Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Totok Siswantara

Republik Rasa Kerajaan, Petruk dan Pangeran Brengsek

Politik | Saturday, 18 Nov 2023, 10:37 WIB
Ilustrasi sang pangeran ( sumber Media Indonesia )

Republik Rasa Kerajaan, Petruk dan Pangeran Brengsek

Inilah zaman kemajuan. Ada sirup rasa jeruk dan durian.

Ada keripik rasa keju dan ikan. Ada republik rasa kerajaan.

Saya cuplik sepenggal bait puisi Zaman Kemajuan karya Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. Puisi itu disambut gelak tawa dan tepuk tangan penonton yang memadati Taman Budaya Surakarta, Jawa Tengah beberapa waktu yang lalu.

Selanjutnya orang bijak berkata, “Ojo podo nelongso, jamane jaman sengsoro”,

Akibat Petruk dadi ratu, setiap hari kerjanya cuma “ngigel jaran goyang”, narsis gak ketulungan, nepotisme di sepanjang jalan, korupsi di setiap kantor kerajaan. Birahi kuasa Presiden Petruk wel geduwel bleh, bleh, bleh tidak ada matinya. Terus dan terus ingin melanggengkan kuasa dinastinya sepanjang masa.

Anaknya sang Pangeran Gudel Ngepet, ngomongnya ngaco namun diframing sebagai sosok milenial yang jempolan. Idola gen Z , gen Y dan Gen X. Framing digencarkan untuk menyebar kepalsuan tentang kehebatan Pangeran Brengsek yang katanya telah menjadi idola generasi muda.

Masih relevan lagu Pangeran Brengsek yang sangat populer dikalangan aktivis gerakan reformasi 1997/98 yang sukses menumbangkan rezim despotik. Pangeran itu juga disebut sebagai Bento yang jago aksi tipu-tipu.

Dibenak rakyat berseliweran pertanyaan :

Benarkah Pangeran Gudel Ngepet itu kini adalah sosok yang jempolan, hebat dan pemikirannya seperti para pendiri republik yang dulunya dalam usia belia tetapi visi dan pemikirannya luar biasa hebatnya ?

Para pentolan partai dan relawan oportunis saat ini tega-teganya menyamakan Pangeran Gudel Ngepet otak dan visinya seperti para pendiri republik, kok ngawur amat ya. Belajar sejarah dimana mereka itu ?

Menengok jendela sejarah, disitu akan terlihat bahwa semangat zaman hanya dapat dikendalikan oleh kaum belia. Sejarah kebangsaan kita telah menyajikan gilang-gemilangnya para politisi belia. Para politisi pada episode zaman pra dan pasca kemerdekaan adalah para aktivis belia. Banyak diantaranya malah mencapai puncak karier politik dalam usia yang masih sangat belia.

Bung Sjahrir, contohnya, ia terpilih menjadi Perdana Menteri RI yang pertama pada usia 36 tahun. Bung Karno sendiri menjadi Presiden pertama RI ketika berusia 44 tahun. Dan sederet lagi usia belia para tokoh dan pemimpin pergerakan Indonesia merdeka pada tempo doeloe. Yang membuat jalannya revolusi menjadi sustainable ( berkelanjutan ), dinamis dan menggelora seperti kawah Candradimuka. Layar sejarah telah menyajikan lakon, betapa belia politisi kita tempo doeloe. Dalam usia yang sangat belia mereka telah malang melintang, dan jatuh bangun dalam perjuangan politik. Hebatnya lagi, meski belia, mereka secara intelektual dan kepemimpinan telah mencapai tingkat paripurna yang dalam perspektif sekarang ini hampir tak terbayangkan.

Seperti apa indikator kematangan politisi dulu dan sekarang ?

Indikator kematangan itu terlihat dalam gagasan dan buku karyanya. Dalam usia yang sangat belia Soekarno menulis buku Indonesia Menggugat yang sangat menggetarkan dunia. M.Natsir menulis beberapa artikel ideologis dan kemudian dikumpulkan dalam Capita Selecta yang mencerahkan kehidupan demokrasi pada saat itu. Hatta menulis Indonesia Merdeka dan sederet tulisan lainnya. Sjahrir menulis Renungan dalam Tahanan. Dan demikianlah para aktivis muda lainnya. Mereka adalah aktivis belia sekaligus intelektual muda yang benar-benar mengagumkan.

Panggung politik sekarang ini memerlukan transfusi darah segar dari kaum belia. Supaya tidak rutin, monoton, deadlock, dan membosankan. Namun sayang seribu sayang, Pangeran Brengsek Gudel Ngepet beserta relawan ikut-ikutan nimbrung melakukan manipulasi, kolusi dan memperkosa konstitusi. Keniscayaan, pangeran brengsek mesti dikalahkan, jangan sampai kelak dusta yang berkuasa.

Politisi Muda Perlu Fatsoen Politik dan Kekuatan Narasi

Regenerasi politik ditentukan oleh politisi muda. Sungguh ironis, justru pada era bonus demografi, regenerasi politisi muda di Indonesia belum menggembirakan akibat sistem kepartaian dan masih lemahnya kekuatan narasi politisi muda. Selain itu politisi tua dan muda masih sering menabrak fatsoen politik.

Seperti apa gambaran politisi muda di belahan dunia saat ini ?

Politisi muda dunia semakin memiliki kekuatan narasi untuk merebut kekuasaan dalam sistem demokrasi. Politik narasi kini menjadi senjata yang ampuh bagi politisi muda untuk merebut kekuasaan. Bahkan kekuataan narasi kini sangat menentukan ekosistem politik di Amerika Serikat dan merupakan cara yang ampuh untuk mengalahkan oligarki, jejaring pelobi dan politik dinasti.

Salah satu bukti kekuatan narasi politisi muda juga terlihat dari kemenangan Gabriel Boric. Dalam pilpres Chile, Boric bersama koalisinya memproduksi besar-besaran narasi progresif untuk mengalahkan rezim status quo. Hal serupa juga terjadi di Thailand, Kekuatan narasi lewat media sosial oleh kalangan politisi muda terlihat pada pemilu Thailand yang diselenggarakan pada Mei 2023. Yang memenangkan Pita Limjaroenrat (42 tahun) dari Partai Bergerak Maju (Phak Kao Klai). Berdasarkan data dari alat ukur media sosial Social Eye pada hari pemilihan, Partai Bergerak Maju disebut telah mengunggah lebih dari 245.000 konten di media sosial.

Apakah sopan santun politik ( fatsoen politik ) dan jiwa ksatria masih penting pada saat ini ?

Ada politisi muda anak penguasa yang telah berkhianat dan melecehkan parpol yang membesarkannya. Dia sanggup berkhianat dan membuang sikap ksatria lalu bergabung dengan partai lain untuk melanggengkan kekuasan dengan cara kasak-kusuk nepotisme menggarap MK agar mengubah hukum dengan cara pokrol bambu. Fatsoen politik dan jiwa ksatria dicampakkan.

Sejarah Indonesia sebenarnya diwarnai dengan kehebatan para politisi muda pada awal kemerdekaan dan sebelumnya.

Sejarah telah menunjukkan betapa belia politisi dan pemimpin tempo dulu. Dalam usia yang sangat belia mereka telah malang melintang, dan jatuh bangun dalam perjuangan politik. Hebatnya lagi, meski belia namun kekuatan narasi dan tradisi intelektual yang dituntun fatsoen politik, mereka telah mencapai tingkat kematangan.

Mereka adalah figur-figur intelektual publik yang sangat visioner. Dengan predikat sebagai intelektual publik yang disertai kekuatan narasinya, maka rakyat luas mudah memahami ide, gagasan dan sepak terjang kepolitikannya yang sarat sopan santun dan jiwa ksatria.

Mereka adalah aktivis belia sekaligus intelektual publik yang benar-benar mengagumkan dan menjunjung tinggi fatsoen politik. Sangat berbeda dengan sosok Pangeran Brengsek Gudel Ngepet.

Bandung, 18 November 2023

Selamat Merawat Demokrasi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image