Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fadhlan Fernandes

Kepemilikan (Al-Milk) dalam Fiqh Muamalah

Agama | 2023-12-11 10:26:09

Secara bahasa kepemilikan berasal dari bahasa arab yaitu al-Milk yang merupakan penguasaan terhadap sesuatu. Sedangkan secara terminologi, para ulama fiqh memiliki pendapat yang berbeda-beda, namun secara keseluruhan definisi-nya memiliki arti yang sama. Secara garis besar milik dapat diartikan sebagai benda yang dikhususkan kepada seseorang itu dan sepenuhnya berada dalam penguasaanya, sehingga orang lain tidak diperkenankan untuk memanfaatkannya. Dengan kata lain, jika seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun digadaikan, baik dia sendiri yang melakukannya maupun melalui perantara orang lain dan selama tidak ada halangan dari syara’. Yang dimaksud halangan syara’ disini adalah orang yang belum cakap hukum, misal anak kecil, orang gila, maupun kecakapan hukumnya hilang, seperti orang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu mereka tidak dapat bertindak hukum terhadap miliknya sendiri.

A. Klasifikasi Kepemilikan dalam Islam

Dalam kepemilikan terhadap suatu benda dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Dari Segi Penguasaannya

a. Kepemilikan Individu

Kepemilikan individu adalah hukum syara’ yang ditentukan pada kegunaan (utility) tertentu yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun karena di konsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut.

b. Kepemilikan Umum

Merupakan izin al-syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda atau barang. Sedangkan benda-benda yang tergolong kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh al-Syari’ sebagai benda-benda yang dimiliki suatu komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja. Karena milik umum, maka setiap individu dapat memanfaatkannya, namun dilarang memilikinya, seperti fasilitas dan sarana umum, sumber daya alam yang tabiat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas.

c. Kepemilikan Negara

Kepemilikan Negara merupakan harta yang ditetapkan Allah menjadi hak seluruh rakyat, dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah atau negara, dimana negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian rakyat sesuai dengan kebijakannya. Kepemilikan negara pada dasarnya juga merupakan hak milik umum, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Meskipun demikian, cakupan kepemilikan umum dapat dikuasai oleh pemerintah, karena ia merupakan hak seluruh rakyat dalam suatu negara, yang wewenang pengelolaannya ada pada tangan pemerintah.

2. Dari Segi Materi & Manfaat Harta

Menurut Mustafa Zarqa menyebutkan pembagian kepemilikan berdasarkan materi dan manfaat harta mejadi dua, yaitu :

a. Al-Milk at-tam (milik sempurna), yaitu apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhya oleh seseorang, sehingga seluruh hak nya terkait dengan harta itu di bawah penguasaanya. Dalam jenis milik ini bersifat mutlak, tidak dibatasi oleh waktu dan tidak boleh digugurkan oleh orang lain. Misalnya seorang yang memiliki rumah, maka dia bebas menguasai rumah tersebut dan memanfaatkanya secara bebas selama tidak bertentangan dengan syara’.

b. Al-Milk an-naqish (milik tidak sempurna), yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatya dikuasai oleh orang lain, misal seorang yang mempunyai sebidang sawah yang disewakan kepada orang lain, atau seseorang yang mempunyai rumah yang pemanfaatannya diserahkan kepada orang lain.

B. Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Islam

Sebab-sebab kepemilikan harta adalah sebab yang menjadikan seseorang memiliki harta tersebut, yang sebelumnya tidak menjadi hak miliknya. Sebab pemilikan harta itu telah dibatasi dengan batasan yang telah dijelaskan oleh syara’. Menurut syari’at Islam setidaknya ada lima sebab kepemilikan (asbab al-tamalluk), yaitu :

a. Bekerja (Al-’amal)

Bentuk-bentuk kerja yang disyariatkan, sekaligus bisa dijadikan sebagai sebab kepemilikan harta, antara lain :

· Menghidupkan Tanah Mati (ihya’ almawaat)

Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya, dan tidak dimanfaatkan oleh seorangpun. Sedangkan yang dimaksud dengan menghidupkannya adalah mengolahnya dengan menanaminya atau dengan mendirikan bangunan di atasnya.

· Menggali Kandungan Bumi

Menggali apa yang terkandung di dalam perut bumi, yang bukan merupakan harta yang dibutuhkan oleh suatu komunitas (jama’ah), atau disebut rikaz. Dengan kata lain, harta tersebut bukan merupakan hak seluruhnya kaum muslim. Adapun jika harta temuan hasil penggalian tersebut merupakan harta yang dibutuhkan oleh suatu komunitas, atau merupakan hak seluruh kaum muslimin, maka harta galian tersebut merupakan hak milik umum, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Yasin ayat 33 :

وَاٰ يَةٌ لَّهُمُ الْاَ رْضُ الْمَيْتَةُ ۖ اَحْيَيْنٰهَا وَاَ خْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُوْنَ

“Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan.”

· Berburu

Berburu termasuk dalam kategori bekerja. Berburu mutiara, ikan, batu permata, bunga karang serta yang diperoleh dan hasil buruan laut lainnya, maka harta tersebut adalah hak milik orang yang memburunya, sebagaimana yang berlaku dalam pemburuan barang dan hewan-hewan yang lain. Demikian halnya harta yang diperoleh dari hasil buruan darat, maka harta tersebut adalah milik orang yang memburunya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 96 :

اُحِلَّ لَـكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَا مُهٗ مَتَا عًا لَّـكُمْ وَلِلسَّيَّا رَةِ ۚ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَـرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَا تَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْۤ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

“Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama kamu sedang ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (kembali).”

· Makelar (sam sarah)

Makelar yaitu suatu cara untuk memperoleh harta dengan bekerja untuk orang lain dengan upah, baik itu untuk keperluan menjual maupun membeli. Makelar termasuk dalam kategori bekerja yang bisa dipergunakan untuk memiliki harta, secara hak menurut syara’ sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 72 :

قَا لُوْا نَفْقِدُ صُوَا عَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَآءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَاۡ بِهٖ زَعِيْمٌ

Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.”

· Syirkah

Syirkah dari segi bahasa merupakan penggabungan dua bagian atau lebih yang tidak bisa dibedakan lagi antara satu bagian dengan bagian yang lain. Sedangkan menurut syara’, syirkah adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.

· Ijarah

Ijarah yaitu suatu transaksi jasa yang dimiliki oleh seseorang untuk dikontrak oleh orang lain dengan kompensasi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an surah At-Talaq ayat 6 yang berbunyi :

اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْـتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَآ رُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّ ۗ وَاِ نْ كُنَّ اُولَا تِ حَمْلٍ فَاَ نْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَرْضَعْنَ لَـكُمْ فَاٰ تُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ ۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍ ۚ وَاِ نْ تَعَا سَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗۤ اُخْرٰى

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”

b. Waris

Waris juga termasuk dalam kategori sebab atau cara untuk memiliki harta, karena waris adalah sarana untuk membagikan kekayaan yang dimiliki oleh seseorang semasa hidupnya agar tidak mengumpul, maka setelah kematian orang tersebut, harta itu harus dibagikan atau didermakan kepada orang lain, tetapi pembagian kekayaan tersebut bukanlah merupakan illat bagi waris itu, melainkan sarana tersebut hanya merupakan penjelasan tentang fakta waris itu sendiri.

c. Kebutuhan akan Harta untuk Menyambung Hidup

Setiap orang berhak untuk hidup dan juga wajib untuk mendapatkan kehidupan sebagai haknya bukan sebagai hadiah, maupun belas kasihan. Cara memenuhinya adalah dengan bekerja, jika tidak mampu bekerja maka negara atau pemerintah wajib untuk mengusahakan pekerjaan untuknya. Karena negara adalah “pengembala” (ar-Ra’i) rakyat, serta bertanggung jawab terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup rakyatnya.

d. Pemberian Harta Negara kepada Rakyat

Pemberian ini juga termasuk dalam kategori pemilikan harta yang diberikan kepada orang-orang atau rakyat yang tidak mampu memenuhi hajat kehidupan dan hal ini diambil dari bait al-mal sebagai zakat.

e. Harta yang Diperoleh tanpa Kompensasi Harta & Tenaga

Dalam hal ini yang juga termasuk dalam kategori sebab kepemilikan adalah perolehan individu sebagian mereka dari sebagian yang lain, atas sejumlah harta tertentu dengan tanpa kompensasi harta atau tenaga apapun.

C. Berakhirnya Kepemilikan

Sebab berakhirnya kepemilikan menurut fuqaha, yaitu : pemilik meninggal dunia, sehingga seluruh miliknya berpindah tangan kepada ahli warisnya, harta yang dimiliki itu rusak atau hilang, habisnya masa berlaku pemanfaatan atas sesuatu, barang yang dimanfaatkan rusak atau hilang, dan orang yang memanfaatkan meninggal dunia

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image