Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Iman Alif Saputro

Peningkatan Transaksi Uang Elektronik Terhadap Inflasi dan Perekonomian Indonesia

Eduaksi | Friday, 20 Oct 2023, 00:01 WIB

Perkembangan teknologi dan informasi memicu perubahan pesat di era digital yang semakin memudahkan manusia dalam melakukan segala aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini transaksi sekarang pun tidak hanya menggunakan pembayaran tunai saja, tetapi pembayaran nontunai berbasis aplikasi atau yang biasa disebut e-wallet (dompet digital) dan uang elektronik semakin menjadi pilihan yang disukai karena efektif,efisien, dan kemudahannya.

Uang elektronik merupakan alat pembayaran alternatif berbentuk elektronik dan nominal uangnya tersimpan di media elektronik. Menurut data Bank Indonesia dibawah menunjukkan pertumbuhan transaksi uang elektronik terus meningkat dalam 2 tahun terakhir yang saya kutip dari DataIndonesia.id :

Dari data diatas, pada Desember 2020. Dari Rp 60 triliun mengalami kenaikan 2x lipat lebih menjadi Rp 142,97 triliun pada Desember 2022. Meningkatnya transaksi menggunakan uang elektronik dapat memberikan dampak positif terhadap laju inflasi dan perekonomian suatu negara. Pada tulisan ini akan dijelaskan lebih bagaimana transaksi uang elektronik meredam inflasi dan juga membantu perekonomian negara.

Berdasarkan analisis, mengungkap bahwa dalam bebrapa tahun terakhir, laju inflasi turun seiring dengan peningkatan jumlah transaksi elektronik. Pada tahun 2021. Transaksi elektronik tercatat sebesar 79 triliun, kemudian naik pada 2022 menjadi Rp 142 triliun. Pada periode 2 tahun yang sama, inflasi menurun. Data BPS menunjukkan penurunan inflasi dan stabil dari 4-1 persenan. Pada akhirnya, peningkatan transaksi menggunakan uang elektronik bias meredam kenaikan harga karena akan menurunkan jumlah uang tunai yang beredar.

Transaksi non-tunai tidak hanya memberikan kenyamanan,promosi,dan penghematan, tetapi ternyata juga dapat membantu ekonomi negara. Penurunan jumlah uang beredar selain menahan laju inflasi juga akan mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang. Biaya pinjaman perbankan jadi lebih kompetitif, dan mendorong investasi. Penggunaan uang elektronik juga membantu pemerintah menekan produksi uang tunai, yang pada gilirannya akan mengurangi biaya operasional secara keseluruhan.

Fokus pada penggunaan uang elektronik juga mendorong inklusi keuangan dengan memberikan akses ke layanan keuangan bagi masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani. Transaksi digital yang saat ini banyak menggunakan QRIS – Quick Response Code Indonesia Standard – standar dari bank Indonesia yang menyeragamkan kode transaksi semua pembayaran yang bisa membantu UMKM. Bisnis mereka lebih berkembang karena dengan transaksi digital dapat mencegah antrian panjang dan membuat transaksi lebih sistematis.

Namun, selain memberikan berbagai manfaat, tentu terdapat dampak negative yang tidak boleh lupa dari uang elektronik ini, yaitu generasi muda yang menjadi jauh lebih konsumtif.

Menurut Survei dari lembaga riset IPSOS Indonesia tahun 2020 mencatat penggunaan dompet digital (e-wallet) sejauh ini didominasi generasi millennial dan Gen-Z. Mereka tergiur seperti cashback,akumulasi poin belanja, dan berbagai teknik pemasaran lainnya.

Penelitian Ipsos menemukan bahwa Gopay adalah dompet digital yang paling banyak dikenal oleh gen-z dan milenial (58%), disusul OVO (29%), Dana (9%), dan LinkAja (4%). Dampak positif uang elektronik terhadap pembangunan ekonomi juga perlu dibarengi dengan adanya literasi pengelolaan keuangan pribadi bagi masyarakat, khususnya generasi muda.

Oleh karena itu, besar harapannya agar peningkatan uang elektronik di masyarakat dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan stabil.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image