Manusia Individualisme
Gaya Hidup | 2023-11-05 11:34:43Terkadang manusia berjalan, berlari, kesana kemari untuk menunjukkan suatu eksistensi terhadap dirinya sendiri. Menangkis kejujuran, menghilangkan pemikiran, menafikan sebab dan akibat nanti yang akan terjadi, semua tertrabas oleh kehendak keinginan diri sendiri, yang tanpa ada kendali dari nurani.
Perjuangan mereka terkadang bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk kebahagiaan orang lain, Menjadi dirinya sendiri namun bukan untuk dirinya sendiri, merelakan sebuah identitas diri demi manusia yang lain, hanya untuk suatu eksistensi, atau pamor dan kesohoran dirinya terhadap manusia yang ada di dunia.
Tak percaya diri dengan apa yang dimiliki, sehingga malu untuk berekspresi, memiliki kemampuan yang lebih, namun merasa tak sesuai dengan lingkungan yang terjadi, dan berakibat dirinya membelenggu dirinya sendiri,.
Memiliki sebuah keistimewaan, yang termaksud untuk orang lain, bukan untuk dirinya, pastilah sangat sulit untuk mencari jati diri,, dan yang tak mampu menemukan jati dirinya, tentu akan sulit memahami dirinya sendiri, hingga akal – akal budi, pemikiran murni, dan intlektualitas serta nurani yang ia miliki sirna karena kesejatian dirinya dihilangkan secara paksa, hanya untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Kebutuhan intern dirinya. Hal semacam ini terus bertumbuh kembang dalam benak pemikiran manusia kebanyakan, disaat yang sama mereka justru kehilangan arah tujuan yang sejati, untuk apa mereka ini hidup, untuk apa mereka ini di jadikan manusia, dan mereka di saat yang sama merelakan, keyakinan yang telah di pegang oleh nenek moyang. Transformasi pemikiran terhadap dirinya sendiri yang sudah tiada kendali dalam diri, membuat keputusan yang mereka putuskan dalam suatu kejadian atau kehidupan, mereka nampak menimbang, apa yang saya lakukan ini bisa di terima oleh orang lain, apa yang saya lakukan ini bisa di sukai oleh orang lain, dan apa yang saya perbuat ini ada impact dari orang lain untuk memuji kita(manusia), ketika suatu perbuatan mereka yang benar – benar dari hati, dan mempertimbangkan suatu banyak aspek kehidupan, ketika ada cacian dan makian yang tidak di setujui oleh orang lain, membuat manusia itu rela mengorbankan dirinya untuk berubah demi hal – hal yang lain, bukan malah untuk kemajuan dirinya sendiri. Dan apabila yang dijadikan obyek oleh subyek(manusia) itu adalah masih terkait tentang pemikiran orang, pendapat persepsi orang, bukan pada kemanfaatan, dan dampak yang baik bagi orang. Maka predikat yang diperoleh oleh subyek lama – kelamaan akan menjadi sebuah kebaikan bagi dalam objek, dan bagi subyek mendapatkan suatu kesehatan dalam dirinya sendiri.
Tentu bukan perkara yang amat sulit, untuk menemukan jati diri, dalam membangun potensi tak cukup rasanya jika manusia rela menggantungkan dirinya, untuk setiap perkara yang nantinya hanya di buat untuk eksistensi, nyatanya hal tersebut menurut Mahatma Gandhi, seorang revolusioner terkenal India, yang sukses mengubah dunia, yang diakui oleh semua orang di dunia sebagai pahlawan India, yang menarik darinya Gandhi mencari kebenaran dari dalam dirinya untuk orang lain, tanpa butuh eksistensi, dengan melakukan hal apapun, demi mewujudkan kebenaran dan keadilan, untuk dirinya tidak di ketahui bagiamana dan nanti mendapat apa, yang terpenting dari Gandhi sendiri adalah terciptanya kebenaran yang abadi.
Ritual yang amat sangat sukses dari Gandhi adalah melakukan Puasa untuk menahan nafsu dirinya, karena paksaan nafsu untuk keinginan, makan, fashion, Ghibah, mencela orang lain, mengkritik satu dengan lainnya, keinginan syahwat akan terus bergejolak dari dalam diri manusia jika mereka terus menuruti nafsu yang ada, oleh karena itu pengekangan terhadap diri sendiri untuk mewujudkan dan membuka tabir – tabir penghalang dirinya, menuju pada kesejatian yang ada pada dirinya penting sekali, ajaran yang sudah dilakukan oleh nenek moyang terdahulu sampai sekarang untuk merajut kepribadian diri adalah dengan melakukan Penahanan keinginan dari dalam dirinya.
Menahan hal tersebut sangatlah sulit bagi yang awal baru menjalaninya, karena keinginan terus di turuti akan memupuk akal pikiran dan menembus nurani untuk melakukan hal tersebut, semua dilakukan, bagaimana caranya untuk melakukan akan terus di olah oleh akal agar bisa menarik nurani dan tersesat dalam jurang yang amat dalam, sungguh skenario nafsu sangat licik, dari hal yang remeh mampu merusak nurani lewat akal yang tidak di saring dan di kaji.
Bukan hanya tentang makan, yang sejatinya makan sendiri adalah yang hal baik dan menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan, untuk bertahan hidup salah satunya adalah dengan makan.
Nampaknya hal yang baik di balut dengan nafsu yang sudah canggih akan kalah, karena nafsu timbul karena pikiran – pikiran yang tiada kemudi, merembet masuk kedalam nurasi dan merusak pribadi manusia yang sejati.
Pertimbangan akal memang mendalam, namun jika tidak ada yang memberi nasihat kepada akal, maka akal akan melejit sendirinya tanpa ada yang mampu menghalangi. Di tambah dengan indera indera yang bebas, semua masuk ke dalam akal pikiran, dari sakit, bahagia, sedih, tangis, tawa. Semua rata rata mereka timbul dari akal, akal mereka menuruti hal begini, baru mereka akan bahagi, baru mereka akan tertawa. Kalau pikiran tidak terpenuhi maka, sedih tangis dan galau tiap malam, karena bukan kata hati yang mereka jadikan kehidupan, namun pikiran, yang timbul dari indera penglihatan dan pendengaran yang di jadikan patokan, yang mana indera – indera tersebut dapat mengetahui dari orang lain, bukan dari dalam dirinya, yang menghambat untuk mengetahui dirinya sendiri, dan yang terjadi yang di masukkan kedalam perilakunya, kedalam kesehariannya bukan murni dari dirinya sendiri, namun dari orang lain yang di paksa masuk dan dilakukan oleh dirinya tentu amat sulit bagi hati untuk memfilter kejadian kejadian yang ada, karena tanpa ada yang mencegah indera untuk memilih dalam melihat, memilah dalam mendengar, dan pikiran yang tahunya dari indera, pun nampak amat kesulitan dalam menggapai cita cita sendiri.
Tentu penyesalan yang akan hadir dari lembut nya penyesatan secara tidak sadar akan terus bergelimang.
Terkadang untuk mencari kebahagiaan mereka, melihat sosial media yang kian hari menggeliat, iming – iming dari dalam dirinya tak terkontrol, keinginan berwisata ke sana, ke gunung, ke pantai, ke mall, dan ke dan ke dan ke akan terus timbul, karena indera mereka tak dapat menahannya dan pikiran terus didorong untuk berkeinginan kesana, hati pun secara tidak langsung akan menurutinya, dan harus dilakukan, kalau tidak maka yang terjadi adalah kesedihan dan penyesalan yang ada.
Hal baik belum tentu menghasilkan kebaikan
Hal yang tidak baik dipupuk dengan pikiran yang baik akan terhenti sebelum terjadi kerusakan
Pikiran menentukan arah langkah manusia untuk menuju pada kebaikan atau keburukan
Pemupukan dari indera yang terus tiada kemudi akan mematikan nurani yang suci
Kesucian serta kebaikan manusia itu akan sirna karena dirinya
Fitrah yang ada di dalam dirinya akan musnah karena pandangan diri kepada yang lain dan di paksa dilakukan untuk dirinya
Mencari jati diri bukan di tempat yang kau lihat
Dirimu sendiri itu ada di dalam diri yang sejati
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.