Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Deffy Ruspiyandy

Menyusuri Jalan Desa dan Sejenak di Bekas Galian Pasir

Wisata | Sunday, 05 Nov 2023, 19:22 WIB

Udara pagi di Kampung Baros Lebak, Desa Sirnasari, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut terasa masih dingin dan menusuk tulang. Hari itu dua hari setelah Idul Fitri tahun 2023. Saat itu masih bisa mudik ke kampung halaman isteriku. Tahun 2020, 2021 dan 2022 praktis aku dan keluarga tak bisa mudik karena ada larangan dari Pemerintah sehingga tiga tahun berturut-turut berlebaran di Kota Bandung.

Berpose di dekat bekas galian Pasir Cibiru, Kabupaten Garut (Foto : Dokumen Pribadi)

Sebenarnya aku malas sekali kalau harus keluar rumah jika berlibur di Garut. Karenanya tak mengherankan usai Shalat Subuh biasanya paling enak adalah tidur lagi. Namun karena keponakan dan saudara iparku mengajakku untuk berjalan-jalan pagi, makanya aku pun bangkit dari peraduan. Kupikir saat itu tak ada salahnya berjalan-jalan biar badan segar dan bisa menikmati udara pagi sekaligus bisa melihat pemandangan yang indah di sekeliling desa tersebut.

Jika pada awalnya aku hanya melihat rumah-rumah penduduk tetapi ternyata mataku terpusat pada sebuah bangunan rumah tua yang berbeda dengan bangunan yang ada saat kulihat. Ternyata berdasarkan cerita rupanya rumah tersebut sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Saat perjalanan dilanjutkan setidaknya aku pun bisa melihat keramahan orang-orang desa dan menawarkan untuk bertemu ke rumah mereka. Namun aku dan saudara-saudaraku menolaknya dengan lembut. Kenyataan itu pun didukung dengan suasana Lebaran sehingga tak mengherankan kulihat orang-orang dari luar desa itu sedang berlibur dan plat mobil yang terparkir di pinggir jalan desa pun menunjukkan mobil tersebut dari luar Garut.

Kurang lebih berjalan hampir satu kilometer terlihat hamparan sawah yang tampak hijau. Kulihat pula burung-burung pipit beberapa ekor terbang di atas hamparan padi itu. Perlahan pula matahari mulai memunculkan dirinya dan membuat hangat suasana di pedesaan itu. Tawa riang dari anak-anak pun terdengar dan sesekali mereka pun saling usil dan saudara iparku pun harus melerainya. Kebiasaan bocah yang juga kualami ketika masih anak-anak.

Keadaan yang semakin terang membuat pandangan semakin dimanjakan karena terlihat jelas pegunungan yang elok nan jauh dari tempat itu. Terlihat Gunung Cikurai dan juga Gunung Guntur. Mata saat itu semakin termanjakan dan tentu saja ada dari beberapa orang yang ikut serta mengambil gambar tersebut. Pepohonan yang hijau semakin menambah asyiknya perjalanan pagi itu. Tetapi saat itu aku melihat jalan desa tampak tak sempurna. Artinya, jalannya belum sepenuhnya di aspal dan kalaupun ada jalan beraspal, aspalnya mengelupas. Padahal jalan tersebut sering dilalui kendaraan roda dua dan roda empat karena jalan tersebut jalan alternatif menuju kawasan Kamojang dan juga daerah wisata Kampung Sampireun. Bahkan jalan desa tersebut jalan alternatif yang memotong jarak menuju kawasan wisata Pemandian Kawah Darajat khususnya mereka yang menggunakan jalan dari Ibun dan Majalaya Kabupaten Bandung

Tak terasa perjalanan kam pun mula masu kawasan bekas penggalian pasir Cibiru. Walaupun suasana pagi mulai beranjak dan matahari sudah memunculkan tubuhnya namun warna hijau rerumputan masih terlihat dibasahi embun, udara dingin tetap terasa serta jalanan pun semakin menyempit menjadi jalan setapak. Tampak sekali tanah masih terlihat basah dan bila berjalan tidak hati-hati maka siapapun tentu bisa terpeleset. Sesampainya di sana aku melihat jelas bekas galian-galian pasir yang sudah tidak aktif dan kendati airnya tidak terlalu bening tetapi membuat dua keponakanku dan aku sendiri mencoba menceburkan diri dan benar-benar terasa dingin menerpa tubuh namun sungguh mengasyikkan dan membuat badan menjadi bugar apalagi berangkat ke tempat ini aku sendiri belum mandi seungguhnya.

Ternyata kehadiranku dan juga keluargaku bukan tunggal namun diikuti pula dengan keluarga lain dan orang-orang yang sengaja ingin berwisata ke tempat itu. Memang spot untuk foto banyak sekali yang bisa dimanfaatkan dengan latar belakang pepohonan, aliran sungai dan juga gunung. Bahkan menurut saudara iparku sesungguhnya kawasan ini direnacanakan akan dikelola pihak desa untuk dijadikan kawasan wisata untuk menambah PAD. Namun tahun 2021 aku belum mendapat kabar jika kawasan ini dikembangkan. Bahkan aku sendiri melihat bale-bale yang dibuat dari bamboo sebagai tempat untuk makan bersama. Memang jika dikembangkan kawasan ini sangat cocok untuk jalan-jalan keluarga.

Kedua keponakanku malah sengaja bermain-main air di bekas galian pasir itu hingga mereka Kembali bersitegang dan akulah yang harus melerai mereka. Aku hanya bisa tersenyum melihat kejadian itu. Dan setelah aku naik ke darat tentunya aku harus mengeringkan terlebih dahulu celana yang basah oleh air sekaligus berjemur diantara pepohonan. Sementara keponakanku, saudara iparku dan juga kedua anaku berpose di berbagai tempat dengan gaya yang berbeda. Saat aku berjemur ternyata aku pun bisa menikmati keindahan yang tersaji di areal tersebut yaitu pepohonan yang hijau, mendengar suara derasnya air yang mengalir serta tentu saja pemandangan gunung walaupun jauh tetapi tampak terlihat nyata.

Kurang lebih satu jam aku dan semua berada di bekas galian pasir itu. Kami pun memutuskan untuk Kembali ke rumah dan Kembali menyusuri jalan desa dengan sinar matahari yang mulai menghangatkan tubuh walaupun celana yang dipakai pun masih terasa basah. Namun hal itu tak menyurutkanku untuk terus melangkah meinggalkan tetmpat tersebut. Sembari melakukan perjalanan pulang ternyata ketika melihat lokasi yang bagus dan mengasyikkan tetap berusaha difoto bersama atau perseorangan. Aku pun tak melewatkan kesempatan itu dan meminta puteriku yang memotretku walaupun dia protes karena aku bergaya dan banyak foto yang memenuhi galeri di handphonenya.

Kembali memasuki jalanan desa, kini terlihat mulai sedikit ramai karena mulai terlihat aktivitas kendaraan roda dua dan roda empat melintas dari dua arah yang berlawanan. Pada perjalanan itu aku pun leihat beberapa orang yang sedang berkebun, juga kulihat orang membawa cangkul berangkat ke sawah, orang-orang yang sedang mengobrol di pinggir jalan serta seekor anjing dan beberapa ekor ayam pun menjadi pemandangan tersendiri ketika aku dan rombongan melalui jalanan desa itu.

Kendati perjalanan itu terbilang jauh dan jika dihitung pulang pergi 6 kilometer namun karena menyenangkan rasa capek itu hilang juga. Acara jalan-jalan itu bagiku sangat menyenangkan dan di kampung isteriku ternyata ada banyak kawasan yang bisa dijadikan kawasan wisata keluarga untuk sekedar cuci mata atau makan bersama. Semoga saja Lebaran tahun depan aku bisa kembali lagi wisata ke tempat itu dengan harapan virus corona telah pergi dari negeri ini.***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image