Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Rifky Ali

Hukum dan Jenis Istilah Praktik Pemberian

Agama | 2024-12-25 19:37:42
Sumber: https://images.app.goo.gl/QBs6ttcuojGH9GbE8

Memberi sesuatu barang atau harta pribadi kepada seseorang tanpa adanya timbal balik merupakan suatu praktik kegiatan yang terpuji, sebab praktik itu merupakan kegiatan pemindahan hak milik kepada orang lain secara cuma-cuma. Terlepas dari pemberian yang tidak dibenarkan, seperti praktik suap dangan tanpa alasan yang benar secara syariah.

Kegiatan terpuji ini berdasarkan analogi Rasulullah SAW yang menyimpulkan bahwa orang yang memberi lebih baik dari pada yang menerima. Dalam hadis disebutkan, yang artinya : “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah” (HR Bukhari dan Muslim). Dan ada juga hadis lain yang mendukung hal tersebut yang artinya: “Barangsiapa yang memberi makan kepada seorang mukmin hingga membuatnya kenyang dari rasa lapar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam salah satu pintu surga yang tidak dimasuki oleh orang lain” (HR. Thabrani).

Dalam fiqh muamalah, terdapat Pembagian hukum dan istilah akan hal tersebut. Pengklasifikasian ini ditinjau dari motivasi serta tujuan dari pemberian tersebut, ada yang berhukum wajib seperti Zakat. Ada yang berhukum sunah seperti Shadaqah. Dan juga ada yang berhukum haram seperti Risywah. Untuk itu, mari kita bahas jenis istilah-istilah tersebut dengan melalui jalur hukum di masing-masing pemberian barang. Berikut pembagian-pembagiannya:

1. Pemberian Wajib

Pemberian yang berhukum wajib merupakan sebuah keharusan atas dia yang telah memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan. Jika berupa keharusan, maka berdosa apabila tidak dilaksanakan. Pemberian tersebut bisa diistilahkan dengan Zakat, Nadzar, dan Kafarah.

Zakat adalah Bagian bagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh umat Islam yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Zakat bisa berupa zakat Mal (harta) dan zakat fitrah (jiwa). Tujuan dari zakat itu sendiri adalah membersihkan jiwa, memupuk kebaikan, dan memberikan manfaat kepada masyarakat.

Nadzar adalah janji atau sumpah yang diucapkan untuk mewajibkan diri sendiri melakukan sesuatu yang tidak wajib dalam syariat Islam. Dari pengertian ini, kata sesuatu adalah kata yang global, yakni bisa mengarah pada memberi harta ataupun melakukan jasa.

Kafarat adalah cara untuk menghapus dosa atau kesalahan yang dilakukan secara sengaja, dan merupakan denda yang wajib dibayarkan. Tujuannya agar pelanggaran tersebut tidak dihitung sebagai dosa di dunia maupun akhirat.

2. Pemberian Sunah

Pemberian yang berhukum sunah sering kita dengar dengan kegiatan berderma. Dalam berderma tidak ada paksaan di dalamnya, melainkan bersumber dari sukarela, hanya mengharapkan ridho dan pahala dari Allah SWT (Tabarru’). Sehingga tidak ada konsekuensi dosa apabila tidak melaksanakannya, bahkan janji pahala dari Allah SWT bagi dia yang melakukannya. Inilah makna dari hukum sunah dalam konteks agama Islam. Pemberian sunah memiliki bermacam-macam istilah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Yaitu Hibah, Wakaf, Sedekah, dan Hadiah serta Infaq.

Hibah adalah menyerahkan kepemilikan suatu barang tanpa adanya timbal balik kepada orang lain secara umum, baik sedang membutuhkan atau tidak sedang membutuhkan. Apabila terdapat timbal balik, maka bukan hibah namanya akan tetapi masuk katagori jual beli (al-Bai’). Tujuan hibah sendiri untuk mempererat persaudaraan dan ikatan sosial di antara sesama manusia.

Wakaf adalah perbuatan memisahkan sebagian harta untuk dimanfaatkan untuk kepentingan umum atau ibadah. Wakaf merupakan bentuk amal jariyah yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Peranan wakaf terdapat dalam pembangunan ekonomi, seperti pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan fasilitas publik.

Shadaqah adalah menyerahkan kepemilikan suatu barang tanpa adanya timbal balik kepada orang lain secara umum, hanya saja motivasi sedekah teruntuk pada orang yang sedang membutuhkan, baik kepada orang kaya atau pun fakir miskin, tetapi lumrah didistribusikan pada kalangan fakir miskin. Terdapat banyak kesamaan antara tujuan dan motivasi hibah dan sedekah, hanya saja kekhususan sedekah ada pada nilai menolong orang yang sedang membutuhkan.

Hadiah adalah menyerahkan kepemilikan suatu barang tanpa adanya timbal balik kepada orang lain secara umum dalam rangka ungkapan apresiasi kepadanya, kadang atas pencapaian gemilangnya sebagai juarawan, atau atas bertambah umurnya(ulang tahun). Tujuan utama hadiah tetap sama persis dengan hibah, hanya saja, pemberian atas dasar hadiah lebih pada bukti keikutsertaan dalam pencapaian tersebut. Dan perlu diingat, ini juga katagori praktik kegiatan berderma.

Infaq adalah tindakan memberikan harta atau benda yang dimiliki secara sukarela untuk kepentingan sosial, pendidikan, kesehatan, dan kegiatan kemanusiaan lainnya. Tujuan utamanya juga sama seperti yang sebelum-sebelumnya, yakni menggapai ridho dan pahala dari Allah SWT.

Namun perbedaan ditemukan dalam makna istilah antara hibah, sedekah, dan hadiah serta infaq, dengan makna istilah wakaf. yaitu antara memberikan harta dan melepaskan harta. Jika infaq maka kepemilikan jatuh pada objek yang ditentukan dan berhak mendistribusikan kembali barang yang diinfaqkan. Berbeda dengan wakaf, kalau wakaf kepemilikan diserahkan kepada Allah SWT. Maka barang yang diwakafkan hanya bisa dimanfaatkan, tidak berhak mendistribusikan.

3. Pemberian Haram

Pemberian yang berhukum haram merupakan pemberian yang pemberinya tidak dinilai baik oleh agama Islam, akan tetapi sebaliknya, dinilai sebagai perbuatan buruk dan tercela. Artinya, hal ini harus dihindari. Mari kita kenali jenis pemberian yang berhukum haram tersebut. Yaitu Risywah.

Risywah (Suap) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Artinya, pemberian suap bertujuan untuk memperjuangkan dan menegakkan perkara batil. Praktik ini berdosa, sebab Allah SWT telah menegaskan larangannya pada sejumlah ayat Al Quran. Di antaranya firman Allah SWT dalam Q.S. Al- Baqarah (2: 188) yang artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui”. Begitu pun juga, Rasulullah SAW telah memberi peringatan secara tegas untuk menjauhi praktik Risywah (suap). Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Allah melaknat orang yang memberi suap, penerima suap, sekaligus broker suap yang menjadi penghubung antara keduanya” (HR. Ahmad).

Praktik suap ini seringkali tidak terlalu jelas karena telah menjadi budaya dalam masyarakat. Seperti dalam pemasaran asuransi atau dalam ranah pengambilan keputusan oleh pemegang kekuasaan, baik pada hakim persidangan atau contoh lainnya, semisal kepada pemilik perusahaan dalam dunia pekerjaan. Terkadang praktik ini ditemui untuk memudahkan urusan.

Inilah hukum dan istilah untuk praktik pemberian yang berlandaskan pada hukum syariah Islam. Semoga tulisan singkat ini menjadi tambahan wawasan khazanah keilmuan kita.

Terimakasih

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image