Menciptakan Harmoni Tanpa Perdebatan
Agama | 2023-11-16 16:23:33Pertengkaran dan perbantahan seringkali dianggap sebagai bagian yang tak terhindarkan dalam interaksi antarindividu. Namun, sebuah pandangan menarik muncul dari pemikiran bahwa ketika kebenaran sudah terang-benderang, pertengkaran tidak lagi diperlukan. Keyakinan ini mendasarkan argumennya pada pemahaman bahwa kebenaran yang jelas akan menghapus kesamaran dan kerancuan, menyisakan pilihan antara mengakui atau menolak.
Miftâh Dâris Sa’âdah, dalam karyanya, menyoroti konsep bahwa perbantahan dan pertengkaran sebenarnya memiliki tujuan positif, yakni mewujudkan dan menampakkan kebenaran. Namun, dia juga menggarisbawahi bahwa ketika kebenaran sudah terang-benderang, perdebatan semacam itu menjadi sia-sia. Pertanyaannya muncul: apakah perdebatan memang tidak lagi memiliki nilai ketika kebenaran sudah jelas?
Menilik pandangan ini, Ruhul Ma’ani dan Tafsir Abis Su’ud memberikan perspektif tambahan bahwa ketika al-haq (kebenaran) telah tampak terang-benderang, perdebatan menjadi tidak diperlukan lagi. Sebaliknya, sikap menentang kebenaran yang sudah jelas hanya dapat diartikan sebagai bentuk congkak, kesombongan, dan keras kepala. Mereka menegaskan bahwa ketika kebenaran telah terang di hadapan mata, hanya ada dua opsi: mengakui dan mengikutinya atau tetap keras kepala menolaknya.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah perdebatan memang tidak lagi memiliki nilai ketika kebenaran sudah jelas? Mengapa seseorang masih bisa menolak kebenaran yang telah terang-benderang? Dalam kajian ini, kita akan menjelajahi aspek-aspek kunci terkait argumen ini dan menggali apakah harmoni tanpa perdebatan adalah suatu konsep yang memungkinkan dalam interaksi sosial.
Klarifikasi Tentang Perdebatan dan Kebenaran
Perdebatan, dalam konteks ini, diartikan sebagai proses pertukaran argumen untuk mencapai suatu kesimpulan. Namun, apakah semua perdebatan benar-benar mengarah pada penemuan kebenaran? Terdapat pandangan bahwa perdebatan yang sehat dan konstruktif dapat menjadi sarana untuk mendekati kebenaran, sejauh partisipan mampu mendengarkan, memahami, dan mempertimbangkan argumen lawan dengan objektif.
Ketika Miftâh Dâris Sa’âdah menyebutkan bahwa perbantahan disyariatkan untuk mewujudkan kebenaran, dapat diartikan bahwa perdebatan sebenarnya dapat menjadi instrumen untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam. Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara perdebatan yang konstruktif dan destruktif, di mana yang pertama mendorong terungkapnya kebenaran.
Kondisi Kebenaran yang Jelas
Pernyataan bahwa tidak perlu lagi perdebatan ketika kebenaran sudah terang-benderang mengasumsikan bahwa kondisi kebenaran yang jelas dapat diakui oleh semua pihak. Namun, apakah kebenaran selalu dapat diterima begitu saja?
Terkadang, faktor-faktor seperti latar belakang budaya, keyakinan, atau pandangan pribadi dapat memengaruhi cara seseorang memandang kebenaran. Dalam situasi seperti ini, penting untuk mendefinisikan apa yang dianggap sebagai kebenaran yang terang-benderang. Apakah kebenaran ini bersifat objektif dan dapat diterima oleh semua individu tanpa kecuali, ataukah ada ruang untuk penafsiran yang berbeda?
Konsekuensi dari Penolakan Kebenaran
Argumen bahwa perdebatan tidak lagi diperlukan ketika kebenaran sudah terang-benderang menciptakan pemahaman bahwa menentang kebenaran adalah tindakan congkak, sombong, dan keras kepala. Namun, apakah penolakan terhadap kebenaran selalu dapat disederhanakan menjadi karakteristik negatif semata?
Situasi di mana seseorang menolak kebenaran mungkin melibatkan faktor-faktor kompleks seperti ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk menerima pandangan baru, ketakutan terhadap perubahan, atau pengalaman pribadi yang mendalam. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan nuansa dan kompleksitas yang terlibat dalam setiap penolakan terhadap kebenaran.
Penerapan Prinsip Harmoni tanpa Perdebatan
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, apakah mungkin menciptakan harmoni tanpa perdebatan ketika kebenaran sudah terang-benderang? Memahami bahwa perdebatan dapat menjadi alat untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam, mungkin ada manfaatnya untuk membuka ruang diskusi yang terbuka, meskipun kebenaran terlihat jelas.
Penting untuk menciptakan lingkungan di mana orang merasa aman untuk menyatakan pandangan mereka tanpa takut dihakimi atau diabaikan. Dengan demikian, perdebatan dapat menjadi sarana untuk membangun pemahaman bersama dan mencapai kesepakatan, bahkan ketika kebenaran dianggap jelas.
Kesimpulan: Harmoni Melalui Pemahaman Bersama
Dalam penutup, konsep bahwa tidak perlu lagi perdebatan ketika kebenaran sudah terang-benderang memberikan perspektif menarik terhadap dinamika interaksi manusia. Namun, penting untuk mengakui kompleksitas situasi di mana kebenaran tidak selalu diterima dengan mudah oleh semua individu.
Menghadapi tantangan perdebatan dengan pandangan terbuka, sikap empati, dan keinginan untuk mencapai pemahaman bersama dapat menjadi kunci untuk menciptakan harmoni tanpa perdebatan yang bertujuan destruktif. Dengan demikian, penolakan terhadap kebenaran dapat
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.