Cerpen: Jangan Ulangi Kisah yang Sama
Sastra | 2023-12-16 07:05:14“Di dunia ini kukira cuma Elora yang sombong. Aku nggak bisa kepo sama dia. Nggak bisa berbuat apa-apa.”
Aku tertawa mendengar pengakuanmu itu. Kamu mengagumi seorang perempuan yang hobinya menulis pernak-pernik kehidupan. Terlihat apa yang dituliskannya adalah refleksi dirinya.
“Ya emang Elora itu berkelas. Bukan kaleng-kaleng. Makanya jangan sembarangan sama dia.”
“Justru itu yang membuat aku semakin pingin tahu bagaimana dia.”
“Terus ”
“Bantu aku dong!”
“Ogah!”***
Elora. Kita mengenalnya melalui komunitas menulis. Kebetulan kita memang satu grup di komunitas itu. Dibanding dengan anggota lain, Elora termasuk penulis yang jarang membagikan karyanya.
“Tulisan saya biar mencari titik temunya sendiri, Mbak,” terang Elora saat kutanya kenapa dia jarang membagikan tulisannya.
“Selama tulisan saya bermanfaat, pasti banyak yang baca, Mbak. Toh ini juga cuma hobi saja. Bukan untuk mencari uang.”
“Ya tapi sikap seperti itu bisa bikin orang lain menganggap kalau kamu sombong.”
Elora tersenyum.
“Emang ada ya yang bilang seperti itu?”
“Ya ada.”
“Oh ya?” tanya Elora dengan mata membulat.
“Saya kira nggak perlu menjelaskan tentang diri saya, Mbak. Biar saja muncul anggapan-anggapan seperti itu.”
“Kamu nggak merasa terganggu atau khawatir?”
Elora menggelengkan kepalanya.
Aku sendiri sebagai seorang perempuan bisa kagum pada prinsip Elora. Apalagi kaum Adam seperti kamu.
“Kira-kira ada lelaki yang mendekati dia apa nggak ya, Sih?”
“Iiih mana aku tahu! Kalau kutanyakan, khawatir kalau Elora tersinggung.”
Aku sengaja tak mengatakan kalau beberapa sahabat yang juga ingin dekat dengannya. Namun kata mereka, Elora itu perempuan penuh misteri. Lagipula kalau kuceritakan, kamu malah bisa kalang kabut.
“Kok tersinggung.”
“Ya siapa tahu ada trauma sama buaya,” jawabku sambil memandangmu.
“Ya tapi bilang buaya-nya jangan mengarah ke aku gitu-lah!”
***
“Ya Allah, Kinasih. Ternyata Elora itu putri dari temen Bunda!” ucapmu, setelah seminggu tak bertemu.
Setiap bertemu denganmu, yang dibahas Elora. Kurasa kau memang jatuh cinta sama dia.
“Oh ya?”
Kau duduk di sampingku. Wajahmu terlihat ceria. Lebih dari biasanya.
“Iya. Kemarin Bunda minta diantar ke rumah Tante Nara. Dia teman Bunda. Eh, di rumah Tante Nara, aku ketemu Elora. Ternyata Tante Nara itu ibunya Elora! Aku mendapat kejutan luar biasa.”
“Lalu apa yang mau kamu lakukan?”
“Ya belum tahu pasti sih. Nggak bisa sembarangan untuk dekat dengan Elora.”
Kamu lalu bercerita, dari cerita Bunda-mu, kalau bapak Elora tak diketahui rimbanya. Elora dan ibunya ditinggal sendiri, tanpa kabar. Untuk bertahan hidup, ibu Elora membuka toko kelontong yang belum pasti laris dagangannya. Hidup mereka prihatin.
Sejak awal, keluarga bapak Elora tak menyukai ibu Elora. Tapi mereka nekat menikah meski keluarga tidak memberikan restu. Jadi kemungkinan, akhir ceritanya bapak Elora dipaksa untuk meninggalkan mereka. Bahkan bisa jadi bapaknya menikah lagi.
“Kasihan sekali Elora. Sedari kecil merasakan hidup tanpa kasih sayang seorang ayah.”
“Nah, mungkin itulah yang membuatnya tertutup. Perempuan misterius kata temen-temen lain.”
“Hei maksud dari temen-temen itu siapa? Lelaki?”
Aku tak berikan keterangan apapun padamu. Kutahu, kuncup cinta mulai tumbuh di hatimu. Sebentar lagi akan bermekaran.
“Kalau kamu sudah tahu tentang kisah ibunya Elora, jangan ulangi lagi kisah yang sama untuk Elora.”
Branjang, 16 Desember 2023
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.