Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image MOHAMMAD FALETEHAN AZZAHRI

Urgensi Literasi Keuangan Digital untuk Menghadapi Cybercrime

Teknologi | Thursday, 19 Oct 2023, 08:29 WIB

Teknologi keuangan (Fintech) semakin berkembang pesat seiring majunya perkembangan zaman. Tercatat bahwa Dalam jumpa pers pasca Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) perdana di 2023 (19/1), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjoyo menyebut, nilai transaksi uang elektronik sepanjang tahun 2022 tumbuh 30,84% dibandingkan pada 2021 yang mencapai Rp 399,6 triliun. Bahkan di tahun 2023, nilai transaksi uang elektronik diproyeksikan meningkat 23,9% dibandingkan tahun lalu hingga mencapai Rp 495,2 triliun. Hal itu karena FinTech membuat masyarakat semakin nyaman lantaran karena dianggap memudahkan dan bisa menyesuaikan transaksi masyarakat dalam segala kondisi.

Namun, perlu diketahui bahwa banyaknya jumlah transaksi keuangan digital tersebut juga mengakibatkan kejahatan keuangan digital juga semakin meningkat. Peningkatan traffic transaksi online di e-commerce mendorong meningkatnya tindak kejahatan digital di sektor perbankan menjadi perhatian Kepolisian RI. Sepanjang tahun 2017 hingga 2020 tercatat ada 16.845 laporan tindak pidana penipuan siber yang masuk ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Polri. Belum lagi baru baru ini makin marak adanya pinjol pinjol yang pastinya tidak semua asli dan merupakan aksi penipuan semata. Bahkan dalam kasus terbaru transaksi digital dalam bentuk QRIS sering kali banyak disalah gunakan. Baik dalam transaksi jual beli sampai sedekah. Untuk kasus jual beli bagi para penjual yang memasang qris sebagai salah satu transaksinya tentu sangat rawan terjadi penipuan dikarenakan dari banyaknya penjual yang belum melek teknologi. Dalam sedekah kasus penipuan terjadi di beberapa kotak amal masjid yang ditempeli qris rekening masjid dengan tujuan supaya memudahkan jamaah dalam berinfaq dalam kondisi apapun. Namun, tetap ada saja praktek kejahatan dalam hal tersebut, yaitu para penipu mengganti qris di kotak amal menjadi qris rekeningnya sendiri. Masih banyak lagi contoh kejahatan melalui keuangan digital yang tidak bisa disebutkan. Namun yang menjadi sorotan adalah bahwa yang menyebabkan banyaknya kejahatan tersebut yaitu tingkat literasi keuangan digital dari masyarakat yang kurang. Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebut bahwa posisi masyarakat Indonesia dalam literasi digital berada di rata-rata angka 3,54 dari indeks 1-5. Angka posisi itu meliputi digital skill, digital safety, digital cultur, dan digital etic. Hal itu berarti tingkat literasi digital di Indonesia masihlah kurang.

Maka dari itu, perlu adanya pendidikan khusus terkait literasi keuangan digital agar tidak terjadi kejahatan digital yang semakin besar. Pendidikan kepada masyarakat tersebut bisa dilakukan dengan membuat beberapa pelatihan kepada semua elemen masyarakat baik dari generasi muda sampai generasi tua dengan tidak adanya biaya dalam pelatihan tersebut, agar bisa menarik minat masyarakat lebih tinggi. Cara lain yaitu dengan kita sebagai generasi muda yang pastinya sudah dimudahkan oleh akses untuk bisa mencari tahu tentang literasi keuangan digital dan mensosialisasikannnya kepada orang orang terdekat agar mereka lebih percaya dan pasti lebih bisa masuk dalam penjelasannya. Tidak menutup kemungkinan bahwa nanti akan muncul inovasi baru seperti aplikasi yang memudahkan masyarakat untuk belajar misalnya, ataupun dengan inovasi inovasi baru yang lainnya.

Jadi perlu disimpulkan bahwa urgensi literasi dalam keuangan digital tentu sangat penting agar masyarakat bisa menghindar dari kriminalitas keuangan digital. Tentu hal ini akan baik bagi kedepannya, karena jika dari masyarakat sudah melek akan teknologi maka teknolgi pun akan semakin cepat untuk mengembangkan suatu negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image