Tilik Aksesibilitas untuk Disabilitas dalam Media Daring Indonesia
Teknologi | 2022-01-04 15:37:56Kalau membicarakan upaya mengurangi ketimpangan yang sesuai dengan cita-cita PBB pada salah satu Sustainable Development Goals (SDG’s) nomor sepuluh, maka pembicaraan tidak akan ada habisnya. Meskipun semenjak 2011 di Indonesia telah muncul Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 yang merupakan ratifikasi dari Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of People with Disabilities (CPRD) yang disahkan PBB pada 2006, dengan kebijakan untuk mengurangi ketidaksetaraan dan mempromosikan bidang sosial, ekonomi, dan politik yang inklusif untuk semua orang, termasuk penyandang disabilitas, faktanya, penyandang disabilitas cenderung masih sering mengalami tindakan diskriminasi dari berbagai bidang, mulai dari akses layanan publik sampai akses ke pergaulan pada lingkungan di sekitarnya.
Diskriminasi sampai kepada hak mereka dan setiap orang di dunia ini untuk mengakses karya jurnalisme, baik di luar jaringan ataupun dalam jaringan. Berita merupakan kebutuhan setiap orang, hanya saja berita atau informasi tersebut tidak dapat diakses oleh semua pihak karena aksesibilitasnya yang rendah. Media jurnalisme daring yang seharusnya memiliki keunggulan dalam melalui batas-batas pencarian informasi yang ada juga masih belum bisa memenuhi aksesibilitas tersebut.
Tidak banyak media jurnalisme daring yang memfasilitasi penyandang disabilitas dan mengakomodasikan informasinya, ataupun produksi konten berita yang ramah bagi penyandang disabilitas. Mulai dari media yang berbasis berita audio atau audio news sampai pemberitaan yang berisikan informasi sepenuhnya, bukan ditambahkan bumbu untuk mengasihani dan menggambarkan penyandang disabilitas sebagai kondisi yang tidak normal. Dengan tidak adanya unsur tersebut, konten-konten akan dinilai lebih ramah penyandang disabilitas.
Dalam Jurnal Komunikasi LUGAS, sebanyak 62 media yang terverifikasi sebagai media jurnalisme daring di Indonesia, diteliti tidak ramah terhadap penyandang disabilitas. Media-media seperti Riau24.com, Manadonews.co.id, dan Ayobandung.com adalah situs yang memiliki persentase kesuksesan dalam akomodasi penyandang disabilitas terbaik dibandingkan media lainnya. Selain kesuksesan tersebut, disebutkan pula media seperti Tempo.com dan KamiBijak yang telah membuat kanal pemberitaan baru khusus penyandang disabilitas yang menyajikan berita atau informasi yang ramah penyandang disabilitas, serta media daring dengan format teks dan video yang dibuat seinklusif mungkin agar dapat mengakomodasi semua pihak.
Inklusif yang dimaksud adalah media daring dengan format yang lebih lengkap untuk mengakomodasikan kebutuhan penyandang disabilitas yang mengalami keterbatasan fisik. Meskipun penyandang disabilitas memiliki perbedaannya masing-masing, tetapi penting sekali untuk pemerintah agar tetap mendukung peningkatan layanan publik untuk penyandang disabilitas, media yang menambahkan kanal khusus untuk lebih ramah kepada penyandang disabilitas, serta kita semua yang sadar akan pentingnya kesetaraan dan kesamaan hak. Penyandang disabilitas ada yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, ataupun sensorik dalam jangka waktu lama yang membuatnya mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif.
Dalam hal ini, keterbatasan fisik tunarungu adalah keterbatasan yang paling berdampak pada aksesibilitas mereka ke media jurnalisme daring.
Pada pembahasan ini, terdapat beberapa alasan yang masuk akal. Disabilitas masih dianggap sebagai sebuah kondisi tidak normal, kelainan, tidak sempurna, dan masih banyak sebutan lainnya yang mencerminkan ketidaklayakan penyandang disabilitas untuk mendapatkan apa yang didapatkan seseorang secara wajar, seperti halnya mengakses kanal berita. Terkadang mereka malah dianggap sebagai beban dalam sumber daya karena memiliki kondisi fisik yang tidak sempurna, sehingga penyandang disabilitas dianggap tidak menguntungkan dan malah merugikan. Tidak mengherankan apabila perusahaan media lebih memilih untuk tidak memprioritaskan mereka.
Perhatian tertuju pada media jurnalisme besar, yang masih mengejar unsur traffic dibandingkan mengimplementasikan fungsi media massanya yaitu untuk menginformasikan khalayak, tanpa terkecuali. Konten yang dibuat untuk penyandang disabilitas adalah konten yang membutuhkan waktu lebih lama bahkan memerlukan tenaga ahli untuk memproduksi berita atau informasi untuk penyandang disabilitas. Intinya adalah, konten khusus disabilitas cukup memakan waktu khusus. Hal tersebut yang kemudian menjadi pertimbangan media jurnalisme daring, karena memakan pengeluaran dan waktu yang banyak untuk memproduksi satu konten berita atau informasi yang ramah penyandang disabilitas.
Pada akhirnya, perbedaan aksesibilitas ini menimbulkan fenomena knowledge gap. Kesenjangan pengetahuan digunakan oleh para peneliti sejak akhir 1940-an untuk menjelaskan alasan mengapa sebagian dari populasi memperoleh informasi publik pada tingkat yang berbeda. Ini menjelaskan hubungan segmen populasi dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi cenderung memperoleh informasi lebih cepat dibanding populasi dengan status sosial-ekonomi yang rendah, sehingga kesenjangan pengetahuan antara segmen ini meningkat. Dalam fenomena media daring dan penyandang disabilitas, tentunya akses informasi publik juga dipengaruhi oleh keadaan fisik seseorang yang berbeda-beda.
Fenomena kesenjangan pengetahuan yang dimiliki masyarakat ini tentu menjadi tantangan bagi media, terkhusus media daring untuk meningkatkan kualitasnya agar masyarakat memiliki pengetahuan yang merata. Dengan begitu, fungsi media massa yang bersifat to inform atau untuk menginformasikan, akan terwujud.
Referensi:
- Chatman, E. A., & Pendleton, V. E. (1995). Knowledge Gap, Information Seeking and the Poor. The Reference Librarian, (49-50), 135-145.
- Prestianta, Mardjianto, & Ignatius. (2018). Meta Analisis Platform Media Digital Ramah Penyandang Disabilitas. LUGAS Jurnal Komunikasi, 2(2).
- Purwanta, Setia Adi. (2015). Penyandang Disabilitas, diakses dari https://solider.or.id/.../ 03.05.13-penyandang disabilitas-dari buku vulnerable group.pdf.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.