Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nasywa Alifia Hanum

Resensi Novel Rindu Karya Tere Liye

Sastra | Saturday, 09 Dec 2023, 12:58 WIB
Novel Rindu Tere Liye (sumber : dokumentasi pribadi)

Tere Liye merupakan seorang penulis novel di Indonesia yang berhasil memikat orang-orang untuk membaca karyanya. Pria kelahiran 21 Mei 1979 di daerah pedalaman Sumatra ini, cukup pandai bermain alur dan memikat hati pembaca karyanya. Perjalanan karirnya menjadi seorang penulis dan berbagai novelnya yang best seller menjadi bukti bahwa karyanya diminati oleh berbagai kalangan. Tere liye menulis karyanya dengan berbagai genre mulai dari anak-anak hingga dewasa, dan sekuel maupun prekuel. Satu dari ribuan karyanya adalah sebuah novel yang berjudul Rindu.

Identifikasi

• Judul : Rindu

• Penerbit :PT. Sabak Grip

• Tahun Terbit : 8 Februari 2023

• Jumlah Halaman : 523 halaman

• Berat Buku : 26 gram

• ISBN : 9786239554552

• Harga Buku : Rp. 89.000

Novel ini menceritakan tentang perjalanan penuh kerinduan pada zaman penjajahan Belanda, kerinduan akan tanah suci dengan melakukan perjalanan haji yang panjang. Dengan latar tahun 1938, perjalanan panjang ini dimulai di kota Makassar, kemudian melewati Surabaya, Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Aceh untuk mengangkut jamaah, dan singgah di negara Belanda Kolombo, lalu melanjutkan perjalanan ke Jeddah. Jamaah haji berangkat dengan menaiki kapal “Blitar Holland” yang dinahkodai oleh kapten Phillips. Kapal ini berlayar tidak hanya membawa penumpang untuk berhaji, melainkan membawa 5 pertanyaan besar dari beberapa tokohnya. Pertanyaan pertama di bawa oleh Bonda Upe, dirinya merasa hina karena mantan seorang pelacur. Dia merasa tidak pantas untuk melakukan perjalanan haji dan bertamu di baitullah, dia membatasi untuk berinteraksi dengan penumpang lain selama di kapal, agar tidak ada yang tahu tentang masa lalunya, dia selalu menyimpan pertanyaan besar “apakah pantas untuk menghadap Allah di rumah-Nya?”. Jawaban atas pertanyaan besar tersebut ia dapatkan dari seorang kyai besar Bernama Gurutta Ahmad Karaeng.

Pertanyaan kedua dibawa oleh Mbah Kakung, seorang penumpang yang berasal dari Surabaya. Dia melakukan perjalanan haji Bersama dengan istri dan anak sulungnya untuk membuktikan cinta mereka yang begitu besar di tanah suci. Namun, ditengah keberangkatan menuju Jeddah, istrinya meninggal, dan dia memiliki pertanyaan besar “mengapa istrinya meninggal sebelum mereka sempat membiktikan cinta di tanah suci?”. Lalu pertanyaan tersebut terjawab oleh Gurutta Ahmad Karaeng.

Pertanyaan ketiga dibawa oleh Daeng Andipati. Seseorang yang sukses dan berpendidikan. Dia berangkat ke tanah suci dengan keluarganya beserta pembantunya. Dikenal sebagai seseorang yang paling sempurna kebahagiaanya. Memiliki istri cantik, 2 anak yang pintar dan cerdas, serta keluarga yang harmonis. Namun, dia menyimpan dendam yang mendalam terhadap ayahnya seseorang yang seharusnya dia cintai, dikarenakan masa lalu sang ayah yang kejam dan suka menyiksa ibunya, dan anak-anaknya. Dia memiliki pertanyaan besar “apakah dia pantas bertamu di baitullah dengan menyimpan dendam kepada ayahnya?”. Jawaban atas pertaanyaan tersebut dia dapatkan dari Gurutta Ahmad Karaeng sang ulama besar.

Pertanyaan keempat dibawa oleh Ambo Uleng. Seorang kelasi di dapur kapal yang merasa gagal dalam memperjuangkan cinta dan masa depannya. Dia memilih pergi meninggalkan tanah kelahirannya, menjadi seorang kelasi kapal yang dapat membawanya pergi jauh dengan harapan dapat melupakan semua rasa sakit. Dia bertemu dengan Gurutta Ahmad Karaeng dan menyaksikan nya memberi jawaban atas pertanyaan beberapa penumpang, yang membuatnya yakin untuk bertanya langsung kepada Gurutta. Pertanyaan besarnya ialah “apakah dia tidak pantas mendapatkan cintanya setelah sekian banyak hal yang terjadi?”, dan dia mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut oleh Gurutta Ahmad Karaeng.

Pertanyaan terakhir dibawa oleh Gurutta Ahmad Karaeng, seorang ulama besar yang memberikan jawaban atas pertanyaan beberapa penumpang. Dia memiliki trauma yang besar akan kehilangan orang-orang yang dicintainya, sehingga membuatnya takut untuk mengawali perlawanan. Ia tersadar karena sebuah kejadian besar ditengah lautan, dimana kapal haji tersebut dibajak oleh perompak, yang membuatnya harus melakukan perlawanan dan menemukan jawaban atas pertanyaannya.

Novel ini juga di kemas secara menarik dengan setting yang didominasi oleh aktifitas kapal yang beragam seperti sekolah, mengaji, dan makan dikantin, serta beberapa konflik yang ringan dan menegangkan sehingga pembaca dapat menikmati alurnya dengan asyik dan tidak merasa bosan.

Nasywa Alifia Hanum, mahasiswi Institut Teknologi Telkom Purwokerto

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image