Menyanyikan Lagu Anak Dapat Bantu Bayi Belajar Bahasa
Pendidikan dan Literasi | 2023-12-08 16:28:25Lagu anak-anak sangat penting untuk membantu bayi belajar bahasa. Pasalnya, penelitian menyimpulkan bahwa bayi belajar bahasa dari informasi ritmis -- naik turunnya nada -- seperti yang terlihat pada sajak atau lagu anak-anak.
Tim peneliti dari Universitas Cambridge, Inggris, menemukan bahwa bayi tidak mulai memproses informasi fonetik -- bunyi-bunyi ucapan terkecil -- hingga mereka berusia sekitar tujuh bulan.
Para peneliti mengatakan bahwa temuan ini, yang hasilnya telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications, menantang pandangan bahwa informasi fonetik -- yang biasanya diwakili oleh alfabet -- adalah kunci untuk belajar bahasa.
Time peneliti mengatakan bahwa temuan ini juga menunjukkan bahwa disleksia dan gangguan perkembangan bahasa mungkin terkait dengan persepsi ritme daripada kesulitan dalam memproses informasi fonetik.
Profesor Usha Goswami, seorang ahli saraf di Universitas Cambridge yang merupakan penulis penelitian tersebut, mengatakan bahwa penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa suara ucapan individu tidak diproses dengan baik hingga sekitar tujuh bulan, meskipun sebagian besar bayi dapat mengenali kata-kata yang sudah dikenalnya.
"Sejak saat itu, suara-suara ucapan individu masih ditambahkan dengan sangat lambat -- terlalu lambat untuk membentuk dasar bahasa. Kami percaya bahwa informasi irama bicara adalah perekat tersembunyi yang mendasari perkembangan sistem bahasa yang berfungsi dengan baik," jelasnya, seperti dikutip oleh The Guardian.
Maka, sambungnya, orang tua harus berbicara dan bernyanyi kepada bayi mereka sebanyak mungkin atau menggunakan ucapan yang diarahkan kepada bayi seperti sajak anak-anak karena hal itu akan membuat perbedaan dalam kemampuan berbahasa.
Sebelumnya diperkirakan bahwa bayi mempelajari elemen-elemen suara kecil dan menggabungkannya menjadi kata-kata.
Untuk memahami apakah hal itu benar, para peneliti merekam aktivitas otak 50 bayi berusia empat, tujuh, dan sebelas bulan saat mereka menonton video seorang guru sekolah dasar menyanyikan 18 lagu anak-anak.
Tim peneliti menggunakan algoritma khusus untuk menginterpretasikan bagaimana bayi-bayi tersebut mengkodekan informasi ini di dalam otak.
Para periset menemukan bahwa pengkodean fonetik pada bayi muncul secara bertahap selama tahun pertama kehidupan, dimulai dengan suara gigi (yang dihasilkan oleh gigi depan bagian atas) dan suara hidung (yang dihasilkan saat aliran udara diarahkan melalui hidung).
"Bayi dapat menggunakan informasi ritmik seperti perancah atau kerangka untuk menambahkan informasi fonetik. Sebagai contoh, mereka mungkin belajar bahwa pola ritme kata-kata dalam bahasa Inggris biasanya kuat-lemah, seperti pada kata 'daddy' atau 'mummy', dengan tekanan pada suku kata pertama," jelas Goswami.
Menurut Goswami, bayi dapat menggunakan pola ritme ini untuk menebak di mana satu kata berakhir dan kata lainnya dimulai ketika mendengarkan ucapan alami.
Goswami mengatakan bahwa ritme adalah aspek universal dari setiap bahasa di mana semua bayi terpapar pada struktur ketukan yang kuat dengan suku kata yang kuat dua kali dalam satu detik.
"Secara biologis kita diprogram untuk menekankan hal ini ketika berbicara dengan bayi," tuturnya.
Penelitian ini merupakan bagian dari proyek bertajuk BabyRhythm yang dipimpin oleh Goswami, yang mengkaji bagaimana bahasa terkait dengan disleksia dan gangguan perkembangan bahasa.
Goswami mengutarakan bahwa ada sejarah panjang yang mencoba menjelaskan hal ini dalam kaitannya dengan masalah fonetik, namun buktinya tidak mendukung, dan perbedaan individu dalam kemampuan belajar bahasa anak-anak mungkin berasal dari ritme lagu.***
Sumber: The Guardian
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.