Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Pupung Sigit Restu Adji

Menavigasi Dunia Keuangan Digital: Pentingnya Pendidikan Literasi Keuangan di Era Fintech

Pendidikan dan Literasi | Wednesday, 18 Oct 2023, 20:36 WIB

Dunia yang semakin berkembang menyebabkan banyaknya manusia yang harus resilien dalam menghadapi perubahan tersebut. Goodstats.id menunjukkan, bahwa terdapat 5,16 miliar pengguna internet di dunia saat ini, yang artinya 64,4% populasi dunia kini online. Banyak perubahan yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari yang awalnya konvensional sekarang menjadi moderat. Perkembangan akan kebutuhan dan keinginan manusia untuk menjadi praktis membawa kita pada penggabungan aktivitas dan teknologi. Inovasi teknologi berkembang pesat pada seluruh aspek salah satunya pada bidang ekonomi guna mendukung kinerja sektor sitem dan jasa keuangan.

Pada dasarnya inovasi yang membuat penggabungan antara teknologi informasi dengan ekonomi menjadi ekonomi digital hanya digunakan untuk membantu industri dalam melaksanakan kegiatannya saja, contohnya seperti yang sering kita lihat saat ini yaitu di pasar modal dengan pelaksanaan Online Trading-nya. Namun seiring berkembangnya teknologi mulai banyak bermunculan berbagai perusahaan Financial Technology (fintech). Financial technology merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja (Bank Indonesia, 2018). Teknologi finansial ini memberikan kita berbagai banyak pilihan baru dalam melakukan pembayaran, pemindahan uang, bahkan sampai investasi. Secara khusus, peran dari FinTech dalam memperbaiki inklusi finansial melalui digital access untuk produk dan jasa finansial dalam pelaku ekonomi atau regional (Prakash et al., 2021; Wu et al., 2023). Dalam sebuah catatan literatur fintech setidaknya memiliki dua peran dalam sistem ekonomi (Junarsin Eddy, et al., 2023). Di satu sisi, fintech memerankan poros dalam meningkatkan inklusi finansial, dengan demikian menjadi perhatian sebuah penentu dari pertumbuhan inklusif. Di satu sisi yang lain, fintech juga secara besar berdampak pada industri jasa industri keuangan (Junarsin Eddy, et al., 2023).

Dalam berkembangnya perekonomian digital di Indonesia pun juga fintech salah satunya yang paling sering dijumpai adalah penyediaan layanan dalam kegiatan pinjam meminjam uang berbasis online. Dengan adanya layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online yang dinilai turut berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian nasional (Devi & Riauli. 2021). Dalam berjalannya pinjaman online melalui teknologi finansial ini memberikan banyak kemudahan untuk customer mereka. Salah satu bukti bahwa pinjaman online ini sangat fleksibel dikemukakan oleh Basten dan Ongena (2020) menemukan bahwa fintech menyetujui bank-bank untuk menambah pinjaman hipotek dan jasa finansial lainnnya ke klien di regional yang tidak memiliki cabang bank, staff, atau orang yang ahli (Fang et al., 2023; Junarsin et al., 2023; Md Jamil et al., 2024)

Namun, bagaimana kredit fintech mempengaruhi pada kestabilan sistem keuangan tetap tidak meyakinkan (Junarsin et al., 2023). Kredit fintech dianggap sebagai kompetitor dengan bank sejak mereka mengadakan aktivitas pendanaan dan pinjaman melalui platform-platform online, dengan demikian mengancam bank sebagai traditional intermediaries (Daud et al., 2022; Hodula, 2022; Junarsin et al., 2023). Kredit fintech sebagai shadow bank mungkin juga menjadi penguasa atas regulasi arbitrase terhadap kurang atau rendahnya regulasi dibandingkan dengan bank-bank yang ada, membuat sistem keuangan lebih rentan pada risiko sistemik (Y. Chen et al., 2022; Junarsin et al., 2023). Teknologi finansial pinjaman online juga dapat dengan mudah dipelajari, dipahami, dan tidak perlu susah-susah untuk memahami apa itu fintech. Fintech birokrasinya lebih singkat daripada bank dimana nasabah atau pengguna harus mendatangi bank, mengisi persyaratan, survei dan lainnya yang memakan banyak waktu dan tenaga (Devi & Riauli. 2021). Dengan mudahnya persyaratan dan akses yang tidak begitu sulit membuat maraknya pinjaman online ini. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai penyaluran fintech lending atau pinjaman online pada Januari 2023 mencapai Rp. 18,73 triliun (Databooks. 2023). Jumlah yang sangat besar untuk sebuah pinjaman online. Dengan banyaknya permintaan pada fintech lending atau pinjaman online juga memberikan risiko dan dampak pagi para peminjam, Risiko pengguna dalam penggunaan pinjaman online yaitu penyalah gunaan data pribadi dari nasabah atau cybercrime, penipuan, kebocoran data, bunga yang besar, penipuan, dan privasi yang terganggu karna dihubungi pihak pinjaman secara terus menerus ke pengguna pinjaman online tersendiri atau orang terdekatnya (Devi & Riauli. 2021). Pada tahun 2020, terjadi penurunan dimana jumlah terdaftar sebanyak 117 dan berizin sebanyak 36 perusahaan. pada tahun 2020 terjadi penurunan sebanyak 11 perusahaan yang dibatalkan tanda bukti terdaftarnya oleh OJK. (Devi & Riauli. 2021)

Menurut regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.77/POJK.01/2016, fintech lending mengacu langsung pada, technology-based jasa kredit antara kreditur dan debitur menggunakan mata uang rupiah. Di lain kata, fintech lending adalah sebuah shadow bank yang memanfaatkan teknologi informasi, dan pelayan sebagai intermediary antara kreditur dan debitur dalam pasar kredit (Junarsin Eddy, et al., 2023). Dengan adanya ketidakjelasan hubungan antara fintech lending dan bank menyebabkan perhatian pada regulator karena fintech lending dan ekspansinya bisa saja meningkatkan persaingan pada pasar keuangan. Hal tersebut dapat menimbulkan, mengintensifkan pengambilan risiko bank dan sangat mengganggu stabilitas sistem keuangan (Junarsin Eddy, et al., 2023). Untuk menjaga sistem kestabilan keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan sebesar 2 milyar per customer sebagai total maksimum dari kredit untuk dapat dicairkan oleh perusahaan fintech (Junarsin Eddy, et al., 2023).

Berbagai pro dan kontra terjadi, mulai dari seiring berubahnya gaya hidup masyarakat akibat berkembangnya penggunaan teknologi informasi. Fintech lending memungkinkan individu dan perusahaan untuk mendapatkan akses ke layanan keuangan yang sebelumnya sulit atau bahkan tidak mungkin mereka dapatkan melalui bank-bank dan Lembaga tradisional lainnya. Penggunaan fintech juga dapat membantu mengurangi kesenjangan keuangan dengan memberikan akses ke layanan keuangan kepada masyarakat yang sebelumnya sangat sulit dikases oleh kalangan biasa. Namun, penggunaan teknologi informasi terkait dengan fintech lending yang harusnya dapat secara efektif membantu masyarkat, karena seiring dengan peningkatan permintaannya juga menimbulkan dampak negatif. Pelaku Finansial teknologi Pinjaman online ilegal berusaha mengelabui masyarakat, salah satunya dengan cara menyerupai nama platform dan/atau logoperusahaan yang sudah terdaftar atau berizin di OJK. Sehingga masyarakat harus berhati-hati dengan Finansial teknologi ilegal karena berisiko sangat tinggi (Y. Chen et al., 2022; Iman Nofie, n.d.; Rostyanta Firdaus A, n.d.). Pertentangan antara pro dan kontra pengaruh teknologi kredit fintech menciptakan perdebatan tentang regulasi dan pengawasan yang tepat untuk melindungi kepentingan konsumen sambil memungkinkan perkembangan teknologi ini yang inovatif. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang manfaat dan risiko fintech kredit, pemerintah dan lembaga terkait dapat bekerja sama untuk menciptakan kerangka kerja yang seimbang. Penting untuk memahami bahwa teknologi kredit fintech adalah alat yang kuat yang harus digunakan secara bertanggung jawab. Privasi dan keamanan data harus dijaga dengan ketat, dan regulasi yang tepat harus diterapkan untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

Dalam beberapa penelitian akhir-akhir ini telah membahas tentang bagaimana peran financial technology dalam mengembangkan akses kredit untuk individu dan bisnis, mempromosikan inclusive growth melalui digital financial inclusion (Aduba et al., 2023). Bangkitnya bisnis-bisnis model baru juga didorong berkat adanya adopsi dari komunikasi teknologi baru yang berada pada sektor finansial (Fan et al., 2023). Financial Technology ini merujuk pada penggunaan manfaat teknologi informasi yang dapat mengembangkan produk dan jasa yang inovatif (Fan et al., 2023). Financial technology adalah sebuah model bisis baru, pengaplikasian teknologi yang baru, dan produk dan jasanya memiliki dampak yang signifikan terhadap pasar finansial. Financial technology memberikan banyak manfaat seperti meningkatkan efisiensi dalam operasional kerja, mengurangi biaya operasional secara efektif, mengurangi batasan-batasan pada industri, memfasilitasi strategi disintermediasi, menyediakan ide-ide baru untuk pengusaha, dan juga turut dalam salah satu faktor untuk distribusi akses pada jasa finansial (Li & Xu, 2021).

Melibatkan financial technology, memberikan sebuah peran postitif dalam mengurangi gap antara orang-orang pedesaan, kaya, dan orang-orang miskin, kecuali pada gap gender (Daud & Ahmad, 2023). Pendistribusian akses untuk financial technology sangat penting untuk dilakukan demi menumbuhkan dampak positif bagi ekonomi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Xi & Wang, 2023) financial technology inclusion memberikan dampak yang positif signifikan pada kualitas pertumbuhan ekonomi, menimbulkan vitalitas kewarausahaan yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penggunaannya memiliki efek positif dan pada kualitas pertumbuhan ekonomi, pun juga mempromosokan kualitas pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah. Oleh karena itu, peningkatan kualitas perkembangan ekonomi dapat secara signifikan ditingkatkan melalui ipaya berkelanjutan dalam pengembang inklusi financial technology (FinTech) (Aduba et al., 2023; Z. Chen et al., 2023; Daud & Ahmad, 2023; Xi & Wang, 2023)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image