Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ikwan Efendi

Jelang Pemilu 2024: Demokrasi Madinah dan Demokrasi Indonesia

Pendidikan dan Literasi | 2023-11-02 01:32:13
Ikwan Efendi

Sebentar lagi kita akan melaksanakan pesta demokrasi ditahun 2024. Tentu hasil dari demokrasi akan sangat mewarnai kondisi Bangsa ini. Tak heran jika usai pemilu nanti akan berdampak pada kebijakan baru baik itu lebih baik atau lebih buruk dari tahun sebelumnya.

Sebagai pandangan bagi seluruh warga Indonesia yang akan menggunakan hak suaranya, penulis akan memberikan sebuah perbandingan paradigma demokrasi pada masa Rasulullah dengan Demokrasi di Indonesia. Apakah demokrasi Indonesia lebih baik pada masa Nabi, atau malah sebaliknya. Tentu tidak mudah kita memberikan stetment tanpa bukti-bukti konkrit dalam mengambil kesimpulan.

Freedom House di Amerika Serikat memaparkan indeks demokrasi yang bisa kita jadikan rujukan sebagai Negara-negara demokratis. Pada tahun 1997/1988 dari 48 Negara Islam terdapat 8,7 persen tergolong sebagai Negara demokratis, 30 persen semi-demokratis dan selebihnya 60,7 persen tergolong Negara otoriter. Sementara lain dibenturkan dengan “fakta” lain di Negara nonislam terdapat 23,3 persen otoriter, 30,1 persen semi-demokratis, dan 46,6 persen demokratis. (Tim Republika, 2003:27)

Jelas kalau demokrasi menduduki tingkat pertama sebagai Sistem Negara yang menjamin hak-hak asasi manusia (HAM) pada Negara nonislam, sementara pada Negara Islam Otoriter menduduk indeks tertinggi di Negara Islam. Sejak dulu demokrasi di gembar-gemborkan sebagai sistem Negara yang menjamin HAM bagi setiap warganya. (Indriana Kartini DKK, 2016:16)

Namun, faktanya secara konteks lokal demokrasi menjadi idaman, sementara dalam agenda peradaban global demokrasi dipandang aneh. Tidak ada kesesuaian antara epistemologi (landasan), ontologi (infrastruktur), dan aksiologi (gerak komunal).

Piagam Madinah Sebagai Corak Demokrasi

Agar supaya tidak mendapat pandangan sempit tentang demokrasi mungkin tidak mewakili bahasan secara menyeluruh yang kaitannya antara hubungan Agama dan Negara. Akan tetapi, menurut Ali Bulac bahwa piagam madinah memuat nilai demokratis yang di dalamnya bisa ditemukan pemberdayaan rakyat, pluralitas masyarakat, jaminan hukum, dan keadilan yang ada pada dokumen ini. Sekalipun dalam piagam madinah belum dibahas secara luas tentang hal lain tentang struktur Negara. (Zainal Abidin Ahmad, 2014:45)

Gagasan Jhon Locke tentang tiga hak alami manusia, yang berhubungan dengan Life, Liberty dan Property. Begitu juga aide Fraklint D Rosevelt tentang four freedom yang dikampanyekannya Freedom of Speech and Expression, Freedom of Worship, Freedom From Fear dan Freedom From Want jauh sebelumnya telah digagas oleh Islam. (Ahmad Suhelmi, 2007:181)

Pemilu dan Demokrasi Indonesia

Secara gamblang demokrasi diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau lebih dikenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemilu merupakan instrumen dari Negara-Demokratis. Di Indonesia kita dapat melihat pembagian kekuasaan dengan konsep Trias Politica, yang terdiri dari kekuasaan di tingkat Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif. (Nadrilun, 2012:8)

Beberapa prinsip yang harus diterapkan dalam sistem demokrasi, pertama; pemilik Negara adalah rakyat, sehingga pemegang otoritas tertinggi rakyat. Dalam pelaksanaannya rakyat memiliki hak penuh menggunakan suaranya dalam memilih wakil rakyat yang akan menduduki kekuasaan tertentu dan dimilikinya atas jabatan tertentu di bidangnya. Harapannya tidak terjadi kekuasaan yang hanya dari satu partai atau satu golongan saja, yang nantinya berdampak keleluasaan terjadinya korupsi, KKN, dan pelanggaran HAM. (Ni’matul Huda dan Imam Nasef, 2017:8)

Kedua, orang-orang yang mewakili rakyat menduduki kekuasaan tertinggi di parlemen (lembaga legislatif) dipilih lima tahun sekali. Parlemen ini mempunyai wewenang yang akan merancang dan menetapkan UU yang akan diberlakukan dalam sebuah Negara. Akan tetapi tidak dibolehkan (diharamkan) adanya UU yang penetapannya menguntungkan salah satu pihak tanpa melibatkan unsur keadilan (Indent, Titipan UU) yang tertuang pada butir Pancasila.

Ketiga, tidak boleh ada pengistimewaan pada seseorang, golongan, atau partai tertentu. Maka disini perlu adanya keseimbangan penegak hukum tidak pandang bulu dalam menindak, menetapkan, bahkan memfonis oknum yang melanggar aturan tertentu serta kalau perlu dihukum seberat-beratnya. Sementara ini masih tampak lemahnya penegak hukum di Negara kita.

Keempat, harus ada UU yang mengatur tentang struktur kekuasaan dalam Negara dan mikanisme pelaksanaan kerjanya. Mikanisme dan aturan yang telah ada masih sering terjadi beberapa pelanggaran pada sebuah parlemen, namun dibiarkan begitu saja seolah tidak ada pelanggaran. (Zulkifli Suleman, 2010:25)

Paparan di atas menunjukkan bahwa demokrasi pada masa Nabi jauh lebih baik dari pelaksanaan di Negara kita, bukan sistem yang perlu dibenahi, tetapi person yang menduduki kekuasan yang perlu dicarikan regulasi baru agar supaya sesuai harapan Rakyat. Saat ini dengan berjalannya waktu telah berdampak pada minimnya keteladanan seorang pemimpin. Oleh karena itu, perlunya pemahaman Rakyat secara utuh dalam memilih dan menggunakan hak suaranya dalam memilih calom pemimpin penerus Bangsa.(*)

Oleh: Ikwan Efendi, S.Pd.I, M.Pd

Praktisi Pendidikan, Alumni Pascasarjana Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo, dan Kandidat Doktor Pendidikan Agama Islam Multikultural Universitas Islam Malang (UNISMA)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image