Contoh Analisis Penerjemahan Bahasa Arab-Bahasa Indonesia
Agama | 2022-01-02 14:56:06Pendahuluan
Bahasa merupakan alat yang penting dalam berkomunikasi. Dengan bahasa seseorang dapat menyampaikan pikiran, pengalaman, gagasan, pendapat, perasaan, keinginan, harapan dan sebagainya kepada sesama. Segala kegiatan manusia akan lumpuh tanpa bahasa. Bahasa dibuat oleh dan untuk manusia. Itulah sebabnya maka pembentukan bahasa erat hubungannya dengan perorangan, masyarakat dan alam sekitar manusia yang membentuk serta menggunakannya. Dengan demikian, di dunia ini terdapat berbagai bahasa (Poerwadarminta, 1979: 5). Manusia pada dasarnya memiliki rasa selalu ingin tahu, dan inilah salah satu alasan mengapa manusia saling berkomunikasi di luar lingkungan masyarakatnya. Namun, komunikasi tidak selalu berjalan mulus, karena tidak semua orang mahir dalam bahasa selain bahasa mereka sendiri. Di sinilah letak pentingnya menerjemahkan karya. Karena dengan membaca terjemahan yang baik, kita akan lebih cepat memahami kebiasaan, adat istiadat, budaya dan latar belakang masing-masing.
Dalam artikel ini, saya akan menganalisis beberapa teks terjemahan Arab-Indonesia yang saya dapatkan dari artikel Republika Online. Teks tersebut adalah ayat Al-Qur'an, surat Asy-Syura ayat 30; Hadis Nabi Muhammad SAW , yakni hadis riwayat Syekh Ali Jum’ah; dan perkataan ulama, yakni perkataan Ali -Thibi.
Pembahasan
1. Ayat al-Qur’an Q.S Asy-Syura ayat 30 menjelaskan tentang “Sebab Turunnya Azab dan Cara Menghilangkannya”.
Sumber : https://m.republika.co.id/berita/r1e13s320/sebab-turunnya-azab-dan-cara-menghilangkannya
وما أصابكم من مّصيبة فبما كسبت أيديكم ويعفوا عن کثیرۗ
Artinya : “Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (Q.S Asy-Syura ayat 30).
Hasil Analisis :
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu (maka itu) disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S Asy-Syura ayat 30).
Pada Analisis surat Asy-Syura ayat 30 ini, mengandung beberapa hal pokok. Pertama, dalam terjemahan ayat al-qur’an di atas adanya ketidak tepatan pada pemilihan diksi yang harus diubah, yaitu terjemahan kata کثیر yang berarti ‘banyak’ seharusnya kata ini dialihkan menjadi ‘sebagian besar’. Sehingga dapat kita ketahui berarti ‘Allah memaafkan sebagian besar’ ditunjukkan untuk dosa-dosa tersebut yang dilakukan oleh perbuatan manusia itu sendiri, dan Allah tidak akan membalasnya. Dia-lah Maha Mulia dari menggandakan pembalasannya di akhirat kelak.
Kedua, terdapat kata فبما yang dalam terjemahan ayat tersebut diartikan ‘adalah’. Menurut saya arti ‘adalah’ disitu tidak tepat, sebagaimana kita ketahui bahwasannya kata فبما terdapat huruf ف itu bisa berupa huruf athof atau rabithah lil jawab bi syarat. Huruf ف disini bisa diartikan dengan ‘maka, lalu, kemudian’ tergantung dengan konteks kalimatnya. Jadi arti yang tepat menurut saya adalah ‘maka’ karena setelah dilihat dari konteks diatas mengarah kepada arti ‘maka’.
Ketiga, terjemahan pada ayat diatas menggunakan metode penerjemahan komunikatif. Karena metode ini mereproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga pembaca dapat secara langsung memahami sisi kebahasaan dan aspek sisi. Dengan metode ini penerjemah harus memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, karena isi pesan yang terkandung akan diprioritaskan pada teks asli nya tanpa harus menerjemahkan secara bebas. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan.
Dapat disimpulkan bahwa kualitas terjemahan ayat al-Qur’an yang tertulis dalam artikel tersebut sudah tepat. Hal ini karena penerjemah sudah cukup tepat dalam menyusun ayat al-qur’an diatas. Selain itu, peneliti tidak menemukan perbedaan antara penerjemahan dari artikel dan penerjemahan Al-Qur’an Kemenag RI. Sehingga hasil terjemahan tersebut jelas dan mudah dipahami.
2. Hadis Syekh Ali Jum’ah
Sumber : https://republika.co.id/berita/r28ktt320/amalan-yang-dicintai-allah-swt-dari-hamba-muslim
Mantan Mufti Agung Mesir, Syekh Ali Jum’ah menjelaskan macam-macam amal saleh lainnya yang dicintai Allah. Syekh Ali mengutip Sabda Rasulullah SAW :
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُبْحَة الْحَدِيثِ، قَالُوا : وَمَا سُبْحَةُ الْحَدِيثِ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : الرَّجُلُ يُسَبِّحُ وَالَّناُس يَتَكَلَّمُوُ
Artinya : “Amal yang dicintai Allah adalah subhatul hadis. Bertanya sahabat, “Apa itu subhatul hadis ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Seseorang bertasbih di tengah orang-orang yang mengobrol.”
Hasil Analisis :
“Amalan yang dicintai Allah adalah subhatul hadis. Sahabat bertanya: “Apa itu subhatul hadis ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Seorang laki-laki bertasbih di tengah orang yang berbincang-bincang.”
Pertama, pada kata الأَعْمَالِ ini berasal dari bentuk jamak dari kata عمل yang berarti ‘amalan atau perbuatan’. Sehingga menurut saya kata الأَعْمَالِ kurang tepat jika hanya diartikan dengan ‘amal’, karena الأَعْمَالِ bentuk jamak dimana merupakan kata yang menunjukkan arti banyak. Namun, untuk mengurangi pemborosan kata dan memperlihatkan kesesuaian dalam penerjemahan hadis tersebut itu menjelaskan kalimat ‘amalan-amalan’ diganti dengan kata “amal”. Tapi kata tersebut belum efektif, sebaiknya agar konteks nya tepat dapat diartikan dengan ‘amalan’.
Kedua, terdapat kalimat ‘subhatul hadis’ yang tidak ditulis menggunakan penulisan huruf miring. Menurut saya lebih baik kalimat tersebut menggunakan huruf miring, karena ‘subhatul hadits’ merupakan ungkapan bahasa asing.
Ketiga, kesalahan dari kata الرَّجُلُ yang disebutkan dalam terjemahan yaitu ‘orang-orang’ atau dalam konteks bahasa Indonesia diartikan sebagai “yang melakukan”. Kata الرَّجُلُ itu dalam kamus Al-Maany yang mempunyai arti ‘laki-laki’. Namun agar mencapai keselarasan makna, maka hadis tersebut oleh penerjemah diartikan menjadi ‘seseorang’. Tetapi arti tersebut menurut saya kurang tepat, sebaiknya diganti dengan arti ‘seorang laki-laki’, jadi kalimat tersebut lebih tepat dan sesuai dengan teks bahasa arab nya.
Keempat, berdasarkan terjemahan diatas kata قَالُوا dalam hadis diartikan sebagai ‘Bertanya sahabat’ tetapi jika dalam konteks penerjemahan bahasa arab kata tersebut memiliki arti ‘mereka telah berkata’. Namun dari hasil terjemahan itu peneliti merasa penggunaan dalam pemilihan diksi kata ‘bertanya mereka’ kurang tepat. Kata قَالُوا ini merupakan bentuk pertanyaan dari sahabat kepada Rasulullah SAW seharusnya kata tersebut akan lebih tepat apabila dialihkan menjadi ‘sahabat bertanya’ sehingga konteks dan konstruksi percakapan yang ada tetap dipertahankan.
Kelima, penerjemah menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku dan terdapat kesalahan pada pemilihan diksi kata يَتَكَلَّمُوُ yang diartikan sebagai ‘mengobrol’ terjemahan tersebut kurang tepat. Kata يَتَكَلَّمُوُ seharusnya akan lebih tepat dialihkan menjadi ‘berbincang-bincang’ dengan analogi bicara yang dimulai dengan preposisi ‘ber’ yaitu kata kerja yang pekerjaanya dilakukan dengan cara berbicara sehingga kata tersebut lebih baku.
Dapat disimpulkan dari uraian diatas kalimat hadis tersebut kurang efektif . Menurut saya terjemahan hadis tersebut menggunakan metode penerjemah kata demi kata yakni dilakukan dengan membiarkan susunan kalimat seperti dalam sumber.
3. Pendapat ulama Ali -Thibi : Melihat Allah SWT adalah nikmat di surga kelak
Sumber : https://www.republika.co.id/berita/r22kgx320/mimpi-bertemu-dengan-allah-swt-mungkinkah-part1
Ali – Thibi berkata dalam Syara h al- Thibi ‘Ala Misyat al-Mashabih :
اعلم أن مذهب أهل الله قاطبة أن رؤية الله تعالى ممكنة غير مستحيلة عقلا، وأجمعوا أيضًا على وقوعها في الآخرة، وأن المؤمنين يرون الله تعالى دون الكافرين
Artinya : “Ketahuilah bahwa mazhab ulama Islam ialah melihat Allah SWT mungkin dan bukan mustahil menurut logika, mereka juga sepakat hal itu akan terjadi kelak di akhirat, hanya orang mukmin yang akan melihat-Nya dan bukan orang kafir.”
Hasil Analisis :
“Ketahuilah bahwa mazhab ulama Islam melihat Allah SWT dapat terjadi menurut logika, mereka juga sepakat hal itu akan terjadi kelak di akhirat, hanya orang-orang beriman yang akan melihat-Nya dan bukan orang kafir.”
Pertama, menurut saya ketidak efektifan kalimat juga peneliti temukan dalam pengalihan klausa اعلم أن مذهب أهل الله قاطبة أن رؤية الله تعالى ممكنة غير مستحيلة عقلا yang diartikan sebagai ‘Ketahuilah bahwa mazhab ulama Islam ialah melihat Allah SWT mungkin dan bukan mustahil menurut logika’. Menurut saya kalimat ini kurang efektif karena terlalu panjang. Kalimat tersebut seharusnya dapat di singkat dengan tetap mempertahankan pesan yang tersampaikan dan struktur kalimat baik dan sesuai dengan Bsa. Menurut peneliti apabila kalimat ini di alihkan menjadi : ‘Ketahuilah bahwa mazhab ulama Islam melihat Allah SWT dapat terjadi menurut logika’.
Kedua, dalam terjemahan terdapat kalimat yang tidak sesuai, jika diterjemahkan kata perkata dari pendapat ulama tersebut tidak ada kata yang mengandung arti ‘hanya’ dan ‘bukan’ namun karena penerjemah ingin menjelaskan agar konteks tersebut dapat dipahami maka dalam terjemahan ditambahkan kata tersebut.
Ketiga, pada terjemahan kalimat ‘orang mukmin’ menurut saya kalimat tersebut lebih baik diubah menjadi ‘orang-orang beriman’. Hal ini dikarenakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘mukmin’ mempunyai arti lain yaitu ‘orang yang beriman (percaya) kepada Allah’. Jadi padanan kalimat ‘orang-orang beriman’ lebih tepat untuk digunakan dalam konteks tersebut.
Keempat, penerjemahan diatas menurut saya tidak efektif karena adanya permasalahan terjemahan isi pendapat ulama diatas. Peneliti menemukan hasil terjemahan yang harfiah dan akhirnya menyebabkan hasil terjemahan menjadi kaku. Kekakuan pada terjemahan akan menyebabkan pemahaman yang sulit bagi pembaca untuk memahami isi pesan yang ingin disampaikan.
Demikianlah hasil analisis saya terhadap terjemahan ayat Al-Qur'an, hadits, dan pendapat ulama dari Republika. Dapat disimpulkan bahwa penerjemahan tidaklah hal yang mudah, ada banyak hal yang perlu dikuasai sebelum kita menerjemahkan teks. Dengan begitu, diperlukan padanan kata lain ataupun tambahan kata yang mampu memperjelas arti dari perkataan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fanani,S.S.,M.Pd. dan Khusnul Khotimah,S.S.,M.Pd. EYD Panduan Cerdas dan Lengkap Berbahasa Indonesia, Jawa Tengah: Desa Pustaka Indonesia. 2020
al-Maḥallī, Jalāl al-Dīn. Al-Badr al-Tāli‘fi Hall Jam’ al-Jawāmi‘. Beirut: Muassasah al-Risālah Nāsyirūn, 2005
Dr. Syamsi Setiadi,M.Pd. Penerjemahan Arab-Indonesia. Jakarta: Maninjau Press. 2017
https://www.almaany.com/id/dict/arid/%D8%A7%D9%84%D8%B1%D9%91%D9%8E%D8%AC%D9%8F%D9%84%D9%8F/.diakses pada 11 November 2021
M. Resky S. 2020. Surah Asy-Syura ayat 29-31; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an.https://pecihitam.org/surah-asy-syura-ayat-29-31-terjemahan-dan-tafsir-al-quran/. Diakses 12 November 2020
Machali, Rochayah. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta: Gramedia, 2002
Mustika KS. 2015. Analisis Kitab Nasa’ih Al’ibad Karya Ibnu Hajar Al-Asqlani. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses dari https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29845/3/MUSTIKA%20KS%20-FAH.pdf
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.