Tak Cukup Milisi, Pembelaan Atas Palestina Butuh Aksi Nyata Negeri Muslim
Agama | Monday, 20 Nov 2023, 22:19 WIBPada hari Kamis 2 Oktober lalu, milisi Hizbullah di selatan Libanon meluncurkan puluhan roket ke kota Kiryat Shmona, wilayah yang sudah diduduki zionis Yahudi. Tidak hanya Hizbullah, milisi Houthi di Yaman juga meluncurkan drone nya untuk menyerbu entitas zionis pada Selasa 31 Oktober. Kemudian ada milisi Jihad Islam yang menggempur Yahudi zionis pada 7 Oktober lalu hingga peperangan berlangsung sampai hari ini.
Aksi perlawanan oleh milisi-milisi Islam ini, adalah bentuk kesadaran mereka atas kewajiban mereka untuk membela Palestina, saudara sesama muslim yang sedang teraniaya. Meskipun negara mereka mengambil sikap yang berbeda. Sebagaimana yang diketahui, tidak ada satu negeri-negeri muslim yang mengirim tentara ke Palestina, termasuk Yaman dan Libanon. Bahkan penguasa Palestina berlindung di balik organisasi Oki dan PBB. Kejahatan dan penjajahan entitas Zionis sudah nyata, namun penguasa negeri-negeri muslim justru mengabaikan realita ini. Mereka hanya melakukan kecaman-kecaman, bahkan yang lebih menyakitkan lagi penguasa Arab Saudi justru melakukan pesta tahunan di saat Palestina dibombardir rudal Zionis Yahudi.
Sementara penguasa Muslim lainnya, seperti Turki masih menjamin hubungan diplomatik dengan Zionis Yahudi. Bahkan beberapa penguasa Negeri Muslim lainnya melakukan hubungan normalisasi. Sikap ini menunjukkan pengkhianatan yang begitu besar kepada muslim Palestina. Tak hanya itu penguasa negeri-negeri muslim juga mengabaikan realita kondisi peperangan yang terjadi antara Zionis Yahudi dan Hamas. Pertarungan antara mereka tidaklah imbang, posisi Hamas adalah milisi independen kaum muslimin Palestina, tanpa dukungan negara, sementara Zionis Yahudi didukung oleh negara.
Pada awalnya, kependudukan Zionis Yahudi di Palestina dibantu Inggris melalui perjanjian Balfour. Pada saat itu Inggris masih menjadi negara adidaya, pun negara-negara Eropa mendukung keputusan tersebut hingga saat ini. Namun seiring dinamika perpolitikan Global, entitas Zionis Yahudi menjadi anak asuh negara kapitalisme, Amerika. Inilah yang menjadi alasan entitas Zionis saat ini berani melawan dan memusuhi kaum muslimin. Mereka mendapat dukungan dari berbagai negara, mulai dari dukungan dana senjata dan sejenisnya. Sehingga jelas realita yang terjadi adalah peperangan antara negara dan milisi, padahal peperangan itu seharusnya negara melawan negara.
Di sisi lain Islam menjadikan pembelaan adalah satu kewajiban yang harus dipenuhi sesama muslim dan negeri muslim. Apalagi ketika musuh bertindak di luar batas kemanusiaan dan menghilangkan nyawa kaum muslim. Allah SWT berfirman :
وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۚ
“Dan perangilah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu ” (Q.S Al-Baqarah:191)
Tidak ada upaya penguasa Negeri muslim mengikuti langkah milisi yakni mengirimkan balasan serangan, disebabkan adanya rasa nasionalisme di negeri-negeri kaum muslimin. Dahulu kaum muslimin bersatu di bawah kekuasaan Islam, namun adanya perjanjian Sykes-Picot membuat kaum muslimin terkotak-kotak menjadi Nation state. Agar kaum muslimin tidak memiliki perasaan bersatu kembali, maka barat menumbuh suburkan paham nasionalisme di benak-benak kaum muslimin.
PAN Arabisme adalah salah satu cikal bakal penanaman nasionalisme di negeri muslim. Sehingga mereka merasa berbeda dengan kaum muslimin lainnya, dan Barat mudah untuk menguasai dan mengendalikan kaum muslimin di bawah kekuasaannya. Karena itulah tidak ada tentara atau perlawanan dari penguasa muslim atas kebiadaban Zionis Yahudi dan para sekutunya.
Sejati nya nasionalisme tidak pernah dikenal oleh umat Islam, kaum muslimin tidak tersekat-sekat namun bersatu layaknya satu tubuh. Jika satu bagian tubuh tersakiti, maka tubuh yang lain akan ikut merasakan sakitnya.
Allah SWT berfirman :
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara,” (Q.S Al-Hujurat :10).
Dahulu kaum muslimin bersatu dalam negara yang menerapkan syar’iat islam kaffah. Negara akan menjadi junnah bagi kaum muslimin. Negara akan melindungi kaum muslimin dari bahaya, serangan musuh dan semua hal yang mengancam kaum muslimin. Inilah penjelasan Imam An Nawawi terhadap hadist :
“Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (H.R Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Dengan adanya pemimpin yang satu bagi kaum muslimin, Palestina tidak akan mengalami kehinaan dan kenestapaan seperti hari ini. Mereka akan mendapatkan kesejahteraan hidup dan perlindungan dari negara, sebab tanah Palestina adalah tanah milik kaum muslimin.
Tanah Palestina adalah tanah kharajiah yang difutuhati pada masa Khalifah Umar Bin Khattab Sapronius, Uskup Agung al-Quds sendirilah yang menyerahkan kunci kota kepada Khalifah Umar. Tanah Palestina telah disirami oleh darah para syuhada pasukan Panglima Salahudin al-Ayyubi ketika beliau merebut kembali Al-Quds dari penjajahan tentara salib. Tanah Palestina juga senantiasa dijaga dengan jiwa raga para pemimpin Islam. Salah satu buktinya adalah ultimatum Sultan Abdul Hamid II kepada Theodore Hezrl agar jangan sekali-kali berani meminta tanah Palestina.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.