Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Rizqi Nugraha

Jangan Pernah Diam

Edukasi | 2023-11-16 16:10:49

Kekerasan seksual adalah tindakan atau perilaku yang melibatkan pelecehan seksual terhadap seseorang tanpa adanya persetujuannya. Hal ini mencakup berbagai tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan, mempermalukan, atau menyakiti seseorang secara seksual. Kekerasan seksual dapat terjadi dalam berbagai bentuk termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, pelecehan verbal, atau tindakan lain yang bersifat menyakiti atau merugikan seseorang secara seksual.

Kekerasan seksual adalah tindakan ilegal dan tidak etis, setiap individu mempunyai hak untuk mengontrol tubuh dan haknya serta memiliki hak untuk menolak persetujuan dalam situasi seksual. Kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak fisik, emosional, dan psikologis yang serius pada korban, dan tindakan ini sering kali mencakup dukungan medis dan konseling untuk membantu korban pulih.

https://www.detik.com/edu/perguruan-tinggi/d-5808980/permendikbud-ppks-pandemi-kekerasan-seksual-prioritaskan-korban" />
Sumber: https://www.detik.com/edu/perguruan-tinggi/d-5808980/permendikbud-ppks-pandemi-kekerasan-seksual-prioritaskan-korban

Kekerasan seksual bukanlah sesuatu yang baru dan asing bagi kita semua, ini adalah sebuah kejahatan yang terkadang dinilai oleh masyarakat dengan respon yang “normal” atau “biasa saja”. Sebenarnya tidak semua orang berpikiran seperti itu, namun kenyataannya ada sebagian masyarkat yang mengabaikannya dengan dalih “rekonsiliasi” atau “mendamaikan”, apalagi jika datang dari pihak yang melakukannya. Menurut kami, pelecehan seksual bukanlah hal yang wajar, bisa terjadi pada siapa saja. Tidak hanya perempuan saaja yang bisa mengalaminya, bahkan laki-laki dan anak-anak pun bisa menjadi korban dari pelevehan seksual ini.

Kasus kekerasan seksual atau pelecehan seksual ini banyak terjadi di tempat umum, beberapa kasus muncul di tempat-tempat seperti tempat kerja, kampus, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Namun, tidak banyak kasus yang terbuka karena disebabkan norma budaya di Indonesia bahwa kasus kekerasan seksual adalah aib dan korban tidak berani dan korban berfikir bahwa tidak pantas bagi pengadilan untuk mengusut dan membawa kasus kekerasan seksual tersebut ke jalur hukum.

Berbicara secara umum, korban kekerasan seksual adalah perempuan, namun demikian hal ini tidak bisa dikesampingkan sepenuhnya, karena ada banyak juga laki-laki yag mengalami kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual terhadap laki-laki maupun perempuan dapat dilakukan oleh lawan jenis korban ataupun sesama jenis. Kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak, baik bagi koran maupun organisasi.

Banyak orang yang mendukung gerakan melawan anti kekerasan seksual. Sebab, setiap orang berhak hidup tanpa rasa takut menjadi korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius. Kami juga merasa penting untuk mendukung korban kekerasan seksual. Mereka membutuhkan akses terhadap layanan kesehatan mental, dukungan emosional, dan bantuan hukum yang mereka perlukan untuk pulih.

Mendukung gerakan kesetaraan gender, karena gerakan tersebut sangat membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua gender. Kekerasan seksual seringkali berkontribusi terhadap “ketidaksetaraan gender” kami percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencegah kekerasan seksual. Kampanye melawan kekerasan seksual membantu meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang persetujuan yang jelas dan penting dalam hubungan seksual. Serta penting bagi pelaku kekerasan seksual untuk mendapatkan hukuman yang setimpal. Sistem peradilan harus memastikan bahwa korban menerima keadilan dan pelaku bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Kekerasan Seksual di Kampus

Kekerasan seksual di kampus adalah perilaku kekerasan yang mengandung unsur seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi seperti kampus atau universitas. Tindakan ini dapat mencakup pelecehan seksual, penyerangan seksual, penganiayaan, atau tindakan lain yang melibatkan pelecehan seksual terhadap individu yang tidak memberikan persetujuan. Kekerasan seksual di kampus merupakan permasalahan yang serius dan kompleks karena melibatkan unsur kekuasaan dan hierarki di lingkungan akademik. Korban kekerasan seksual di kampus bisa mahasiswa, pegawai, atau dosen, dan pelaku kekerasan bisa berasal dari berbagai latar belakang. Untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi seluruh anggota komunitas kampus, penting untuk mengambil tindakan tegas untuk mencegah, mengatasi, dan menghilangkan kekerasan seksual di kampus.

Mengedukasi Tindakan Anti Kekerasan Seksual

Meningkatkan kesadaran tentang kegiatan anti kekerasan seksual di kampus merupakan langkah penting dalam upaya mencegah dan mengatasi kekerasan sekual di lingkungan kampus. Dengan memberikan program penjangkauan dan pelatihan rutin kepada seluruh anggota komunitas kampus, termasuk mahasiswa, staff, dosen, dan personel lainnya dapat mencakup pemahaman persetujuan tanda-tanda kekerasan seksual, pelaporan insiden, dan sumber daya yang tersedia. Menyelenggarakan kampanye kesadaran yang berfokus pada isu kekerasan seksual, mengidentifikasi faktor resiko, dan menghilangkan stigma yang terkait dengan pelaporan kekerasan seksual.

Kampanye ini meliputi poster, acara seminar, dan media sosial. Serta menyediakan sumber daya dan pusat dukungan yang berfokus pada kekerasan seksual, memberikan informasi, konseling, dan bimbingan hukum kepada para korban dan pastikan pusat tersebut mudah diakses dan anggotanya terlatih dengan baik.

Mendukung gerakan dan kegiatan untuk mengedukasi masyarakat tentang anti kekerasan seksual. Namun, berbicara mengenai pendidikan kekerasan seksual di Indonesia masih menjadi hal yang tabu di masyarakat. Masyarakat Indonesia cenderung beranggapan bahwa pendidikan seks dianggap tidak pantas untuk diajarkan ke masyarakat umum. Namun masih banyak stigma di masyarakat bahwa pendidikan seksual itu kotor, dan juga terdapat miss informasi mengenai pendidikan seksual. Oleh karena itu, informasinya masih sangat di rahasiakan, dan jika sampai diketahui oleh anak-anak justru bisa berbahaya atau bahkan salah.

Orang tua dan orang dewasa sering kali melarang daripada menyampaikan pengertian tentang kekerasan seksual. Akhirnya pemahaman tersebut ditunda bahkan bisa sampai sebelum pernikahan mereka. Survei yang sama menunjukkan bahwa 41 persen remaja yang mengalami tanda-tanda pubertas mengatakan mereka merasa nyaman membicarakan masalah kesehatan seksual dan reproduksi dengan teman sebayanya, dan 24 persen mendiskusikannya dengan orang tua. Ketidaktahuan akan pendidikan seksual yang konperhensif dan bertanggung jawab menjadi bumerang, terutama bagi anak-anak. Meski masih dicap sebagai anak-anak, bukan berarti mereka belum berhak mendapatkan materi pendidikan seksual.

Karena adanya insiden keji yang sering terjadi, pendidikan seksual sejak dini sangat dibituhkan. Karena anak mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Oleh karena itu, jika menyangkut pendidikan seksual, ada kekhawatiran anak-anak belum memahaminya dan mungkin saja bisa melakukan dan mencoba perilaku yang seharusnya tidak di perbolehkan. Agar anak-anak dan remaja bisa memahami tentang pendidikan seksual, maka parenting tentang kekerasan seksual adalah jembatan yang paling penting. Pasalnya, pemahaman terhadap orang tua merupakan sumber pengetahuan bagi anak, termasuk pendidikan tentang kekerasan seksual.

Memberi Perlindungan Korban Kekerasan Seksual

Melindungi korban kekerasan seksual menjadi prioritas utama dalam mengalami masalah kekerasan seksual. Korban kekerasan seksual memerlukan dukungan psikologis yang kuat, penting untuk mendengarkan mereka, menujukkan empati, dan memberi korban ruang untuk membicarakan pengalamannya agar korban bisa megatasi trauma dan stress. Dengan membuat korban merasa aman dan terlindungi serta menghormati hak privasi korban, korban harus dapat mengontrol seberapa banyak informasi yang akan mereka bagikan tentang pengalaman mereka dengan siapa.

Jika korban memutuskan untuk melaporkan kekerasan seksual, pihak berwenang wajib membantu korban dalam proses hukum. Hal ini mungkin termasuk memberikan informasi tentang langkah-langkah yang diperlukan dan mendukung korban selama proses berlangsung.

Penulis: Adinda Mirza Devina, Kamala Helga Nareswari, Sabrina Annisa Firdausi, Haritsa Nindyastiti, Hafshah Taufika, Lailatul Fitria, Ahmad Rizqi Nugraha, Agata Wisnu Pramudipa, M. Khaireza. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image