Studi Kasus Peserta Didik yang Melakukan Bullying pada Kelas
Pendidikan dan Literasi | 2023-11-28 20:49:14STUDI KASUS PESERTA DIDIK YANG MELAKUKAN BULLYING PADA KELAS
Abstrak:Penelitian ini bertujuan untuk membantu mengatasi perilaku bullying peserta didik di kelas X SMA Negeri 2 Sungai Raya. Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk penelitian studi kasus. Subjek kasus dalam penelitian ini adalah dua orang. Teknik pengumpulan data komunikasi langsung, observasi langsung dan studi dokumenter. Alat pengumpul data pedoman wawancara, pedoman observasi dan buku kasus. Hasil dari penelitian subjek kasus I bersikap acuh tak acuh . Faktor penyebab keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru dan subjek kasus ingin mencari teman. Karakteristik subjek kasus II lemah gemulai, dan pasif didalam kelas, sering menganggu saat belajar. Faktor penyebab Keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru, Keinginan diterima teman, Cari perhatian. Bantuan untuk subjek kasus I dan II yaitu Konseling Behavioral dan Rasional Emotif Terapi (RET).
PENDAHULUAN
Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak”) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Bullying merupakan salah satu tindakan tidak terpuji yang merugikan korbannya bahkan hingga mempengaruhi kesehatan psikisnya. Parahnya kasus bullying juga kerap ditemukan di sekolah
Jenisnya beragam, seperti bullying verbal, agresi relasional, hingga cyberbullying. Pengertian bullying perlu diketahui orangtua agar anak-anak tidak menjadi korbannya.
S
Setiap peserta didikbaruyangmemasukisuatu lembagapendidikanadalahinginmengenalsegalanya,DuniapendidikanIndonesiamenjadisalahsatuperhatianuntukmasalahbullying,dimanadidalamkegiatanbelajar-mengajar,kerapterjaditindakanbullyingantarcivitas.Ironismemangdansepatutnyabenar-benarmenjadiperhatiansemuaorang,tidakhanyapemerintahIndonesia,namunsemuapihakyangmemilikiperanlangsungmaupuntidaklangsungdisekolah,Bullyingemaja/adolescenceadalah“individuyangsedangberadapadamasaperkembangantransisiantaramasaanak-anakdanmasadewasayangmencakupperubahanbiologis,
kognitif, dan sosio-emosional”. Pada masa ini, remaja mengalami berbagai macam perubahan dengan melalui proses yang cukup rumit dan berhubungan dengan tugas perkembangan masa remaja. yang terpenting dan tersulit dalam perubahan sosial yang dialami remaja adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai R 2 nilai baru dalam penerimaan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin”. Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti kelompok besar atau geng.
Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri”. bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya dan direndahkan oleh tindakan orang lain, baik yang berupa verbal, fisik, maupun mental dan orang tersebut takut bila perilaku tersebut akan terjadi lag .“bullying is verbal or physical behavior designed to disturb someone less powerful”. Artinya bullying adalah perilaku verbal atau fisik yang dirancang untuk mengganggu seseorang yang kurang kuat. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bullying adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh peserta didik atau sekelompok peserta didik untuk menyakiti peserta didik yang lain baik secara fisik atau psikis tanpa alasan yang jelas dan terjadi berulang-ulang.
Adapun faktor yang terlibat dalam hal ini, baik itu faktor pribadi anak itu sendiri, keluarga, lingkungan, bahkan sekolah semua turut mengambil peran. ada tiga faktor yang menyebabkan anak berperilaku bullying: 1. Faktor risiko dari keluarga untuk bullying, yaitu pola asuh orang tua yang terlalu keras sehingga anak menjadi akrab dengan suasana yang mengancam dan menjadikan kekerasan hal yang biasa untuk dilakukan. 2. Faktor risiko dari pergaulan, yaitu anak bergaul dengan anak yang melakukan bullying dan kekerasan demi mendapatkan penghargaan dari kawan-kawan sepergaulannya. 3. Faktor lain, yaitu anak mencontoh perilaku bullying dari beragam media yang biasa dikonsumsi anak, seperti televisi, film, ataupun video game. bullying juga disebabkan oleh fakor eksternal yaitu lingkungan sekitarnya serta faktor internal antara lain: 1. Lingkungan sekolah kurang baik, 2. senioritas tidak pernah diselesaikan. 3. Guru memberikan contoh kurang baik pada peserta didik. 4. Ketidakharmonisan dirumah. 5. Karakter anak. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi peserta didik untuk melakukan bullying adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi dari keluarga, lingkungan sekolah serta pergaulan dan faktor internal adalah dari karakter anak itu sendiri. 3 Perilaku bullying dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Tidak terdapat penjelasan tunggal mengapa seseorang melakukan perilaku bullying meskipun banyak peneliti telah memeriksa alasan dan bagaimana peserta didik bullying. Masih banyak hal yang harus diteliti dan ditelusuri kembali. Salah satunya adalah tentang bentuk-bentuk bullying.perilaku bullying terbagi menjadi dua jenis, yaitu bullying fisik dan bullying non fisik. 1. Bullying fisik, yaitu bullying yang bisa terlihat secara jelas. Bentuk bullying fisik, antara lain pukulan, tendangan, dibenturkan tembok, tamparan, dorongan, dan bentuk-bentuk serangan fisik lainnya.
2. Bullying nonfisik, yaitu bullying yang tidak terlihat langsung dan berdampak serius, dapat dilakukan secara verbal dan non verbal. Bentuk bullying nonfisik yang dilakukan secaran verbal, antara lain ejekan, panggilan dengan sebutan tertentu, ancaman, penyebaran gosip, penyebaran berita rahasia, perkataan yang mempermalukan. Sedangkan, bentuk bullying nonfisik yang dilakukan secara nonverbal antara lain ekspresi wajah yang tidak menyenangkan, bahasa tubuh yang mengancam, pengabaian, penyingkiran dan pengiriman pesan tertulis yang bernada mengganggu.Direct bullying and Indirect bullying”. Artinya Bullying secara langsung dan bullying secara tidak langsung. Bullying secara langsung termasuk serangan fisik atau verbal dan pengasingan relasional/sosial. Dan bullying tak langsung, misalnya menyebarkan rumor jahat atau merusak barang. Bullying memiliki karakteristik bermacam-macam. para pelaku bullying umumnya memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut.
1. Suka mendominasi anak lain. 2. Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. 3. Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain. 4. Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, tidak mau peduli terhadap perasaan anak lain. 5. Cenderung melukai anak lain saat orangtua atau orang dewasa lainnya tidak ada di sekitar mereka. 6. Memandang saudara-saudara dan teman-teman yang lebih lemah sebagai sasaran. 7. Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
8. Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh terhadap akibat dari perbuatannya. 9. Haus perhatian. adapun karakteristik seorang anak pelaku bullying yang dapat kita amati, antara lain: 1. Impulsif, cepat naik darah. 2. Mudah mengalami frustasi. 3. Kurang rasa empati. 4. Sulit untuk mengikuti aturan. 5. Memandang kekerasan sebagai sesuatu yang wajar.
Karakteristik yang timbul dari peserta didik untuk melakukan bullying dominan ke bentuk-bentuk perilaku yang negatif, suka mendominasi anak lain, sulit untuk mengikuti aturan, memandang kekerasan adalah hal yang wajar, dan melakukan tindakan bullying secara berulang atau terus menerus. Sebagai seorang pendidik ataupun orang tua sangat penting untuk memahami dampak bullying. Priyatna
pelaku bullying tidak terlepas dari resiko berikut: 1. Sering terlibat dalam perkelahian. 2 Risiko mengalami cedera akibat perkelahian. 3. Melakukan tindakan pencurian. 4. Minum alcohol. 5. Merokok. 6. Menjadi biang kerok di sekolah. 7. Bolos dari sekolah. 8. Gemar membawa senjata tajam. Selanjutnya dampak yang dapat terjadi pada anak yang menjadi korban tindakan bullying antara lain: Kecemasan, merasa kesepian, rendah 4 diri, tingkat kompetensi sosial yang rendah, depresi, penarikan sosial, keluhan pada kesehatan fisik, lari dari rumah, bunuh diri, dan penurunan performansi akademik. resiko bagi mereka yang menyaksikannya: 1. Menjadi penakut dan rapuh. 2. Sering mengalami kecemasan. 3. Rasa keamanan diri yang rendah.
Berkaitan penelitian ini dampak yang muncul dari pelaku, korban serta yang menyaksikan tindakan bullying dominan ke perilaku yang negatif. Bimbingan dan konseling sebagai sesuatu aktivitas untuk menghindari dan mengatasi persoalan- persoalan di dalam kehidupan sebenarnya. bimbingan membantu individu untuk memahami dan menggunakan secara luas kesempatan- kesempatan pendidikan, jabatan, dan pribadi yang mereka miliki atau dapat mereka kembangkan, dan sebagai satu bentuk bantuan yang sistematik melalui mana siswa dibantu untuk dapat memperoleh penyesuaian yang baik terhadap sekolah dan kehidupan”. Selanjutnya pengertian konseling yaitu suatu proses dimana konselor membantu konseli membuat interpretasi- interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
Hubungannya dengan penelitian ini bimbingan dan konseling untuk peserta didik bullying adalah proses bantuan yang melibatkan hubungan antar pribadi si konseli dan klien dengan metode psikologis untuk memperoleh bantuan dalam mengatasi perilaku bullying pada peserta didik. Dalam mengentaskan peserta didik bullying, tidak lupa peneliti memperhatikan segala syarat yang menunjang keberhasilannya. kepribadian klien menentukan keberhasilan proses konseling”. Model-model konseling yang akan digunakan dalam menangani kasus peserta didik bullying adalah: Behavioral, tokoh utamanya adalah Wolpe. Konseling behavioral merupakan model konseling yang digunakan untuk mengubah tingkah laku menjadi lebih baik. Konseling behavioral tidak hanya berfokus kepada tingkah laku saja tapi juga berhubungan dengan sosial kepribadian. Rational Emotive Therapy, tokoh utamanya adalah Albert Ellis. Rasional emotif terapi merupakan pendekatan yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Rasional emotif behavior terapi ialah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya, konselor atau terapis berusaha agar klien semakin menyadari pikiran dan kata-katanya sendiri serta mengadakan pendekatan
yang tegas melatih klien untuk bias berpikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional.
METODE
Metode penelitian yang diterapkan bertujuan untuk mempermudah dalam mengetahui dan menjawab permasalahan yang muncul dalam kasus-kasus sebuah penelitian, Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.” untuk itu metode yang tepat dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Karena penelitian ini akan mengkaji secara mendalam karakteristik bullying pada peserta didik, mencari faktor-faktor penyebabnya dan memberikan bantuan kepada peserta didik untuk mengatasi perilaku bullying yang selama ini dilakukan. Penentuan subjek kasus dalam penelitian ini didasarkan pendalaman karakter. jumlah subjek kasus yang akan diteliti hanya dua orang.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini langkah-langkah konseling sebagai berikut: 1. Langkah identifikasi. 2. Langkah Diagnosis. 3. Langkah Prognosis. 4. Langkah Treatmen. 5. Langkah evaluasi dan Follow-up. Dengan dilakukannya langkah-langkah konseling diatas maka proses konseling yang dilakukan akan 6 berjalan lebih baik dan besar kemungkinannya untuk berhasil, khususnya dalam mengentaskan peserta didik bullying.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Subjek Kasus I
a. identitas subjek kasus
1) Nama (inisial) : Robby
2) Tempat Tanggal Lahir: : PanAm 22 Oktober 2003
3) Agama. : Islam
4) Jenis Kelamin : laki laki
5) Anak Ke : 2
6) Jumlah Saudara 3
7) Alamat Lengkap : jln.bangau sakit,PanAm , Pekanbaru ,Riau
8) Cita-Cita : Atlet basket
9) Hobby : bermain basket
b. Identitas Orang Tua
1) Ayah
a) Nama Ayah : Asep
b) Umur 45 tahun
c) Pendidkan : Sma
d) Pekerjaan : buruh
e) Alamat : jln.bangau sakit,PanAm Pekanbaru, Riau
2) Ibu
a) Nama Ibu : Sumiati
b) Umur 40 tahun
c) Pendidkan : Sma
d) Pekerjaan : ibu rumah tangga
e) Alamat : jln.bangau sakti,PanAm, Pekanbaru, Riau
c. Identifikasi Kasus
1) Gambaran permasalahan subjek kasus
Subjek kasussatumerupakan anak pertama dari dua bersaudara yang saat ini tinggal bersama orang tua tunggal yaitu bersama bapaknya, subjek kasus merupakan anak yang riang, setiap pulang sekolah subjek kasus membantu orang tuanya dirumah, subjek kasus mempunyai kebiasaan jahil kepada saudaranya dirumah dan teman-teman dilingkungannya sehingga subjek kasus juga sering dijuluki anak bandel. Di sekolah subjek kasus sering tidak konsentrasi dalam belajar dan sering menganggu temannya dikelas saat jam pelajaran berlangsung itu juga menjadi alasan mengapa subjek kasus.
2) Latar belakang keluarga
Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua subjek kasus, diperoleh keterangan bahwa subjek kasus anak pertama dari dua bersaudara, subjek kasus merupakan tipe anak yang agresif, subjek kasus mulai bertingkah bandel sehingga berujung pada bullying sejak kelas 6 SD, hubungan subjek kasus dengan keluarganya lumayan harmonis, karena ibunya sudah
meninggal jadi yang bertanggung jawab penuh adalah ayah mereka. Ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan.
3) Pola asuh orang tua
Masih banyak orang tua yang salah dalam mengasuh anaknya, terlebih subjek kasus masih kurang kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya, salah satunya pola asuh dari orang tua subjek kasus, orang tua subjek kasus terlalu longgar memberi pengawasan kepada subjek kasus, tidak tegas terhadap anak. Orang tua subjek kasus membiarkan anaknya bergaul dan berkomunikasi berlebihan dengan orang lain dan membiarkan subjek kasus membully tanpa ada tindakan yang tegas terhadap subjek kasus.
d. Diagnosis
Diagnosis merupakan langkah untuk mencari faktor penyebab dari masalah yang sedang dihadapi oleh subjek kasus. Berdasarkan data yang terkumpul maka dapat ditetapkan bahwa faktor penyebab subjek kasus melakukan bullying sebagai berikut:
1) Faktor internal
(a) keinginan mencoba sesuatu yang baru
Subjek kasus ini adalah anak yang pendiam saat dilingkungan rumah namun karena pergaulan subjek kasus sering melakukan tindakan yang aneh kepada adiknya terkadang disekolah kepada temannya.. Subjek kasus pada awalnya hanya ingin mencari teman untuk namun pada akhirnya menjadi kebiasaan membully. Menurut subjek kasus tindakan bullying yang dia lakukan adalah karena dia kurang kasih sayang dan perhatian.
(b) ingin mencari perhatian teman
Subjek kasus ini adalah anak yang sangat kurang perhatian ditambah disekolah banyak teman yang kurang senang dengan cara dia bergaul. Maka subjek kasus mencari perhatian teman dengan mengnnggu teman dikelas.
2) Faktor eksternal
(a) Pola asush orang tua
Orang tua subjek kasus kurnag pengawasan terhadap subjek kasus sehingga subjek kasus tidak takut melakukan tindakan yang menurutnya benar seperti bullying.
(b) Kurangnya pengawasan di lingkungan sekolah
Kurangnya pengawasan di lingkungan sekolah juga merupakan faktor yang menyebabkan subjek kasus melakukan tindakan bullying terhadap temannya, pihak sekolah kurnag memberikan pengawasan yang ketat terhadap peserta didik mereka masing-masing kelas X. Maka peserta didik yang kurang mendapat pengawasan akan melakukan bullying kepada teman lain yang belum entu dikenal dikelas.
e. Prognosis
Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab subjek kasus yang bullying di lingkungan sekolah, kemudian menetapkan alternatif bantuan yang akan diberikan. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseling Behavioral yang menggunakan teknik Pemahaman tingkah laku dikarenakan subjek kasus selalu berperilaku tidak sehat menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan bagi pelaku dan lingkungan, dan tidak seseuai dengan fungsi peranan stimulus yang dimunculkan dilingkungannya dan menggunakan konseling Rasional Emotif Terapi (RET) dengan teknik Direktif dengan merubah pola pikir yang irasional menjadi rasional subjek kasus I yang berpikir bahwa tidak bisa menyesuaikan diri di kelas. Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan tingkah laku serta pola pikir yang irasional. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar klien memahami diri dan tingkah lakunya.Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
f. Treatmen
Pada tahap ini dilaksanakan alternatif bantuan sebagaimana dirumuskan dalam prognosis, maka dalam treatmen akan diambil tindakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pertemuan Pertama
membangun hubungan baik (Rapport) dengan subjek kasus dengan cara memulai percakapan dan menampilkan diri sebagai orang yang dapat memahami dan menerima permasalahan yang sedang dihadapi subjek kasus dan mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh subjek kasus.
2) Pertemuan kedua
Pada pertemuan ini peneliti langsung merefleksi diri apa yang dikatakan subjek kasus pada pertemuan sebelumnya menggunakan prinsip- prinsip bahwa segenap manusia dilahirkan membawa potensi yaitu mengarahkan subjek kasus secara langsung agar meninggalkan tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan berpikir rasional yang tidak menyenangkan bagi subjek kasus. Pertemuan ini peneliti langsung mengarahkan subjek kasus bahwa perilaku selama ini tentang dirinya tidak baik bagi perkembangan jiwanya, yang akan berakibat subjek kasus bullying bahkan dapat merusak kesehatan dan menganggu orang lain disekitarnya. Selanjutnya peneliti mengajak subjek kasus agar agar menghilangkan kebiasaan buruknya dan peneliti mengajak subjek kasus untuk bisa menyesuaikan dengan kondisi dilingkungannya seperti itu agar mendapat perubahan seperti munculnya rasa percaya diri dan menghilangkan perilaku bullying terhadap orang disekitar.
3) Pertemuan ketiga
Pada pertemuan ketiga subjek kasus secara umum sudah menunjukan perubahan yang berarti. Hal ini terlihat dari tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari, lebih berkonsentrasi saat belajar, sudah mulai mau bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Setelah terdapat perubahan, subyek kasus meyakinkan dirinya bahwa subyek kasus pasti bisa mengurangi kebiasaan buruk dan mulai berperilaku lebih baik seperti yang telah dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya agar perilaku yang diinginkan dengan rasa senang dengan kondisi lingkungan sekolah yang menyenangkan.
4) Pertemuan keempat
Pada pertemuan terakhir subjek kasus juga diberikan bimbingan agar selain perubahan tingkah laku terhadap dirinya juga memberikan penjelasan dan pengertian kepada subjek kasus mengenai cara-cara berhenti melakukan bullying terhadap orang disekitar dan arti hidup sehat. Pada pertemuan ini subjek kasus sudah menunjukan sikap sebagai berikut:
a) subjek kasus tidak melakukan bullying di kelas
b) Subjek kasus mengatasi permasalahannya sendiri dalam pergaulan dan tidak lagi menghindar atau membiarkan permasalahanya.
Pada pertemuan ini peneliti dan subjek kasus mengakhiri pertemuan karena sudah ada perubahan yang positif dan sekaligus menghentikan proses konseling, dan pada akhir pertemuan subjek kasus dengan penuh ketulusan mengucapkan terimakasih kepada peneliti, karena bisa membimbing dirinya dengan penuh keikhlasan.
g. Evaluasi
langkah ini untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan dari pelaksanaan konseling yang telah diberikan.
1) Observasi
Setelah diamati subjek kasus sudah tidak bertingkah laku menanggu teman dan mulai menunjukkan sikap baik. Ketika istirahat subjek kasus berada dikelas dan berhubungan baik bersama teman-teman kelasnya.
2) Wawancara dengan subjek kasus
Dari hasil wawancara dengan subyek kasus, diperoleh keterangan bahwa subjek kasus mulai berusaha mengganti rokok dengan permen.
3) Wawancara dengan wali kelas XE dan guru pembimbing
Menurut penjelasan wali kelas dan guru pembimbing bahwa subjek kasus sudah menunjukan tanda-tanda perubahan yang positif. Subjek kasus tampak tidak melakukan bullying dikelas.
h. Tindak lanjut
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, agar diperoleh hasil yang optimal maka dilakukan tindakan bekerjasama dengan masing-masing individu yang terkait:
1. Subjek kasus
Selanjutnya subjek kasus tetap akan dapat mempertahankan sikapnya dan mengembangkan kearah yang lebih baik.
2. Wali kelas
Wali kelas agar memonitor perkembangan serta perubahan- perubahan perilaku subjek kasus yang diharapkan.
3. Guru pembimbing
Menitipkan subjek kasus kepada guru pembimbing untuk dapat memantau perkembangan subjek kasus.
2. Subjek Kasus II
a. Identitas Subjek Kasus
1) Nama (inisial) : SS
2) Tempat Tanggal Lahir : Pontianak 25 Mei 1999
3) Agama : Islam
4) Jenis Kelamin : Laki-Laki
5) Anak Ke : Tiga
6) Jumlah Saudara 4
7) Alamat Lengkap :Jln.Trans,Kalimantan,Gang Mulyo
8) Cita-Cita : Dokter Gigi
9) Hobby : Taekwondo
b. Identitas Orang Tua
1) Ayah
a) Nama Ayah : Mujayen
b) Umur 58
c) Pendidikan : SD
d) Pekerjaan : Swasta
e) Alamat : Jln.Trans,Kalimantan,Gang Mulyo
2) Ibu
a) Nama Ibu : Siti Murni
b) Umur 51
c) Pendidkan : SD
d) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e) Alamat : Jln.Trans,Kalimantan,Gang Mulyo
c. Identifikasi kasus
1) Gambaran permasalahan subjek kasus
Subjek kasus adalah anak ketiga dari empat bersaudara, anak dari pasangan bapak M dan ibu SM, dalam keseharian subjek kasus merupakan anak yang tidak banyak bicara,sikap subjek kasus juga sering menunnjukkan sikap perempuan seperti pada umumnya namun, karena tidak terima dibilang seperti itu oleh temannya subjek kasus marah dan malah melakukan tindakan bullying dengan menucapkan
kata-katakasar kepada teman dikelasnya. sekolah adalah lingkungan kedua dari keluarga yang mudah terpengaruh terhadap teman-temannya, menyebabkan subjek kasus ketahuan melakukan bullying pada temannya sebanyak 4 kali
2) Latar belakang keluarga
Berdasarkan wawancara dengan orang tua subjek kasus, diperoleh keterangan bahwa subjek kasus merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, hubungan subjek kasus dengan orang tuanya kurang harmonis. Berdasarkan data yang diperoleh ayah subjek kasus bekerja sebagai swasta dan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Subjek kasus kurang mendapat perhatian orang tuanya. Kegiatan subjek kasus di rumah jugacuma menjaga adiknya yang masih berusia 3 tahun oleh orang tuanya sehingga subjek kasus berkesan mencari perhatian.
3) Pola asuh orang tua
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemeliharaan dan sebagai pendidik terhadap anak- anaknya. Setiap oang tua pasti menginginkan anak nya hidup sehat jasmani dan rohani serta menjadi manusia yang pendai,cerdas dan berakhlak salah satu pola asuh orang tua subjek kasus selalu mendorong anaknya agar bisa mandiri.
d. Diagnosis
Diagnosis merupakan langkah untuk mencari faktor penyebab dari masalah yang sedang dihadapi oleh subjek kasus. Berdasarkan data yang terkumpul maka dapat ditetapkan bahwa faktor penyebab subjek kasus merokok sebagai berikut:
1) Faktor internal
(a) keinginan mencoba sesuatu yang baru
Subjek kasus yang pasif dalam berkomunikasi ingin mencari perhatian. Subjek kasus pada awalnya hanya ingin mencoba melakukan bullying namun pada akhirnya menjadi kebiasaan.
(b) keinginan untuk diterima oleh temannya
Subjek kasus lebih banyak menghabiskan waktu sendiri pada saat pulang ke rumah, melakukan bullying merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh setiap orang awalnya subjek kasus melihat dari Tv sehingga subjek kasus juga ikut melakukan bullying sebagai pengikutnya.
2) Faktor eksternal
(a) kurangnya perhatian orang tua
Ibu subjek kasus terlalu memanjakan adiknya dan selalu pilih kasih dalam memdidik anak menjadi pemicu sehingga subjek kasus menganggap dirinya tersisihkan oleh kelurganya itu bukan hal yang
tidak diperboleh kan, subjek kasus melihat cara didikan orang tua yang seperti itu sehingga subjek kasus ingin mencari perhatian di luar.
(b) Kurangnya pengawasan di lingkungan sekolah
Kurangnya pengawasan di lingkungan sekolah juga merupakan faktor yang menyebabkan subyek kasus melakukan bullying, pihak sekolah membiarkan peseerta didik dan kurang pengawasan dalam sekolah. Tata tertib masih kurang disosialisasikan pada peserta didik.
e. Prognosis
Setelah mengetahui faktor- faktor penyebabnya maka dirumuskan alternatif bantuan yang akan diberikan pada subjek kasus II secara bertahap dan berlanjut untuk mengatasi masalah peserta didik yang melakukan dilingkungan sekolah. Untuk membantu mengatasi masalah subjek kasus II menggunakan bantuan Behavioral yang menggunakan teknik Pemahaman tingkah laku dikarenakan subjek kasus selalu berperilaku tidak sehat menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan bagi pelaku dan lingkungan, dan tidak seseuai dengan fungsi peranan stimulus yang dimunculkan dilingkungannya dan konseling Rasional Emotif Terapi(RET) dengan teknik Direktif dikarenakan subjek kasus II selalu berpikir bahwa semua orang sama. Dengan demikian, meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Tidak jarang manusia yang tidak memiliki kesadaran akan dirinya akan mengalami masalah-masalah dalam kehidupannya. Teknik yang akan digunakan adalah teknik dengan merubah tingkah laku klien yang buruk menjadi baik dan dengan Membuat klien mengubah pola pikir yang irasional menjadi rasional yaitu:
Metode pemahaman masalah klien sendiri sehinggadirinya dapat menerima secara penuh dirinya sendiri maka jelas yang dituntut aktif adalah klien sendiri konselor hanya sebagai cermin.
f. Treatmen
Pada tahap ini dilaksanakan alternatif bantuan sebagaimana dirumuskan dalam prognosis, maka dalam treatmen akan diambil tindakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pertemuan pertama
a) membangun hubungan baik (rapport) dengan subjek kasus dengan cara memulai percakapan dan menampilkan diri sabagai orang yang dapat memahami dan menerima permasalahan yang sedang dihadapi subjek kasus dan mendengar dengan baik apa yang disampaikan oleh subjek kasus.
b) memberikan pemahaman yang terkait dengan masalah subyek kasus.
2) Pertemuan kedua
Awalnya subjek kasus melihat cara asuh orang tua yang menurutnya kurang baik sehingga mulai cari perhatian baru disekolah dengan berteman dilingkungan sekolah. Teman-teman yang didekatnya sering menimbul kan rasa penasaran terhadap cara bergaul mereka yang sedikit mendominasi peserta didik di lingkungan sekolah menurut subjek kasus yang membuat subjek kasus ingin mencobanya dan lama-kelamaan menjadi pelaku bullying dan selanjutnya peneliti memberikan penguatan tentang kesadaran diri kepada subjek kasus untuk menilai dirinya dan perbuatannya.
3) Pertemuan Ketiga
a) sedikit mengulang hasil pertemuan kedua berupa tugas yang diberikan kepada konseli dan memaparkan pokok-pokok pembicaraan sebelumnya.
b) Membicarakan tugas yang diberikan kepada subjek kasus
c) Mengevaluasi perubahan positif dan kesadaran diri yang telah dicapai subjek kasus dalam menghilangkan perilaku bullying.
d) Perubahan positif pada pertemuan ketiga adalah subjek kasus menjalankan tugas yang diberikan oleh peneliti dalam menghilangkan perilaku bullying,subjek kasus menyadarkan dirinya sendiri kepada dirinya bahwa ia benar-benar akan berhenti melakukan bullying terhadap orang lain.
4) Pertemuan Keempat
Pada pertemuan ini subjek kasus sudah menunjukan sikap yang lebih baik bahwa perilaku selama ini merugikan diri sendiri dan orang lain. Pada pertemuan ini subjek kasus sudah menunjukan sikap sebagai berikut:
a) subjek kasus tidak melakukan bullying dikelas dan di sekolah
b) subjek kasus mulai sadar tentang tugas dan tanggung jawabnyasebagai anak dan sebagai peserta didik.
b) subjek kasus lebih bersemangat dalam belajar
c) subjek kasus selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
g. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu cara yang ditempuh untuk melihat seberapa jauh efek atau pengaruh yang diberikan bagi pemecahan masalah yang ada. Untuk melihat sejauh mana keberhasilan bantuan yang diberikan oleh konseli, maka peneliti melakukan evaluasi terhadap perilaku subjek kasus sebagai berikut:
1) pada saat wawancara dengan subjek kasus, subjek kasus mengatakan bahwa sudah melaksanakan alternatif bantuan seperti menyadarkan diri untuk berhenti melakukan bullying,dan subjek kasus sudah berhasil merubah perilaku yang buruk menjadi baik yang dialaminya.
2) wawancara dengan guru mata pelajaran
Dari hasil wawancara dengan subjek kasus, diperoleh keterangan bahwa subjek kasus mulai berusaha bersikap dan berkomunikasi dengan baik. Dan tidak bersikap seperti anak perempuan sudah mulai bersikap laki-laki.
3) wawancara dengan Guru pembimbing
Dari hasil wawancara dengan guru pembimbing diperoleh keterangan bahwa subjek kasus telah menyadari prilaku atau kebiasaan bullying tidak baik untuk kesehatan dirinya.
4) wawancara dengan teman subjek kasus
Menurut temannya bahwa subjek kasus sudah mulai berubah, dan jarang sekali menganggu temannya dengan tingkah laku yang gemulai juga sudah mulai berkurang.
h. Tindak lanjut
Untuk mencapai hasil yang maksimal terhadap usaha bantuan dalam bentuk tindak lanjut ini diperlukan untuk mengetahui dan mengikuti perkembangan atas kemajuan konseli nantinya, berhubung dengan keterbatasan waktu maka penulis dalam melaksanakan penelitian studi kasus ini sangat diharapkan peranan dari guru bimbingan dan konseling dan orang tua siswa untuk memberikan perhatian yang lebih intensif dan berkesinambungan kepada peserta didik.
1) Memberikan motivasi kepada subjek kasus untuk selalu melakukan hal-hal yang positif serta mempertahankan sikap atau perilaku dan mengembangkan ke arah yang lebih baik.
2) peneliti menitipkan subjek ksus kepada guru pembimbing untuk memantau perkembangan subjek kasus.
3) Wali kelas di sekolah senantiasa memperhatikan perkembangan subjek kasus dan memonitor perkembangan serta perubahan-perubahan perilaku subjek kasus yang diharapkan.
4) Guru mata pelajaran agar terus memperhatikan subjek kasus di dalam kelas saat pelajaran sedang berlangsung.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa upaya pengentasan peserta didik yang melakukan bullying disarankan untuk memberikan pengertian dan perhatian yang intensif dalam membimbing dan memperhatikan perkembangan pendidikan subjek kasus. Oleh sebab itu, maka perlu kerjasama antara kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, dan orang tua subjek kasus. Subjek kasus I disarankan untuk tetap menjalankan alternatif bantuan yang sudah diberikan. Selain itu, belajar sesuai dengan jadwal belajar yang sudah dibuat. Setiap semua peserta didik perlu diajarkan hubungan sosialnya lagi terlebih cara berkomunikasi dan bertingkah laku mereka agar
mereka tidak bangga akan akademik melainkan bisa membanggakan bangsa dan negara melalui karakter yang santun. Subjek kasus II disarankan untuk tetap menjalankan alternatif bantuan yang sudah diberikan oleh peneliti. Kurangnya kasih sayang orang tua terhadap anak yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Teman bermain yang buruk di lingkungan tempat tinggal (teman yang tidak sekolah)Upaya bantuan yang sesuai untuk mengatasi peserta didik yang berperilaku bullying menggunakan konseling behavioral, konseling rational emotif therapy (RET).
Saran
Setiap anak perlu perhatian maka orang tua harus peka dalam mendidik anak sebab anak-anak terutama peserta didik ini adalah tahap dalam mencari jati diri Untuk mengatasi peserta didik yang berperilaku bullying, disarankan perlunya kerja sama yang intensif dalam membimbing dan memperhatikan perilaku subjek kasus di sekolah antara guru bimbingan dan konseling, guru mata pelajaran, wali kelas, orang tua subjek kasus, teman dekat subjek kasus, dan subjek kasus yaitu dengan cara: Guru bimbingan dan konseling hendaknya memberikan bimbingan sosial secara intensif agar peserta didik mampu bersosialisasi dengan baik sehingga terhindar dari perilaku bullying. Guru mata pelajaran hendaknya membimbing subjek kasus dengan baik agar subjek kasus lebih paham akan tanggung jawabnya sebagai pelajar dan memiliki kepribadian yang baik. Wali kelas hendaknya memantau perkembangan positif subjek kasus dan terus memberikan bimbingan secara kontinyu. Orang tua subjek kasus hendaknya menanamkan nilai agama dan 14 moral secara kontinyu serta sabar dalam membimbing subjek kasus. Teman dekat subjek kasus hendaknya mengingatkan subjek kasus memperbaiki perilakunya dan memberikan gambaran positif terhadap apa yang harus dilakukan subjek kasus sebagai pelajar. Subjek kasus hendaknya berusaha memperbaiki diri dalam bersosialisasi dengan teman dan belajar memahami orang lain secara baik agar tidak terjadi dan terhindar dari perilaku bullying.
DAFTAR PUSTAKA
Achroni, Keen. (2012). Ternyata Selalu Mengalah Itu Tidak Baik.
Yogyakarta: Javalitera
Andri Priyatna. (2010). Memehami, Mencegah Dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT
Elek Media komputindo
Chakrawati, Fitria. (2015). Bulyying Siapa Takut? Solo: Tiga Ananda
Coloroso, Barbara. (2011). The Bully, The Bullied, and The Bystander. Colling
Living.
Musbikin, Imam. (2012). Mengatasi Anak Mogok Sekolah + Malas Belajar. Jakarta:
Laksana.
Moleong, Lexy J. (2012). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Munadi, Yudhi. (2008). Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.
Narwastu, Vitria (2011). Perancangan Komunikasi Visual Kampanye Sosial Stop
Bullying! untuk Anak-Anak Usia Sekolah Dasar (SD) di Wilayah Sragen. Solo:
Karya Tugas Akhir Universitas Negeri Sebelas Maret.
Olweus, Dan. (2002). Bullying at School: What We Know, What We Can Do.
Massachusets: Blackwell Publisher. Pandiangan,
Pandiangan, Arini Pinondang. (2011). Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi
pada Remaja Awal Korban Bullying. Medan: Skripsi Sarjana Psikologi
Universitas Sumatra Utara Prayitno & Amti Erman. (2008). Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Santrock. J. W. (2003) Perkembangan Remaja. Terjemahan Shinto B. Adler dan
Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.
Salahudin, Anas. (2012). Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Pustaka
Setia.Setyowati, Marhani. (2009). Upaya Peningkatan Respon Siswa dan Minat
Belajar Siswa pada Pembelajaran matematika Melalui Pendekatan Kooperatif
Tipe Thinj Share (TPS) PTK Pembelajaran Matematik Di Kelas VII SMP Negeri
1 Titomoyo Wonogiri. Jurnal Ilmiah Pendidikan.
. Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wilis, Sofyan S. (2004). Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung:
Alfabeta.
Wiyani, Novan Ardy. (2012) Save Our Children From School Bullying. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.