut:

a) Sighat

Sighad akad adalah dua ucapan yang saling berkaitan yang menunjukkan adanya kesepakatan antara dua pihak dalam suatu perjanjian. Para ulama sepakat bahwa ijab dan kabul dalam akad utang-piutang sah dilakukan dengan menggunakan kata "utang" atau kata lain yang memiliki makna yang sama, seperti "aku meminjamkan kepadamu" atau "aku meminjam darimu". Demikian pula, kabul dalam akad utang-piutang sah dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang menunjukkan kerelaan, seperti "aku berutang", "aku menerima", atau "aku setuju".

b) Akad

Akad yang dimaksud adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pemberi utang dan penerima utang.

Adapun syarat-syarat bagi penerima utang adalah:

· Merdeka, yaitu tidak dalam keadaan perbudakan.

· Balig, yaitu telah mencapai usia dewasa.

· Berakal sehat, yaitu mampu memahami konsekuensi dari perjanjian utang-piutang.

· Pandai, yaitu mampu membedakan antara baik dan buruk.

c) Harta yang dihutangkan

Rukun harta yang diutangkan terdiri dari tiga hal:

· Harta tersebut harus berupa benda yang sejenis dan memiliki nilai yang tidak berbeda jauh, seperti uang, barang yang dapat ditukar, ditimbang, atau dihitung.

· Harta tersebut harus bersifat benda dan tidak dapat berupa jasa.

· Harta tersebut harus diketahui secara jelas baik dari segi jumlah maupun sifatnya.

D. Prinsip Utang Piutang

Utang merupakan suatu hal yang wajar terjadi dalam kehidupan, termasuk dalam ajaran Islam. Hal ini merupakan suatu ketentuan Allah yang sudah berlaku sejak zaman dahulu. Dalam Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 282, Allah SWT memerintahkan kepada orang yang berutang untuk mencatat utang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa utang adalah suatu hal yang boleh dilakukan, asalkan memenuhi sejumlah prinsip dan etika. Prinsip-prinsip utang yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

· Utang harus menjadi pilihan terakhir ketika semua upaya untuk mendapatkan dana secara halal dan sukarela tidak berhasil. Utang tidak boleh menjadi kebiasaan, karena akan melemahkan kemandirian dan semangat untuk berusaha.

· Jika terpaksa berutang, jangan berutang melebihi kemampuan untuk membayarnya. Utang yang melebihi kemampuan akan menyebabkan kesulitan dan ketergantungan pada orang lain. Hal ini dapat merusak harga diri dan martabat seseorang.

· Orang yang berutang harus memiliki niat dan komitmen untuk membayar utangnya. Jika tidak, maka utang tersebut akan menjadi beban yang berat. Menunda pembayaran utang bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman, sehingga dapat dikenakan sanksi.

Intinya, Utang – piutang (Dain) adalah suatu akad yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang terlibat. Orang yang berutang memiliki kewajiban untuk membayar utangnya, sedangkan orang yang memberi utang memiliki kewajiban untuk memberikan utang kepada orang yang membutuhkan dan dengan kualitas yang baik.Utang merupakan suatu hal yang wajar terjadi dalam kehidupan, termasuk dalam ajaran Islam.Namun, utang harus menjadi pilihan terakhir dan tidak boleh melebihi kemampuan untuk membayarnya. Orang yang berutang juga harus memiliki niat dan komitmen untuk membayar utangnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image