Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Dimas Fachri

Wanita-wanita yang diharamkan, menurut QS. An-Nisa ayat 22

Agama | Monday, 27 Nov 2023, 21:56 WIB

Surah An-Nisa adalah surah keempat dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 176 ayat. Surah ini diturunkan di Madinah, kecuali ayat 97-100 yang diturunkan di Makkah. Surah ini dinamakan An-Nisa (wanita) karena banyak membahas tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita, seperti hak waris, nafkah, poligami, talak, iddah, dan lain-lain. Surah ini juga mengandung berbagai macam tema, seperti tauhid, risalah, akhlak, jihad, ahkam, dan muamalah. Salah satu ayat yang menarik untuk dibahas adalah ayat 22, yang berisi tentang larangan menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah. Ayat ini termasuk dalam kategori ayat ahkam, yaitu ayat yang mengandung hukum-hukum syariat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan sesamanya. Ayat ini juga termasuk dalam kategori ayat nasikh, yaitu ayat yang menghapus hukum yang ada sebelumnya, baik dari syariat sebelum Islam maupun dari adat jahiliyah.

Surah An-Nisa ayat 22 adalah salah satu ayat yang mengatur tentang larangan menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah. Ayat ini berbunyi:

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا

"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)."

Ayat ini diturunkan sebagai salah satu hukum baru yang menghapus adat jahiliyah yang membolehkan anak laki-laki menikahi istri ayahnya setelah ayahnya meninggal atau menceraikannya. Hal ini dilakukan oleh anak laki-laki sebagai tanda penghormatan kepada ayahnya dan sebagai cara untuk mengambil alih harta dan kedudukan ayahnya. Namun, Islam menganggap perbuatan ini sebagai perbuatan yang sangat keji, dibenci Allah, dan seburuk-buruk jalan. Sebab, perbuatan ini melanggar hak-hak wanita, merusak hubungan kekeluargaan, dan menimbulkan fitnah dan permusuhan. Oleh karena itu, Allah melarang perbuatan ini dan mengancam dengan siksa yang pedih bagi pelakunya.

Namun, ayat ini juga memberikan pengecualian bagi pernikahan yang telah terjadi sebelum adanya larangan ini. Allah memberikan keringanan dan maaf bagi mereka yang telah melakukan perbuatan ini di masa jahiliyah, asalkan mereka tidak mengulanginya lagi setelah mengetahui hukumnya. Hal ini menunjukkan rahmat dan keadilan Allah yang tidak menyiksa hamba-Nya atas sesuatu yang mereka tidak tahu dan tidak sengaja.

Berikut ini beberapa pelajaran yang dapat kita ambil, diantaranya :

1. Islam adalah agama yang menghormati hak-hak wanita dan melindungi kehormatan mereka. Islam tidak membiarkan wanita menjadi barang dagangan atau mainan bagi laki-laki, apalagi bagi anak-anak mereka sendiri. Islam memberikan wanita hak untuk memilih pasangan hidupnya dan tidak dipaksa menikah dengan orang yang tidak disukainya.

2. Islam adalah agama yang menjaga hubungan kekeluargaan dan menghormati garis keturunan. Islam tidak membolehkan pernikahan yang dapat merusak silsilah keluarga dan mencampuradukkan nasab. Islam menetapkan batas-batas yang jelas antara mahram dan non-mahram, antara yang halal dan yang haram, agar tidak terjadi kekacauan dan kerusakan dalam masyarakat.

3. Islam adalah agama yang menghapus adat jahiliyah yang bertentangan dengan akal dan fitrah. Islam membawa hukum-hukum yang sesuai dengan kebenaran dan kebaikan, yang dapat membawa kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhirat. Islam mengajak manusia untuk meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan kebejatan, dan mengikuti jalan yang lurus dan mulia.

Dosen pengampu: Dr. Hamidullah Mahmud, M.A.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image