Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sammy alsabah

Definisi dan Ruang Lingkup Dain

Agama | 2023-12-15 13:24:13

Da’in artinya adalah hutang, dalam ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan qardh. Da’in mencakup segala jenis hutang seperti transaksi jual beli secara kredit dan akibat merusakkan barang orang lain. Contohnya adalah secara tidak sengaja kita menjatuhkan gelas di tempat makan, maka kita berhutang gelas dan termasuk dalam kategori da’in.Ada beberapa jenis hutang yang dikenal, namun secara umum ada 2 jenis hutang, yaitu hutang produktif dan hutang konsumtif. Dalam dunia Islam, hutang produktif dikenal bisa menjadi salah satu cara untuk berniaga, dan hal ini pun juga dipraktikkan oleh sahabat-sahabat Nabi dan ulama zaman selanjutnya yang berdagang, bahkan oleh Nabi sekalipun. Namun, hutang konsumtif sangat tidak dianjurkan dan sebaiknya diminimalisir.

Dalam bahasa Arab, utang merupakan sesuatu yang berada dalam tanggungjawab orang lain. Dain disebut juga dengan مة الذ وصف) sesuatu yang harus dilunasi atau diselesaikan. Menurut Hanafiyah, dain termasuk kepada almilk. Utang dapat dikatagorikan pada al-Māl al-Hukmi: “sesuatu yang dimiliki oleh pemberi utang, sementara harta itu berada pada orang yang berutang.” Sehingga utang negara adalah milik rakyat dan dipergunakan untuk keperluan rakyat. Selain itu, utang secara bahasa utang juga dapat bermakna memberikan pinjaman. Al Dain mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utang, hal ini yang membedakan al-Qardh yang tidak mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utangnya, dain lebih umum dari al-qardh.

Menurut Abu Al-Kasim kata dain berarti memberi utang atau berhutang. dan kata qardh memiliki arti apa yang dibayarkan kepada orang lain dari harta dengan syarat mengembalikannya sebagai gantinya. Adapun menurut al-Mu‟jam al-Wasid kata dain adalah adalah utang yang bertempo sedangkan qardh utang yang tidak bertempo. Qardh kamu memberikan harta kepada orang lain dengan mengharapkan pengembalian darinya. Qardhul Hasan berarti memberikan pinjaman tanpa keuntungan atau bunga, ini bisa digunakan untuk yang abstrak baik yang menyangkut kebaikan atau keburukan.

Jadi baik kata dain maupun kata qardh adalah kata yang bermakna utang yang memiliki tempo dan tidak bertempo. Hutang secara terminologi adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan ganti rugi dikemudian hari. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hutang adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam dalam jangka waktu tertentu. Definisi yang dikemukakan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah bersifat apikatif dalam akad pinjam-meminjam antara nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah.

Dasar Hukum berutang (Dain)

Hukum Utang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan utang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya utang piutang ialah sebagaimana berikut ini:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْۘا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ2

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.(QS. Al-Maidah :2)

Ayat ini memerintahkan manusia agar saling tolong menolong sesama manusia, hal ini dikarenakan manusia tidak akan dapat hidup tanpa bantuan orang lain dan selalu membutuhkan orang lain. Niat tolong-menolong yang begitu baik dan ikhlas terkadang akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari.

Rukun dan syarat Utang (Dain)

Adapun yang menjadi syarat dan rukum yang harus dipenuhi dalam utang-piutang adalah sebagai berikut:

a. Sighat Yang dimaksud sighad akad adalah ijab dan kabul. Tidak ada perbedaan diantara fukaha bahwa ijab kabul itu sah dengan lafaz utang dan dengan satu lafaz yang menunjukan maknanya, seperti kata, “aku memberimu utang”, atau “aku mengutangimu. Demikian pula kabul sah dengan semua lafaz yang menunjukkan kerelaan, seperti “aku berutang”, “aku menerima” atau “aku ridha”.

b. Akad Akad yang dimaksud adalah akad kedua belah pihak yang melakukan teransaksi yang memberi utang dan pengutang. Adapun syarat-syarat bagi pengutang adalah merdeka, balig, berakal sehat dan pandai yang bisa membedakan baik dan buruk.

c. Harta yang dihutangkan Rukun harta yang diutangkan adalah sebagai berikut:

1) Harta yang berupa harta yang ada padanya, maksudnya harta yang satu sama lain dalam jenis yang sama tidak banyak berbeda yang mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang, barang-barang yang ditukar, ditimbang, ditanam dan yang dihitung.

2) Harta yang diutangkan disyaratkan berupa benda, tidak sah mengutangkan manfaat atau jasa.

3) Harta yang diutangkan diketahui, yang diketahui kadarnya dan diketahui sifatnya.

Kesimpulan

Utang (Dain)merupakan suatu yang biasa terjadi dalam kehidupan begitu pula dalam ajaran Islam. Hal ini merupakan sunatullah yang sudah digariskan oleh Allah. Bahkan pada awal ayat surat Al-Baqarah/2: 282, disebutkan bahwa jika seorang yang beriman ingin berutang kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu, maka hendaklah ia mencatatnya. Hal ini menunjukan bahwa utang adalaha hal yang diperbolehkan selama memenuhi sejumlah prinsip dan etika pokok. Adapun prinsip-prinsip utang yang harus diperhatikan ialah:

a) Harus disadari bahwa utang itu merupakan alternatif terakhir ketika segala usaha untuk mendapatkan dana secara halal dan tunai mengalami kebuntuan. Ada unsur keterpaksaan di dalamnya dan bukan unsur kebiasaan. Ini merupakan dua hal yang berbeda. Keterpaksaan mencerminkan semangat membangun kemandirian dan berusaha mengoptimalkan potensi yang ada semaksimal mungkin. Namun karena keterbatasan yang tidak sanggup diatasi, akhirnya terpaksa memilih jalan utang.

b) Jika terpaksa berutang, jangan berutang di luar kemampuan. Inilah yang dalam istilah syariah disebut dengan ghalabatid dayn atau terbelit utang. Ghalabatid dayn ini akan menimbulkan efek yang besar, yaitu gharir rijal atau mudah dikendalikan pihak lain. Oleh karena itu Rasulullah saw., selalu memanjatkan doa agar beliau senantiasa dilindungi dari penyakit ghalabatid dayn yang menyebabkan harga diri atau izzah menjadi hilang.

c) Jika utang telah dilakukan, harus ada niat untuk membayarnya. Harus memiliki komitmen untuk mengembalikan utang.[2] Memperlambat membayar utang bagi yang mampu merupakan sebuah kezaliman, sehingga diperbolehkan untuk mempermalukannya. Dalam konteks mikro, akan sangat mudah akan sangat mudah menerapkan prinsip ini. Misalnya, pengusaha yang tidak mau membayar utang boleh saja dipermalukan dengan cara menyita asetnya, dilarang berpergian ke luar negeri atau menghukum dengan hukuman yang berat.

[1] Nurul Huda, 2012: 260-261

[2] Sukri Iska, 2012: 179

[3] Mardani, 2013: 335

[4] https://alamisharia.co.id/kamus-keuangan-syariah/dain/

[5] Nurul Huda, 2012: 239

[6] Abu Al-kasim, 233

[7] Al-Mu‟jam Al-Wasid, 2004: 307

[8] Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, 2009: 152

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image