Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salsabiil Firdaus Official

Dilema Kebutuhan dan Kemanusiaan

Politik | Friday, 15 Dec 2023, 20:48 WIB
Aksi Boikot Israel atas Kejahatan Kemanusiaan di Palestina

Belakangan ini fenomena yang sedang ramai diberitakan di berbagai media lokal maupun internasional, yakni konflik Israel dan Palestina telah menimbulkan kubu pro dan kontra, tak terkecuali Indonesia. Bahkan di media sosial mulai bermunculan konten-konten kreator yang membahas tentang konflik ini. Ada kubu yang secara terang-terangan membela dan mendukung Palestina dan yang membela aksi genosida Israel sebagai dalih membela diri.

Sebenarnya konflik Palestina-Israel bukanlah suatu hal yang baru, tetapi sudah berlangsung selama puluhan tahun. Namun hikmah yang bisa diambil dari konflik Palestina-Israel ini adalah, dengan adanya konflik ini telah membuka mata-mata dunia yang semula acuh terhadap penderitaan rakyat Palestina dan kejamnya penjajahan Israel, kini mulai bermunculan aksi-aksi solidaritas dan dukungan dari berbagai wilayah di belahan dunia. Namun bagaimana konflik Palestina-Israel itu berawal?

Asal Mula Konflik Palestina-Israel

Palestina sebagai sebuah tanah yang merdeka dan berdaulat, yang berada di bawah kepemimpinan khilafah Islamiyyah Turki Utsmani harus menerima kenyataan bahwa tanah Palestina jatuh ke tangan kolonialisme Inggris dari wilayah Ottoman disebabkan Kekhilafahan Turki Utsmani yang menjadi pihak yang kalah pada Perang Dunia I. Tindakan Inggris ini juga diperkuat oleh mandar dari Liga Bangsa-Bangsa yang mendukung pengambilalihan wilayah Palestina dari kekuasaan Ottoman menjadi wilayah kekuasaan kolonialisme Inggris.

Hingga pada akhirnya pada 2 November 1917, ditandatangani perjanjian penyerahan Palestina kepada Zionis Israel yang dikenal dengan Deklarasi Balfour. Sebelum Deklarasi Balfour itu terjadi, sebenarnya sudah ada sekitar 56.000 imigran yahudi yang datang di tanah Palestina, hingga pada puncaknya pada tahun 1939-1945 terjadi imigran yahudi besar-besaran ke tanah Palestina. Hal ini juga disebabkan karena adanya tragedi Holocous yang gencar dilakukan di Eropa.

Genosida terhadap ras Yahudi inilah yang mendorong kaum yahudi di Eropa untuk berimigrasi ke tanah Palestina. Hingga Liga Bangsa-Bangsa yang berubah menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa pun membagi tanah Palestina menjadi dua, yakni bagi warga Arab Palestina dan bagi Yahudi. Hal itu pun memantik kemarahan dari warga pribumi Palestina yang menyebabkan beberapa konflik kecil soal perebutan lahan.

Konflik pun akhirnya memuncak ketika Negara Israel pun dideklarasikan di tanah Palestina dengan ibukotanya di Yerussalem pada 15 Mei 1948. Buntut dari Deklarasi Negara Israel pun akhirnya memicu kemarahan rakyat Palestina hingga pecahlah peristiwa Al-Nakhba. Hingga akhirnya saat ini dengan peralatan militer yang canggih, Israel pun terus memperluas wilayah negaranya dengan penggusuran dan agresi militer. Peristiwa penggusuran dan agresi militer Israel dalam memperluas wilayahnya terus dilakukan hingga hari ini.

Perspektif dalam Konflik Palestina-Israel

Dalam menyikapi fenomena konflik Palestina-Irael ini, kita harus melihat dari tiga perspektif. Pertama perspektif kita sebagai orang muslim. Jelas sekali di dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 10 dijelaskan bahwasanya setiap mu’min itu bersaudara satu sama lain.

Bahkan di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwasanya setiap umat mu’min itu diibaratkan satu tubuh, jikalau satu anggota tubuh itu sakit maka semua anggota tubuh lainnya pun akan merasa sakit. Jika di dalam fenomena ini kita tidak merasakan sakit dan pedihnya rakyat Palestina disana, maka keimanan kita ikut dipertanyakan.

Yang kedua adalah perspektif kita sebagai bangsa Indonesia. Jelas terdapat dalam pembukaan konstitusi kita yang menyatakan bahwasanya kemerdekaan itu hak semua bangsa, sehingga segala bentuk penjajahan harus dihapuskan karena melanggar prinsip kemanusiaan dan keadilan.

Bahkan presiden pertama Republik Indonesia, “Sang Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”, Presiden Soekarno pun berbicara untuk menyatakan sikap bangsa Indonesia dalam Sidang Umum PBB tahun 1960 mengatakan bahwa :

Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada rakyat Palestina, maka bangsa Indonesia berdiri bersama Palestina untuk menentang penjajahan tersebut”.

Pernyataan tersebut secara jelas menunjukkan sikap Indonesia dalam menentang penjajahan Israel sebagai bentuk solidaritas dengan berdiri tegak bersama bangsa Palestina dalam menggapai kemerdekaannya.

Dan yang ketiga adalah perspektif kita sebagai manusia. Kita sebagai manusia memandang bahwasanya konflik ini bukanlah sekedar konflik antar agama atau konflik perebutan wilayah, tetapi lebih dari itu. Konflik ini menyangkut ribuan bahkan jutaan nyawa masyarakat sipil Palestina yang sebagian besar terdiri dari anak-anak dan perempuan. Oleh karena itu konflik ini jelas bukalah suatu peperangan, tetapi konflik ini adalah bentuk genosida dan aksi penjajahan Israel atas rakyat Palestina.

Masyarakat Sipil menjadi Korban

Menurut laporan yang disampaikan oleh Kementrian Kesehatan Palestina dan Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) yang dikutip oleh Al Jazeera pada Kamis 23 November 2023, data jumlah korban masyarakat sipil Palestina sejak 7 Oktober 2023 – 23 November 2023 tercatat sebanyak 14.758 syuhada dan 37.750 orang luka-luka yang sebagian besar menjadi korban atas penyerangan ini adalah anak-anak dan wanita.

Bahkan, Zionis Israel pun mengancam masyarakat sipil Palestina dan para tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit Indonesia Jalur Gaza untuk segera mengosongkan lokasi karena mereka mencurigai adanya markas tersembunyi dari mujahid Hamas di bawah tanah Rumah Sakit Indonesia.

Tentara Israel pun tak segan-segan menyerang Rumah Sakit As-Shifa di Jalur Gaza dan menangkap direkturnya, dan menjatuhkan bom dan rudal di perkampungan Jabalia dan Nuseirat. Dan fenomena ini terus terjadi berulang-ulang selama berpuluh-puluh tahun tanpa adanya sanksi dan sikap tegas dari PBB selaku penjaga perdamaian dunia, seolah-olah mereka tidak menegetahui apapun fenomena ini.

Sikap Indonesia dalam Konflik Palestina-Israel

Sikap Indonesia dalam menyikapi konflik Palestina-Israel ini sudah jelas bahwa dalam pembukaan konstitusi dan sikap dan pernyataan dari Presiden Soekarno secara jelas posisi Indonesia mendukung dan berdiri bersama rakyat Palestina untuk melawan penjajahan Israel atas Palestina. Hal ini dipertegas dalam Peraturan Menteri Luar Negeri RI No. 3 Tahun 2019 yang menyatakan bahwasanya Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik apapun dengan Israel.

Indonesia melalui prinsip politik luar negerinya yakni bebas dan aktif, akan terus menyuarakan kemerdekaan bagi bangsa Palestina dan menentang segala bentuk penjajahan di dalam berbagai forum Internasional sebagai bentuk solidaritas Indonesia dengan Palestina. Indonesia juga telah membangun sebuah rumah sakit yang merupakan hasil donasi dari rakyat Indonesia yang dinamakan Rumah Sakit Indonesia di wilayah Gaza.

Maka dari itu timbulah beberapa sikap dari sebagian orang di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Mulai dari aksi solidaritis mendukung Palestina, memberikan donasi dan bantuan kemanusiaan, menyuarakan dukungan lewat media sosial, hingga melakukan aksi boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.

Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwanya yaitu Fatwa No. 83 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina yang isinya menyatakan bahwasanya wajib hukumnya untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina dan menghimbau kepada umat muslim Indonesia untuk memboikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel dan menggantinya dengan produk-produk lokal Indonesia.

Dampak yang Terjadi

Dengan adanya pemberitaan di media sosial perihal aksi boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel, bahkan telah dipertegas juga melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia dan himbauan dari pemerintah, maka kini masyarakat Indonesia pun sudah tidak asing lagi dan sudah dapat memilah dengan baik yang mana produk-produk terafiliasi dengan Israel dan yang mana tidak terafiliasi dengan Israel. Meskipun beberapa konsumen ada yang masih menggunakan produk yang terafiliasi pro Israel karena keterdesakan dan kebutuhan juga tidak adanya produk yang serupa dengan hal tersebut.

Adanya aksi pemboikotan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel, berdampak juga pada masyarakat Indonesia, khususnya yang paling berdampak adalah pada pedagang itu sendiri seperti pelaku UMKM, karena tentunya akan ada perubahan yang terjadi seperti penurunan pendapatan, pergantian barang, atau berkurangannya customer itu sendiri. Bahkan tak sedikit juga, karyawan-karyawan Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang diboikot pun terkena PHK massal. Lalu bagaimana solusi dari dampak aksi pemboikotan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel terhadap perekonomian lokal rakyat Indonesia maupun perekonomian nasional?

Solusi dan Penyelesaian

Disinilah peran pemerintah hadir dalam memberikan penyelesaian dari segala permasalahan ini. Pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan telah melakukan pendekatan kepada para pengusaha dan perusahaan yang ada di Indonesia untuk memperhatikan para pekerja yang terkena PHK.

Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia juga harus memberikan edukasi terkait aksi boikot ini dan himbauan untuk beralih penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel dengan menggunakan produk-produk buatan lokal yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia itu sendiri.

Pemerintah juga diharapkan untuk mengambil alih peran dalam menyelesaikan permasalahan ini dengan memberikan bantuan bagi para pengusaha UMKM lokal yang terdampak aksi boikot dan menciptakan lapangan kerja dengan membuka investasi dan mengembangkan teknologi baru. Setelah kita melihat persoalan dari fenomena ini, apakah kita masih mau mementingkan kebutuhan kita ketimbang kemanusiaan?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image