Pandangan Islam Mengenai Kasus Aborsi pada Perempuan yang Diperkosa
Agama | 2023-11-17 13:26:09Aborsi merupakan suatu tindakan dengan cara mengakhiri, menghilangkan atau merusak janin sebelum masa kelahiran di luar kandungan, yang bisa dilakukan dengan cara spontan atau mengeluarkan janin dengan cara paksa. Sedangkan menurut pandangan Ulama ahli fikih dari Abdul Qadir Audah, aborsi adalah pengguguran kandungan dan perampasan hak hidup janin atau perbuatan yang dapat memisahkan janin dari rahim ibu.
Perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum melakukan suatu tindakan aborsi sebelum usia bayi ditiupkan ruh kedalam janin. Sebagian ulama membolehkan melakukan tindakan aborsi dengan alasan tidak ada aksi nyata yang dibunuh ketika melakukan tindakan aborsi tersebut, sedangkan sebagian ulama yang lain mengharamkannya karena dianggap membunuh bayi, kecuali dalam kondisi darurat dan adanya hajat tertentu. Dalam hal usia bayi telah ditiupkan ruhnya, sepakat para ulama tentang pengharamannya, karena melakukan tindakan aborsi ketika bayi telah ditiupkan ruhnya atau bernyawa, sama halnya dengan menghilangkan nyawa atau membunuh.
Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan melampiaskan nafsu seksual oleh lelaki terhadap perempuan tanpa ada ikatan hubungan pernikahan dengan cara yang menurut moral melanggar hukum yang berlaku dan ketika melakukan perbuatan itu, wanita tersebut dalam kondisi ketakutan, paksaan dan dibawah ancaman psikologis. Perempuan dan anak perempuan merupakan kelompok yang rentan sebagai korban pemerkosaan.
Pemerkosaan dapat terjadi karena adanya faktor yang melatarbelakangi, seperti cara pandang yang salah, faktor diri pribadinya, faktor interaksi dengan lingkungannya dan faktor sosial kemasyarakatan yang melingkupinya. Akibat terjadinya pemerkosaan tersebutlah, banyak dari kalangan perempuan melakukan tindakan aborsi untuk menghindari rasa malu dari masyarakat dan keluarga karena telah melakukan perbuatan perzinahan.
Menurut Imam Syafi’i jika kehamilan dari kandungan itu akibat perbuatan zina, ulama madzhab Syafi’i membolehkan untuk melakukan pengguguran janin tersebut, kebolehan itu berlaku pada kehamilan akibat perzinahan. Perzinahan atau pemerkosaan yang terpaksa, di mana wanita merasakan penyesalan dan kepedihan hati.
Sedangkan dalam kondisi di mana wanita telah meremehkan harga diri dan tidak lagi malu melakukan hubungan seksual yang haram, maka perbuatan perempuan itu dilaknat oleh syariat dan diharamkan oleh agama. Selain dari pada itu, dalam menyikapi janin hasil perzinahan sekalipun, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan kepada perempuan dari suku al Ghamidiyah yang melakukan perzinahan untuk mengaborsi kandungannya.
Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah ini, Nabi justru menangguhkan pengabulan permintaannya untuk disucikan dengan hukuman rajam sampai melahirkan yang diteruskan sampai berakhirnya masa menyusui bayi, demi keberlangsungan hidup janin dan menjunjung tinggi kehidupan. Madzhab Imam Syafi’i memberikan syarat diperbolehkannya aborsi tersebut adalah usia kehamilan akibat pemerkosaan tidak lebih dari 120 hari.
Diperbolehkannya aborsi akibat dari hasil persetubuhan yang tidak diinginkan oleh pihak wanita (pemerkosaan) bersifat darurat. Dan kaidah fikih mengatakan bahwa dalam kondisi darurat yang dilarang menjadi diperbolehkan. Jika aborsi dilakukan setelah batas lebih dari 120 hari maka terhitung sebagai pembunuhan, dan ini tidak diperbolehkan dalam syari’at Islam.
Macam-macam Aborsi Ada dua macam abortus (pengguguran) yaitu:
1. Abortus spontan (spontaneus abortus), ialah abortus yang tidak di sengaja. Abortus spontan biasa terjadi karena penyakit sifilis, kecelakaan dan sebagainya.
2. Abortus yang disengaja (abortus provocatus). Abortus ini ada dua macam yaitu:
a) Abortus artificialis therapicus, yakni abortus yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena misalnya penyakit-penyakit yang berat, seperti TBC yang berat dan penyakit ginjal yang berat.
b) Abortus povocatus criminalis, yakni abortus yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis. misalnya abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks diluar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.
Pendapat dan Dalil Ulama Perihal Aborsi
Terkait dengan penciptaan janin dan penyebutannya sebagai manusia, al-Qur’an dan hadis Nabi menjelaskan proses perkembangan janin dalam kandungan ibu, baik secara sekilas maupun terperinci. Berikut dalil-dalil yang menyebutkan tentang proses perkembangan janin. Firman Allah swt. dalam surah Al-Hajj ayat 5:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَاِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَّغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْۗ وَنُقِرُّ فِى الْاَرْحَامِ مَا نَشَاۤءُ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوْٓا اَشُدَّكُمْۚ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّٰى وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلٰٓى اَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔاۗ وَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ
Artinya : Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tetumbuhan) yang indah. (Q.S. Al-Hajj ayat 5).
Sedangkan menurut hadist rasulullah saw. yang berbunyi bahwasanya: Hasan bin Rabi’ mengabarkan, Abu al-Ahwas mengabarkan, dari al- A’masy, dari Zaid bin Wahab, Abdullah Berkata: Rasulullah saw bersabda dan ia adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya, beliau bersabda: ‘sesungguhnya kamu diciptakan dalam rahim ibumu selama empat puluh hari, kemudian menjadi ‘alaqah dengan masa yang sama, kemudian menjadi mudghah dalam masa yang sama pula, kemudian Allah mengutus seorang malaikat dan memerintahkannya untuk meniupkan ruh kepadanya
Pada perspektif hukum hak asasi manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1 ayat (5) berbunyi setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maksud pasal tersebut adalah bahwa aborsi dapat dilakukan sepanjang janin yang ada dalam kandungan belum melewati beberapa fase yang akhirnya nanti bisa tumbuh dan berkembang yang selanjutnya akan bernyawa. Hal ini merujuk pada pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berbunyi bahwa Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Kemudian dapat digaris bawahi bahwasanya memang anak dalam kandungan berhak mendapatkan perlindungan, namun bukan berarti dengan cara membiarkan jiwa sang ibu dalam bahaya seperti halnya dalam kasus aborsi. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwasanya sepanjang janin belum bernyawa yang selanjutnya bisa dikatakan sebagai anak, bisa di aborsi sepanjang dengan indikasi kedaruratan medis dan tentunya dilakukan dengan tenaga ahli. Berbeda dengan tinjauan dalam perspektif hukum Islam, penentuan waktu dalam hukum Islam menurut pandangan dari madzhab Imam Syafi’i adalah sebelum 120 hari atau sekitar 4 bulan.
Pada usia 120 hari, akan dilakukan peniupan ruh pada janin. Jadi dapat disimpulkan bahwa penentuan batas waktu aborsi berbeda antara ketiga perspektif hukum. Menurut penulis, akan terjadi penafsiran yang berbeda. Sehingga tidak dapat dipungkiri akan terjadi perbedaan perilaku subyek yang akan melakukan aborsi, sesuai dengan yang paling menguntungkan dan keadaan kondisi pada saat melakukan tindakan aborsi itu bagi dirinya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.