Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Diah Nawang

Tradisi Ruwatan di Kabupaten Subang

Agama | Thursday, 14 Dec 2023, 11:02 WIB

1. Apa Itu Upacara Ruwatan Bumi?

Upacara Ruwatan Bumi merupakan salah satu tradisi kebiasaan (adat istiadat) yang masih berlaku dan dilakukan oleh masyarakat Kampung Sukatani yang terletak di desa Banggala Mulya Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang. Ruwat berasal dari kata, rawat dan bumi adalah tanah jadi ruwat bumi ini disebut merawat tanah. Sebagaimana dipaparkan oleh Marzuki; “Pelaksanaan upacara adat maupun ritual keagamaan yang didasari atas adanya kekuatan gaib masih tetap dilakukan oleh Sebagian kelompok masyarakat di Indonesia, baik berupa ritual kematian, ritual syukuran atau slametan, ritual tolak bala, ritual ruwatan dan lain sebagainya.” Ruwatan bumi ini sudah menjadi budaya turun temurun, biasanya disebut oleh masyarakat desa Banggala Mulya adalah ngaruwat, hari ulang tahun desa, dan hari krida tani (Ratma Umaya, 2019).

2. Untuk Apa Upacara Ruwatan Dilakukan?

Ruwatan bumi dilakukan sebagai bentuk rasa Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang diperoleh dari hasil bumi. Ruwatan berasal dari kata Ruwat atau ngarawat (bahasa sunda) yang artinya memelihara atau mengumpulkan. Makna dari mengumpulkan adalah mengajak masyarakat seluruh kampung berikut seluruh hasil buminya untuk dikumpulkan, baik yang masih mentah atau dalam taraf pengolahan. Upacara tersebut merupakan Kumpulan dari beberapa ritual yang dilaksanakan sebelumnya, seperti hajat solok, Mapag Cai, Mitembiyen, Netepkeun, Nganyarkeun, Hajat Wawar, Ngabangsar, dan Kariaan yang Sebagian besar berkaitan dengan proses budidaya padi.

Ruwataan ini biasanya dilakukan setiap tahun pada bulan tertentu, seperti pada akhir bulan Rayagung atau Dzulhijah yang berdekatan dengan Tahun Baru Islam. Ritual yang dilakukan pada upacara tersebut antara lain Dadahut, Ngadiukeun, Numbal, Ngarak Dewi Sri, Nyawer Dewi Sri, Ijab Rasul, dan Pagelaran wayang golek. Ritual Numbal merupakan salah satu bagian penting dalam upacara yang dikaji dalam penelitian untuk memahami kedudukannya dalam keseluruhan upacara Ruwatan Bumi. Pada hari ruwatan atau ngaruwat, masyarakat mengumpulkan hasil panennya di lapangan desa, hasil panen ini meliputi semua tanaman yang ditanam di desa Banggala Mulya, seperti nanas, padi, sayuran, dan lain lainnya (Andri, 2018).

Acara ngaruwat ini diawali dengan menyembelih satu ekor domba sebagai tumbal dan kepala domba tersebut ditanam di desa. Setelah itu diadakan acara hiburan wayang golek pada siang dan malam harinya. Tanaman hasil panen yang dikumpulkan di desa lalu digantungkan di penggung wayang golek tersebut, memperlihatkan kepada tujuannya semua masyarakat bahwa inilah hasil panen di desa Banggala Mulya. Para ibu biasanya membuat nasi tumpeng dan membagikannya kepada sanak saudara, ini salah satu bentuk kegembiraan dari masyarakat desa Banggala Mulya atas terselenggaranya ngaruwat ini. Hari ngaruwat ini dipenuhi suka cita masyarakat desa Banggala Mulya. Meskipun dilakukan setiap tahunnya dengan hiburan wayang golek, tidak membuat antusias masyarakat desa Banggala Mulya menurun. Setiap tahunnya ngaruwat ini selalu ramai, semua masyarakat ikut berpartisipasi dalam ngaruwat ini.

3. Mengapa harus wayang?

Dalam cerita “wayang” dengan lakon Murwakala pada tradisi ruwatan di jawa (Jawa Tengah) awalnya diperkirakan berkembang didalam cerita warga kuno, yang isi pokoknya memuat masalah pensucian, yaitu pembebasan dewa yang telah ternoda, agar menjadi suci kembali, atau meruwat berarti : mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan atau ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema atau cerita Murwakala. Dalam tradisi Jawa orang yang keberadaannya dianggap mengalami nandang sukerto atau berada dalam dosa, maka untuk mensucikan kembali, perlu mengadakan ritual tersebut (Akhmad Basuni, p. 2017).

Berikut adalah beberapa cara untuk menerapkan tradisi Ruwatan Bumi di Kabupaten Subang yaitu Mengatur upacara: Upacara harus diselenggarakan sesuai dengan urutan upacara, yang meliputi hajat solok, Mapag Cai, mitembiyen, netepkeun, nganyarkeun, hajat wawar, ngabangsar, dan kariaan. Masyarakat harus dilibatkan dalam persiapan dan pelaksanaan upacara untuk memastikan bahwa tradisi tersebut diwariskan kepada generasi mendatang.

Mendidik generasi muda: Generasi muda harus diedukasi tentang tradisi Ruwatan Bumi untuk memastikan bahwa tradisi ini diwariskan kepada generasi mendatang. Hal ini dapat dilakukan melalui sekolah, acara komunitas, dan pertemuan keluarga. Mendokumentasikan tradisi: Penting untuk mendokumentasikan tradisi Ruwatan Bumi untuk melestarikannya untuk generasi mendatang.

Hal ini dapat dilakukan melalui foto, video, dan catatan tertulis. Menjaga kesakralan upacara: Ruwatan Bumi adalah upacara sakral yang harus dihormati dan dijaga. Upacara ini harus dilakukan dengan tulus dan menghormati para menghormati para leluhur dan hasil panen. Mempromosikan tradisi: Tradisi Ruwatan Bumi harus dipromosikan untuk menarik wisatawan dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya meleastarikan warisan budaya.

Hal ini dapat dilakukan melalui festival budaya, media sosial, dan kampanye pariwisata. Dengan mengikuti langkah-langkah ini, tradisi Ruwatan Bumi dapat diterapkan dan dilestarikan untuk generasi mendatang di Kabupaten Subang (Harsono, 2018).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image