Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Aborsi Online, Memang Boleh?

Gaya Hidup | Saturday, 18 Nov 2023, 13:53 WIB

Dari kota Bandung, Indonesia digemparkan dengan praktik aborsi online yang berhasil ditangkap polisi. Aborsi online, maksudnya penggunaan obat-obatan oleh korban itu sendiri yang dipandu tersangka melalui aplikasi perpesanan WhatsApp. Tragedi yang terjadi pada tanggal 06/11/223 behasil dengan keluarnya janin dari rahim korban.

Praktik sejenis sudah marak terjadi di negeri muslim terbesar ini, pertanda generasi muda tidak sedang baik-baik saja. Aborsi hingga buang bayi menjadi berita yang menambah deretan kasus dekadensi moral dan pergaulan bebas.

Perilaku kebebasan ini jelas diakibatkan oleh sistem pendidikan yang berlandaskan sekularisme-kapitalisme. Sehingga tanpa sadar justru anak-anak didik ditanamkan konsep kebebasan, yaitu cara berpikir dan bersikap yang memisahkan agama dari kehidupan. Maka bagaimana cara mereka bergaul tidak menjadi program dalam kurikulum. Justru yang ditekankan adalah cara belajar suka-suka, termasuk bagaimana mengimplementasikan pelajaran yang didapatkan tanpa penanaman akidah, nilai-nilai Islam dan hukum syariat. Bahkan jika seorang guru dalam proses belajar mengajar melibatkan Islam, akan diberikan stigma memaksakan kehedak, menyalahi HAM, tidak Pancasilais, tidak toleran, menolak keberagaman, hingga cap radikal.

Sebagaimana banyak fakta seorang guru yang dikasuskan, padahal guru tersebut justru melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim yang harus mengingatkan jika ada kemaksiatan. Terlebih sebagai seorang pendidik yang memiliki tanggung jawab menjaga anak didik dari perilaku pelanggaran syariat dan tidak beradab.

Dalam hal ini agama Islam hanya diposisikan sebagai ibadah ritual saja yang tidak layak digunakan untuk mengatur tingkah laku manusia di berbagai ranah kehidupan. Misalnya dalam pergaulan remaja di sekolah, aturan Islam tak lagi dijadikan standar. Mereka dibiarkan ketika berdua-duan di sekolah, makan bareng, jalan bareng. Bahkan sekolah justru memfasilitasi anak didik, seorang muslimah yang tidak menutup aurat ketika melakukan kegiatan sekolah, dalam rangka menyukseskan program kurikulum. Misalnya ketika mengikuti event olah raga atau gelaran pentas seni yang menjadi bagian dari kurikulum sekolah.

Lantas mau ke mana arah pendidikan generasi saat ini? Atas nama belajar dan merealisasikan kurikulum, justru lembaga pendidikan yang paling bertanggung jawab terhadap rusaknya moral anak bangsa.

Tanpa disadari oleh praktisi pendidikan, sejatinya kurikulum pendidikan saat ini yang mengaruskan nilai-nilai kebebasan. Maka pantas jika pergaulan bebas, perzinaan hingga praktik aborsi dengan berbagai ragam cara tak bisa dibendung lagi.

Ditambah lagi para pejabat yang memanjakan masyarakat dengan berbagai pentas, konser, joget-joget bahkan dalam acara resmi kenegaraan. Maka agenda yang penuh dengan hiburan saat ini sedang marak mengiringi acara resmi hingga di pemerintahan daerah. Belum lagi negara yang abai terhadap media informasi yang penuh degan konten kebebasan dan pornografi.

Semua ini tidak akan terjadi dalam sistem kehidupan Islam yang begitu menjaga pergaulan dengan penjagaan yang berlapis-lapis. Islam juga mengharamakan upaya pembunuhan manusia, termasuk penghilangan janin dalam aborsi. Dalam naungan sistem Islam, individu, masyarakat, dan negara akan bersama-sama saling mengingatkan dan menciptakan suasana keimanan. Standar perbuatan masyarakat, termasuk lembaga pendidikan adalah halam haram.

Sehingga akan tumbuh generasi yang shalih dan terjaga pergaulan, pendangannya menatap jauh ke depan. Sebab mereka menyadari perannya sebagai calon pemimpin bangsa. Generasi seperti ini akan terwujud dalam sistem yang menerapkan aturan Islam dalam selurah aspek kehidupan. Wallahu’alam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image