Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Rafly Zafran

Menilik Paham Kepemilikan dalam Fiqh Muamalah

Agama | Sunday, 17 Dec 2023, 07:02 WIB
Ilustrasi kepemilikan dalam Fiqh Muamalah. Pixabay: https://pixabay.com/illustrations/house-home-ownership-domestic-2368389/

Dalam ajaran Islam, kekayaan yang Allah SWT telah sediakan di dunia ini boleh dimiliki atau diakses oleh umat manusia dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup. Konsep "harta" dalam Islam bermula dari pemikiran bahwa manusia mempunyai tendency mendasar untuk memiliki harta pribadi, namun membutuhkan orang lain dalam kehidupan sosial. Harta atau kekayaan yang Allah SWT sediakan merupakan anugerah kepada manusia, dengan tujuan dimanfaatkan demi kesejahteraan ekonomi seluruh umat manusia sesuai kehendak Allah SWT.

Menurut Fiqh Muamalah, konsep "kepemilikan" dapat diartikan sebagai 'Suatu kekuasaan atas harta (Barang/Jasa) serta hak untuk memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang sesuai ajaran Islam, tanpa intervensi pihak ketiga'. Artinya, kepemilikan adalah suatu hak kuasa oleh seseorang atas barang atau jasa tanpa campur tangan orang lain dan memanfaatkan barang.

Q.S. Al - Maidah [5] : 120

لِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا فِيْهِنَّ ۗوَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Hanya milik Allah kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang ada di dalamnya. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu"

Dari Q.S Al - Maidah [5] : 120, Allah SWT menyatakan bahwa seluruh isi bumi dan langit sesungguhnya hanya milik Allah SWT. Manusia hanya sebagai pengguna atau yang memanfaatkan apa yang sudah Allah SWT ciptakan serta amanahkan. Memaksimalkan dan memanfaatkan segala yang dimiliki Allah tergantung pada manusia sendiri.

Terdapat beberapa sebab seseorang memiliki harta yang sebelumnya tidak mempunyai hak milik menjadi hak miliknya. Sebab kepemilikan harta telah dibatasi dengan batasan yang telah dijelaskan oleh syara’. Berikut adalah sebab – sebab kepemilikan dalam Fiqh Muamalah.

1. Bekerja (al - Amal)

Menurut Islam, semua harta atau pendapatan yang berasal dari hasil kerja seseorang adalah harta atau pendapatan yang halal, bukan hasil dari rampasan harta orang lain. Islam menetapkan dalam bentuk kerja tertentu yang halal untuk dijadikan sebagai sebab kepemilikan, antara lain:

 

  • Menghidupkan tanah mati (ihya' al - mawaat)
  • Menggali kandungan bumi
  • Berburu
  • Mudharabah (Kerja sama antara pemodal dengan pengelola modal)
  • Ijarah (Kemilikan jasa dari seorang yang dikontrak oleh orang yang mengontrak)
  • Makelar (Broker/Samsarah)

2. Warisan (al - Irts)

Pemindahan hak kepemilikan dari seseorang yang sudah wafat kepada ahli waris sehingga ahli waris tersebut menjadi sah untuk menjadi pemilik dari harta yang diwariskan oleh orang yang sudah wafat tersebut.

3. Pemberian harta negara

Lembaga seperti BMT (Baitul Maal wat Tamwil) sudah hadir dari awal perkembangan Islam, yang lahir pada zaman Rasulullah SAW dengan tujuan pengumpulan dana, mendukung pemerintah dalam mengurangi kemiskinan, serta meingkatkan kualitas ekonomi negara dengan mendorong UMKM dengan memberi kemudahan.

Selanjutnya, berdasarkan jumlah orang yang mempunyai hak kepemilikan, terdapat beberapa sifat kepemilikan:

1. Kepemilikan individu

Setiap manusia berhak untuk mengakumulasi kekayaan dan menguasai suatu benda/jasa. Kebebasan dalam kepemilikan individu dalam Islam harus sesuai dengan syar’I, tidak digunakan untuk tujuan yang dianggap merugikan orang lain serta berfoya – foya. Harta dalam Islam juga sebaiknya tidak ditimbun (Kanz al – mal), karena harta seperti uang sesungguhnya seperti air yang mengalir kepada segala arah.

Islam menganjurkan kepada manusia untuk selalu sedekah dan membagi kepada mereka yang membutuhkan. Bagi mereka yang mungkin memiliki kekayaan atau harta yang lebih sebaiknya dibagikan dengan berzakat kepada yang membutuhkan.

2. Kepemilikan berkelompok

Kepemilikan yang dikuasai oleh lebih dari satu orang, tetapi bukan milik publik. Harta atau kekayaan berkelompok atau kolektif sebaiknya digunakan sesuai dengan perjanjian atau akad yang sudah disepakati sebelumnya.

3. Kepemilikan Publik/Negara

Negara atau pemerintah menjadi hak milik terhadap harta dan kekayaan. Pemerintah wajib berperan sebagai distributor kekayaan atas harta yang dimiliki serta mengalokasikan sumber daya dan memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki negara tersebut. Negara sebagai hak milik pendapatan negara dan kekayaannya mempunyai amanah terhadap masyarakat negara tersebut, seperti mengutamakan masalah – masalah yang dihadapi oleh publik untuk tujuan kepentingan umum.

Kepemilikan umum dimiliki oleh pemerintah karena hak tersebut merupakan hak seluruh rakyat dalam suatu negara, yang pengelolaan ada pada tangan pemerintah. Pemerintah memiliki hak untuk mengelola karena ia merupakan representasi kepentingan rakyat.

Fiqh Muamalah menjelaskan bahwa kepemilikan terbagi menjadi dua macam:

1. Kepemilikan sempurna (Al – milk At – taam)

Arti kepemilikan sempurna adalah kepemilikan dari harta atau kekayaan serta manfaat sepenuhnya milik orang dengan hak pemilik tersebut, sehingga seluruh harta tersebut berada di bawah pengawasan orang dengan hak pemilik tersebut. Sifat kepemilikan ini bersifat tetap, tidak berperiode dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain.

Contoh kepemilikan sempurna adalah seseorang memiliki aset seperti properti berupa rumah, mobil, tanah, handphone, dsb. Dengan asumsi bahwa orang tersebut membeli semua itu dengan uangnya sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa dia sebagai pemilik mutlak terhadap aset – aset tersebut.

Ciri - ciri kepemilikan sempurna:

 

  • Waktu kepemilikan atas harta tersebut tidak terbatas.
  • Jika harta tersebut dimiliki secara kolektif, maka masing – masing orang bebas untuk menggunakannya, sesuai kesepakatan bersama.
  • Kepemilikan sekarang mempunyai hak yang lebih kuat dibanding kepemilikan sebelumnya. Contohnya saat seseorang membeli mobil bekas dari orang lain. Orang yang telah membeli mobil tersebut mempunyai hak kepemilikan yang lebih kuat dibandingkan pemilik sebelumnya.

2. Kepemilikan tidak sempurna (Al - milk An - naqish)

Arti kepemilikan tidak sempurna adalah kepemilikan harta yang tidak bersifat mutlak atau hanya menguasai secara material atau manfaat, tetapi tidak keduanya. Kepemilikan tidak sempurna pada umunya bersifat sementara atau terbatas, seperti sewa – menyewa kendaraan.

Ciri – ciri kepemilikan tidak sempurna:

 

  • Waktu kepemilikan dibatasi, sesuai kesepakatan.
  • Tidak bisa diwariskan, karena hanya pemilik utama yang bebas menggunakan harta tsb, bukan penyewa/peminjam.
  • Pihak yang memanfaatkan barang/harta untuk sementara berkewajiban untuk mengembalikannya kepada pemilik jika diminta kembali.
  • Orang yang tidak mengembalikan barang/harta yang diberikan oleh pemilik untuk sementara berhak untuk menuntut pihak penyewa/peminjam, karena pemilik telah mengamanahkan barang/hartanya kepada penyewa/peminjam, sehingga peminjam harus ganti rugi apabila terjadi kerusakan/kehilangan, sesuai kesepakatan sebelumnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image