Akad Jual Beli dalam Islam: Definisi, Rukun, Sumber Hukum, Macam-macam serta Contoh
Bisnis | 2023-12-17 18:12:47Saat ini ekonomi syariah sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ekonomi syariah muncul sebagai solusi dari permasalahan sistem ekonomi yang semakin tidak pasti kedepanya. Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang di atur sesuai prinsip syariah atau aturan dalam islam yang tujuanya adalah untuk kemaslahatan umat yaitu semua orang.
Disini kita akan membahas sedikit mengenai ekonomi islam pada bagian akad dalam jual beli. Bagaimana akad jual beli yang sesuai prinsip syariah. Langsung saja kita bahas .
Baik teman-teman yang pertama kita harus mengetahui dahulu apa itu pengertian dari jual beli. Jadi, secara etimologi “Jual Beli” didefinisikan sebagai pertukaran barang dengan barang, seperti sistem barter. Secara khusus, istilah "Jual Beli" merujuk pada proses transaksi yang melibatkan dua aktivitas sekaligus, yaitu menjual dan membeli.
Adapun sumber hukum mengenai jual beli yang teman-teman perlu ketahui yaitu ada pada surah Al-baqarah : 275 yang artinya:
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al- Baqarah : 275)
Setelah itu ada yang namanya rukun-rukun dalam kegiatan jual beli yang perlu diketahui. Rukun dalam jual beli diantaranya:
1. Pihak yang bertransaksi (pembeli dan penjual)
2. Ijab dan Qabul
3. Barang yang diperjualbelikan
4. Harga
Baik teman-teman sudah dijelaskan apa itu jual beli, rukun-rukun dalam jual beli. Selanjutnya, ada pun yang dinamakan dengan “akad” jual beli dalam islam.
Macam-macam akad jual beli dalam islam diantaranya :
1. Akad salam
Salam berasal dari kata As-salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya di muka. Para ahli fikih menamainya al mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ini sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada di tempat. "mendesak", dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari sementara dari sisi penjual, la sangat membutuhkan uang tersebut.
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menjelaskan, salam merupakan akad atas barang yang dipesan dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan diserahkan pada waktu yang telah disepakati lalu dibayar secara tunai di majlis akad.
Sedangkan ulama Malikiyah mengatakan bahwa akad salam adalah dimana pembayaran dilakukan dimuka dan barang yang dipesan akan diserahkan kemudian dengan jangka waktu yang disepakati.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskan dengan benar ..” (QS. Al-Baqarah : 282)
Sebagai contoh dalam sebuah perjanjian transaksi yang menggunakan akad salam, seorang pembeli membeli 1 hektar lahan padi dengan harga Rp15 juta. Pada saat transaksi terjadi, padi tersebut masih dalam proses pertumbuhan dan belum siap dipanen. Jika terjadi serangan hama yang mengakibatkan tidak dapat panen atau menghasilkan jumlah gabah yang kurang dari 5 ton, maka pembeli akan mengalami kerugian (dengan asumsi harga per kilogram gabah sebesar Rp3.000). Sebaliknya, jika hasil panen mencapai 8 ton, maka petani yang akan mengalami kerugian.
2. Akad Istishna
Secara sederhana, istishna' boleh disebut sebagai akad yang terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang disepakati antara keduanya.
Istishna adalah kesepakatan antara dua pihak, yakni pembeli (mustashni) dan penjual (shani) terkait pemesanan barang berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati kedua pihak. Dengan demikian, penjual berkewajiban menyiapkan barang pesanan dan pembeli wajib membayarnya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuai dengan jalan perniagaan (jualbeli) yang beraku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan jangalah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa: 29)
Jika Anda ingin memesan rumah sesuai dengan preferensi Anda, opsi yang dapat Anda pertimbangkan adalah melalui akad istishna. Sebagai contoh, jika Anda menginginkan rumah dengan 3 kamar tidur, desain minimalis, dan memiliki kolam renang, Anda bisa memilih untuk memesan rumah KPR melalui lembaga perbankan syariah yang menawarkan fasilitas tersebut.
3. Akad Murabahah
Pengertian murabahah adalah akad dalam syariah Islam yang menetapkan harga produksi dan keuntungan ditetapkan bersama oleh penjual dan pembeli. Sehingga skema akad murabahah adalah transparansi penjual kepada pembeli. Pembiayaan murabahah membuat pembeli mengetahui harga produksi suatu barang dan besaran keuntungan penjual.
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang murabahan dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dinginkannya. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar atas besaran margin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.
Dasar hukum murabahah adalah dari Al-Quran dan Ijma para ulama. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/2000 mengenai murabahah adalah penjualan barang yang menekankan harga beli kepada pembeli dan pembeli bersedia membeli dengan harga lebih tinggi sebagai perolehan keuntungan penjual. Ijma para ulama ini mengikuti aturan yang telah disebutkan dalam Al-quran.
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu...”. (QS 4:29)
Deni adalah seorang pengusaha, berencana untuk memperoleh sebuah rumah yang dimiliki oleh Pak Ali. Pak Ali menjelaskan bahwa harga pembelian rumah tersebut adalah Rp300 juta, dan ia berniat menjualnya seharga Rp500 juta, dengan keuntungan sebesar Rp200 juta.
Tetapi, Deni mengajukan tawaran agar keuntungan yang diterima Pak Ali berkurang menjadi Rp150 juta, sehingga harga jualnya menjadi Rp450 juta. Pak Ali menerima tawaran tersebut, sehingga keduanya setuju untuk menetapkan harga murabahah rumah sebesar Rp460 juta, dengan pembayaran angsuran sebesar Rp7,5 juta per bulan.
Referensi
Sofiana, S., & Ekosiana, A. (2020). EKOSIANA: Jurnal Ekonomi Syari’ah MANAJEMAN AKAD SALAM DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Jurnal Ekonomi Syari’ah, 7(1).
Moh. Mukhsinin S. dan Ifdlolul Maghfur, "Implementasi Jual Beli Akad Istishna' di Konveksi Duta Collection's Yayasan Darut Taqwa Sengon Agung" Jurnal Ekonomi Islam 11 No. 1 (2019), 143
https://www.ocbc.id/id/article/2021/07/12/akad-murabahah
https://www.ocbc.id/id/article/2021/07/12/akad-murabahah
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.