Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Adab dalam Keterbatasan: Membangun Martabat di Tengah Ujian

Agama | Sunday, 26 Nov 2023, 05:11 WIB
Dokumen asianpost.id

Dalam perjalanan hidup, takdir seringkali menguji manusia dengan berbagai cobaan. Salah satu ujian yang mungkin dihadapi adalah kemiskinan. Namun, dalam keadaan sulit ini, Islam mengajarkan adab-adab yang perlu diperhatikan oleh orang-orang yang diuji oleh Allâh Azza wa Jalla. Adab-adab ini mencakup aspek hati, penampilan zhahir, pergaulan, dan aktivitas harian.

Adab Hati: Menghadapi Kemiskinan dengan Kesabaran dan Syukur


Pertama-tama, adab yang terkait dengan hati sangat penting. Seseorang yang diuji dengan kemiskinan seharusnya tidak membiarkan kebencian terhadap ujian tersebut tumbuh di dalam hatinya. Sebaliknya, ia diajarkan untuk bersikap sabar dan bersyukur atas ujian yang diberikan Allâh Azza wa Jalla. Kemiskinan bukanlah tanda kekurangan kasih sayang-Nya, melainkan ujian yang dapat menguatkan iman dan ketabahan.


Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya mengingatkan bahwa orang-orang yang tidak tahu sebenarnya mengira orang miskin tersebut kaya karena memelihara diri dari meminta-minta (Al-Baqarah/2:273). Dari ayat ini, kita dapat memahami pentingnya menjaga hati dari perasaan rendah diri atau iri terhadap keadaan orang lain.


Adab Zhahir: Kehormatan Diri dan Penampilan yang Bersih


Adab yang berkaitan dengan penampilan zhahir juga tidak kalah pentingnya. Meskipun diuji dengan kemiskinan, seseorang diharapkan tetap menjaga kehormatan diri dan penampilan yang bersih. Ini bukan sekadar untuk menunjukkan kepada dunia luar, tetapi juga sebagai bentuk rasa hormat terhadap diri sendiri sebagai hamba Allâh Azza wa Jalla.


Menjaga penampilan yang baik adalah bentuk syukur terhadap nikmat-nikmat yang masih diberikan oleh-Nya. Dalam kondisi apapun, seorang mukmin diajarkan untuk tidak meremehkan diri sendiri atau terjerumus dalam keterpurukan yang dapat merugikan zhahir dan batin.


Adab Pergaulan: Mengekalkan Kesejatian dalam Hubungan


Dalam pergaulan, orang yang diuji dengan kemiskinan diajarkan untuk tidak merendahkan diri di hadapan orang kaya. Keberadaan kemiskinan tidak seharusnya menjadi alasan untuk merasa rendah atau inferior. Justru, dalam Islam, kebenaran harus tetap diungkapkan, bahkan di hadapan mereka yang lebih kaya.


Bersikap jujur dan tidak terpengaruh oleh status ekonomi orang lain adalah bukti integritas seorang mukmin. Dalam memberikan nasihat atau menyampaikan kebenaran, tidak boleh ada rasa takut atau ragu hanya karena menghadapi orang yang lebih berada. Kekayaan seseorang bukanlah ukuran kebenaran, dan seorang mukmin diingatkan untuk tidak diam atau bersikap pura-pura demi meraih harta dari orang kaya.


Adab Aktivitas Harian: Ketaatan dan Kebijaksanaan dalam Beribadah dan Bersedekah


Terakhir, dalam aktivitas harian, seorang yang diuji dengan kemiskinan diajarkan untuk tidak malas dalam beribadah. Meskipun mungkin ada kesulitan ekonomi, kefakiran tidak boleh menghalangi seseorang dari ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla. Ia tetap diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban agama dengan sungguh-sungguh.


Selain itu, kefaqiran juga tidak boleh menjadi penghalang untuk bersedekah, meskipun hanya dengan sebagian kecil dari harta yang dimilikinya. Islam mengajarkan pentingnya sikap dermawan, bahkan ketika seseorang berada dalam kondisi sulit. Bersedekah bukan hanya tentang memberi materi, tetapi juga memberikan sebagian dari waktu, kebaikan, dan keterampilan yang dimiliki.


Kesimpulan: Melalui Adab, Menggapai Kesempurnaan dalam Kemiskinan


Dengan memperhatikan adab-adab ini, seseorang yang diuji dengan kemiskinan dapat menjalani kehidupan dengan penuh martabat dan kesejahteraan spiritual. Adab hati membantu menjaga kesucian batin, adab zhahir memastikan kehormatan diri tetap terjaga, adab pergaulan meneguhkan integritas dalam berkomunikasi, dan adab aktivitas harian mengarahkan pada ketaatan dan kebijaksanaan dalam beribadah dan bersedekah.


Jika setiap langkah ini diambil dengan penuh kesadaran dan ketakwaan kepada Allâh Azza wa Jalla, maka kemiskinan bukan lagi hambatan, melainkan peluang untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mencapai kesempurnaan sebagai hamba yang tunduk dan bersyukur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image