Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Rumah Sesungguhnya

Agama | Monday, 16 Oct 2023, 11:10 WIB

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

“Tidak peduli seberapa jauh kita salah melangkah. Selalu ada jalan pulang untuk kembali kepada Allah. Allah selalu merindukan hamba-hamba-Nya untuk kembali dan bertobat kepada-Nya.”

Suatu senja, seorang arif nan bijak tengah berjalan di sebuah pasar. Tiba-tiba langkahnya terhenti oleh seorang pemuda yang menubruk tubuhnya dari belakang. Orang arif nan bijak membalikkan tubuhnya. Tubuh pemuda itu limbung dan hampir saja terjerembab ke tanah. Beruntung orang arif nan bijak sigap menyambutnya. Dari aroma mulutnya tercium bau minuman keras. Rupanya pemuda ini dalam kondisi mabuk berat. Mulutnya menyeracau tidak karuan. Sekilas pemuda itu menatap orang arif nan bijak. Matanya merah dan layu.

“Antarkan aku pulang”, kata pemuda itu.

Orang arif nan bijak merangkulkan tangan pemuda itu ke pundaknya, lalu berjalan. Anehnya, orang arif nan bijak tidak bertanya kemana ia harus mengantarkan pemuda itu pulang. Ia terus berjalan sambil membopong pemuda itu. Si pemuda menurut saja kemana orang arif nan bijak melangkah. Kaki orang arif nan bijak berhenti disebuah tanah lapang. Di sana terdapat batu-batu nisan. Ternyata orang arif nan bijak membawa pemuda itu ke area kuburan.

“Bangunlah, kita sudah sampai di rumahmu?” ujar orang arif nan bijak sambil menepuk-nepuk bahu pemuda itu.

Si pemuda mencoba membuka matanya yang terasa berat. Perlahan matanya dapat melihat keadaan sekeliling. Matanya menyapu pemandangan sekitar tempatnya berdiri. Ia mengumpulkan segenap kesadarannya yang tersisa. Tiba-tiba raut mukanya memerah dan matanya menyalak tajam.

“Apa maksudmu orangtua membawaku ke sini?” gertak pemuda itu.

“Kamu memintaku mengantarkan pulang ke rumahmu. Inilah rumahmu yang sesungguhnya. Rumahmu di dunia ini hanya sementara. Rumah di akhiratlah rumah yang sesungguhnya”, jawab orang arif nan bijak tenang.

Pemuda itu tersentak. Kata-kata orang arif nan bijak seperti sebilah pedang yang menusuk jantungnya dan membangunkan kesadarannya. Kemudian, berubah menjadi secercah cahaya yang menelusup ke kalbunya. Pemuda itu tersadar. Ia telah terlena oleh pesona dunia. Padahal, dunia bukan rumah sesungguhnya. Akhiratlah rumah sebenarnya. Pemuda itu pun bertobat dan menggunakan waktu hidupnya untuk beribadah dan beramal saleh.

٭٭٭

Sahabat, jangan pernah meremehkan orang lain, apalagi menganggapnya hina hanya karena ia gemar berbuat maksiat. Karena, belum tentu ia terus-menerus berada dalam keburukan. Bisa jadi suatu ketika ia tersadarkan oleh suatu hal. Kemudian, bertobat dengan sungguh-sungguh dan memperbanyak amal saleh.

Sementara, kita sendiri belum tentu bisa istiqamah dalam ketaatan kepada Allah. Lagi pula, mengganggap remeh atau hina orang lain adalah cerminan sifat takabur (sombong). Secara tidak langsung, kita beranggapan bahwa diri kita lebih baik daripada orang tersebut. Padahal, belum tentu yang sebenarnya demikian. Belum tentu ibadah kita diterima Allah. Karena, mungkin masih bercampur riya (ingin dipuji). Mungkin juga kita sering melakukan dosa-dosa yang tidak kita sadari. Karena itu, tidak patut bagi kita bersikap takabur dengan merendahkan orang lain.

Orang takabur adalah orang yang bodoh dan bohong. Bodoh karena dia tidak mengetahui bahwa kebesaran hanya milik Allah. Dalam sebuah hadis Qudsi, Allah berfirman, “Kemuliaan adalah pakaian-Ku, kebesaran adalah selendang-Ku. Siapa yang mencoba mengenakannya, Aku akan siksa.” (HR. Muslim).

Orang takabur juga berbohong karena sesungguhnya dirinya itu lemah, namun merasa diri hebat. Jangankan ditimpa musibah yang besar, digigit nyamuk malaria saja bisa sakit. Jadi, orang yang takabur adalah orang yang membohongi diri sendiri.

Karena itu, mari kita jauhi sikap takabur. Jangan menganggap hina orang yang berbuat maksiat, apalagi disertai sumpah serapah. Lebih baik, kita doakan agar orang tersebut diberi hidayah oleh Allah. Inilah yang diajarkan Allah kepada rasul-Nya dan kita semua.

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap kasar dan berhati keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image