Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bima Aji Putra

Lelucon Pahit di Balik Sepak Bola Indonesia

Olahraga | Thursday, 14 Dec 2023, 22:07 WIB
Sumber : PSSI

"Jika kalian bermimpi menjadi bintang besar di sepak bola, tentu kalian harus pindah. Namun, jika kalian ingin menjadi bintang sepak bola seperti selebriti, maka tetaplah berada di Indonesia." Kritik Radja Nainggolan kepada pemain Timnas Indonesia - Dilansir dari Sport77 Official Youtube Pernyataan Radja Nainggolan yang muncul tempo hari (16/11) seharusnya dilihat sebagai otokritik konstruktif terhadap sepakbola Indonesia. Pernyataan tersebut tidak hanya mempertanyakan popularitas para bintang sepak bola Indonesia sebagai selebritas, melainkan juga menyoroti kurangnya prestasi dan talenta mereka di lapangan hijau.

Maka, perlu diresapi dari pernyataan Radja Nainggolan bahwa langkah yang esensial adalah memperbaiki struktur sepak bola Indonesia. Pembinaan bakat sepak bola seharusnya menjadi fokus utama, mendapatkan perhatian lebih tinggi daripada sorotan terhadap sisi selebritas dan aspek non-olahraga.

Harus diakui bahwa realitas sepak bola Indonesia masih jauh dari ekspektasi publik. Meskipun mendapat perhatian tinggi, prestasi belum mencerminkan investasi dan antusiasme yang diberikan. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi menyeluruh dan upaya konkret untuk mengatasi masalah yang lebih luas, termasuk konflik kepentingan politik, eksploitasi bisnis, dan manajemen penyelenggaraan event.

Dengan memprioritaskan pembinaan bakat, menyelenggarakan sepak bola dengan profesionalisme, dan membersihkan konflik kepentingan, diharapkan sepak bola Indonesia dapat mengukir prestasi yang sesuai dengan ekspektasi masyarakat.

Tragedi Kanjuruhan dan insiden kekerasan lainnya dalam sepak bola Indonesia menciptakan luka yang mendalam, memicu deklarasi dari banyak penggemar yang menolak berbicara atau menonton sepak bola di Indonesia sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan. Sebagian besar dari mereka, meskipun berharap akan keadilan bagi korban, merasa harapan mereka redup karena perasaan bahwa upaya untuk mencapai keadilan terasa sia-sia dan kurang serius. Siklus kekerasan dalam sepak bola Indonesia menjadi lingkaran setan tanpa akhir, dijelaskan oleh netizen sebagai lelucon pahit yang hanya sebentar dikenang sebelum dilupakan. Keadaan ini menunjukkan betapa sulitnya untuk memulihkan kepercayaan dan kembali kepada sepak bola sebagai hiburan yang aman dan menyenangkan bagi semua pihak.

Di tengah gemerlap sorotan minimnya prestasi dan luka yang menganga akibat tragedi, sepak bola Indonesia tampaknya masih bertahan, terutama karena peran fungsionalnya sebagai ladang rejeki bagi banyak pihak. Lebih dari sekadar olahraga, sepak bola di Indonesia menjadi hiburan yang melibatkan lelucon-lelucon ala netizen, yang di dalamnya terdapat kritik sekaligus kepahitan.

Lelucon template ala netizen terkadang menggambarkan prediksi yang hampir bisa dipastikan mengenai karier bintang sepak bola Indonesia. Secara umum, lelucon tersebut mengarah pada sebuah ending yang umumnya melibatkan profesi seperti polisi, ASN, atau jika beruntung, menjadi bintang iklan produk kopi instan dan makanan ringan.

Meskipun sepak bola Indonesia belum meraih prestasi gemilang di tingkat internasional, hal ini mungkin tidak sepenuhnya disebabkan oleh kurangnya bakat dan talenta muda. Mungkin, sebagian dari hambatan tersebut berkaitan dengan penyelesaian dosa-dosa masa silam yang belum tuntas. Transformasi sepak bola Indonesia diharapkan dimulai dari tindakan nyata yang memutus lingkaran setan kekerasan dan konflik kepentingan.

Lelucon-lelucon di dunia maya yang mencerminkan kritik dan kepahitan masyarakat terhadap sepak bola Indonesia harus menjadi cambuk dan tidak hanya menjadi bahan tertawaan semata. Perubahan yang nyata memerlukan tanggung jawab dan komitmen dari para pemangku kepentingan, termasuk otoritas sepak bola, pengelola klub, dan pemerintah.

Puncaknya, kita tidak bisa mengabaikan bahwa sepak bola di Indonesia telah menjadi korban dari tragedi, seperti yang diwujudkan oleh peristiwa Kanjuruhan. Tragedi tersebut, bersama dengan insiden kekerasan lainnya, telah menciptakan luka yang mendalam dan memunculkan rasa tidak adil. Beberapa individu bahkan menyatakan penolakan mereka untuk membicarakan atau menonton sepak bola di Indonesia sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image