Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Afrizal Ari Saputra

Prewedding dalam Hukum Islam

Agama | Thursday, 30 Nov 2023, 20:20 WIB

Laki-laki dan perempuan yang belum sah menjadi suami istri memang tidak diperbolehkan atau dilarang bersentuhan apalagi bermesraan. Dalam sesi foto prewedding biasanya terdapat pose mesra antara kedua calon pengantin misalnya bergandengan tangan, berangkulan, berpelukan, bahkan mencium. Kelak, foto-foto tersebut akan dibuat sebagai suvenir, desain undangan, bahkan dipajang saat acara resepsi dan lain sebagainya. Menjadikan foto-foto ini sebagai dokumentasi saat momen-momen bahagia sebelum menjalani kehidupan yang baru.

Apabila dilihat dari sisi kebudayaan islam foto prewedding ini sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran islam bahkan bertentangan dengan ajaran tersebut, karena makna nikah dalam ajaran islam adalah fitri nan suci.

source image: https//www.pexels.com

Sebuah pasangan laki-laki dan perempuan sudah dapat dinyatakan sebagai pasangan yang halal ketika kata-kata akad dalam ijab kabul mereka sudah selesai diucapkan. Namun sayangnya, masih banyak umat islam yang belum mengerti sepenuhnya mengenai hal tersebut, dan tetap mengadakan sesi foto prewedding dalam pernikahan sebelum halal nya pasangan tersebut. Bahkan foto prewedding dapat dikatakan sebagai suatu ‘kebiasaan’ yang lama-lama menjadi sebuah ‘kewajaran’.

Segala perkara yang menjadi perantara menuju zina diharamkan,

Allah Ta’ala dalam dalam surah Al Isro’ telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32). Dalam ayat ini Allah melarang hamba-Nya untuk berbuat zina dan mendekatinya.

Jadi, dalil di atas secara umum menunjukkan terlarangnya zina dan hal-hal yang mendekati zina, termasuk disini adalah berdua-duaan saat foto prewedding.

Berikut adalah beberapa alasan mengapa foto prewedding diharamkan dalam islam:

1. Ikhtilat dan Kholwat

Walau memakai jilbab saat foto prewedding, tetap saja tidak boleh. Karena Islam melarang berdua-duaan antara pasangan yang belum halal, disebut kholwat. Islam juga melarang ikhtilat, yaitu campur baur antara laki-laki dan perempuan.

Hal tersebut dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dalam salah satu haditsnya,

“Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barang siapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad)

2. Membuka Aurat

Dalam penggalan hadis nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ

disebutkan beberapa sifat wanita yang diancam tidak mencium bau surga yaitu para wanita yang: (1) berpakaian tetapi telanjang, (2) maa-ilaat wa mumiilaat, (3) kepala mereka seperti punuk unta yang miring.

Yang dimaksud berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang menutup sebagian tubuhnya dan menyingkap sebagian lainnya, artinya sengaja membuka sebagian aurat.

Adapun maa-ilaat adalah berjalan sambil memakai wangi-wangian dan mumilaat yaitu berjalan sambil menggoyangkan kedua pundaknya atau bahunya.

Sedangkan wanita yang kepalanya seperti punuk unta yang miring adalah wanita yang sengaja memperbesar kepalanya dengan mengumpulkan rambut di atas kepalanya seakan-akan memakai serban (sorban).

Nah, sifat-sifat di atas yang kita temukan juga pada foto prewedding ketika banyak wanita yang berpose dengan pamer aurat tanpa ada rasa malu.

3. Tabarruj

Pasti Wanita melakukan pose manis saat melakukan foto prewedding. Padahal berpenampilan tabarruj seperti ini diharamkan. Apa itu tabarruj? Di antara maksudnya adalah berdandan menor dan berhias diri. Itulah yang kita lihat pada foto prewedding.

Allah memerintahkan pada para wanita,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33).

Maqotil bin Hayan mengatakan bahwa yang dimaksud berhias diri adalah seseorang memakai khimar (kerudung) di kepalanya namun tidak menutupinya dengan sempurna. Dari sini terlihatlah kalung, anting dan lehernya. Inilah yang disebut tabarruj (berhias diri) ala jahiliyyah.

Jika seorang wanita memakai make-up, bedak tebal, eye shadow, lipstick, maka itu sama saja ia menampakkan perhiasan diri. Inilah yang terlarang dalam ayat,

وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nur: 31).

source image: https//www.pexels.com

Kesimpulan hukum prewedding dalam Islam, beberapa poin di atas sudah jelas menjadi alasan-alasan mengapa foto prewedding dilarang di dalam islam. Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara pun sudah mengeluarkan fatwa mengenai foto prewedding atau foto-foto yang menampakkan kemesraan antara calon pengantin perempuan dan laki-laki yang saat itu belum memiliki ikatan yang sah karena belum melewati prosesi akad nikah. Maka, inti dari mengapa foto prewedding dilarang adalah karena kedua pihak belum menjadi pasangan yang halal.

Umat islam harus berhati-hati dengan hal ini. Jangan tertipu dengan kata “kan nanti juga menikah” meskipun pernikahan sudah tinggal beberapa menit lagi. Hal ini juga harus diperhatikan untuk para fotografer, karena jika mereka membantu foto prewedding ini, mereka sama saja sudah membantu sebuah kemaksiatan.

Semoga Allah selalu melindungi kita dari larangan-larangan-Nya, aamiin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image