Konsep Perdagangan Internasional Menurut Abu Ubaid
Pendidikan dan Literasi | 2023-10-16 10:03:12Perdagangan Internasional merupakan salah satu tren yang hangat dibicarakan pasalnya dengan melakukan perdagangan internasional dapat memenuhi kebutuhan dan bertukar barang dari satu negara ke negara lainnya.
Dengan ini dapat meningkatkan kerjasama antar suatu negara untuk saling melengkapi antar sesama negara. Salah satu tokoh Islam yang merumuskan perdagangan Internasional adalah Abu Ubaid. Beliau dikenal sebagai pencetus dari perdagangan internasional. Berdasarkan menurut para ahli, Abu Ubaid hidup di masa Daulah Abbasiyah, dimana pada masa itu ia menjadi tokoh terkenal di bidang perekonomian.
Masa Abbasiyah merupakan puncak kejayaan dunia Islam. Abu Ubaid dikenal sebagai seorang ahli hadits dan fiqh. Selama menjadi qodi di Tarsus, ia sering menyelesaikan banyak permasalahan pertanahan dan perpajakan dan menyelesaikannya dengan sangat penuh hati-hati. Pemikirannya yang mengikuti oleh tokoh Abu Amr Abdurrahman ibn Amr Al-Awza'i, serta ulama Suriah lainnya, terbukti dengan seringnya mengutip kata-kata Amr di al-Amwal dan pengamatan bahwa ia menawarkan liputan militer, politik, dan keuangan.
Pemikiran Abu Ubaid mengenai perdagangan internasional sangat banyak. Adapun untuk pemikirannya adalah sebagai berikut:
1. Keseimbangan dalam Kebutuhan
Pemberian zakat kepada 8 asnaf atau golongan dalam hukum islam haruslah dilakukan secara merata tanpa menguranginya. Hal ini mendapat kecaman keras dari Abu ubaid apabila dalam pendistribusianya tidak merata. Bagi Abu Ubaid, yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan dasar, betapapun besarnya, dan melindungi masyarakat dari risiko kelaparan.
Abu Ubaid tidak memberikan hak menerima zakat kepada orang yang mempunyai 40 dirham atau harta lain yang dipersamakan itu. Ia menilai seseorang yang mempunyai uang 200 dirham adalah orang yang kaya karena telah mencapai jumlah minimal wajib zakat, oleh karena itu orang tersebut wajib mengeluarkan zakat. Menurut Abu Ubaid, ada tiga kelompok sosial ekonomi yang berkaitan dengan status zakat, yaitu:Orang kaya wajib membayar zakat, golongan menengah tidak wajib membayar zakat tetapi juga tidak menerima zakat, yang menikmati zakat.
2. Perdagangan internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan antar negara yang melintasi batas negara. Jauh sebelum teori perdagangan internasional ditemukan di Barat, Islam telah mengadopsi konsep perdagangan internasional. Seorang ulama besar bernama Abu Ubaid bin Salam bin Miskin bin Zaid al-Azdi menekankan praktik perdagangan internasional, termasuk impor dan ekspor. Pemikiran Abu Ubaid mengenai impor dan ekspor dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:ada bea masuk dalam perdagangan internasional, pajak cukai atas bahan makanan pokok yang lebih murah, dan batasan tertentu pada pajak cukai. Berikut merupakan kebijakan terhadap perdagangan internasional:
3. Adanya bea masuk dalam perdagangan internasionalPara pendukung perdagangan bebas berpendapat bahwa tidak boleh ada hambatan tarif di negara mana pun. Barang harus dapat masuk dan keluar suatu negara dengan bebas. Dengan kata lain, pajak impor adalah 0%. Namun dalam konsep Islam, tidak ada yang gratis, meskipun barang yang diimpor adalah barang Islami. Untuk barang impor, umat Islam dikenakan pajak zakat sebesar 2,5%. Sementara itu, bagi non-Muslim dikenakan cukai sebesar 5% bagi anggota dhimmah (orang-orang kafir yang telah berdamai dengan Islam) dan 10% bagi kaum harbi pagan (non-Muslim, Yahudi dan Nasrani). Oleh karena itu, sejak zaman dahulu, belum ada praktik yang mengizinkan barang dari suatu negara leluasa masuk ke negara lain dengan cara tersebut.
Untuk itu kita sebagai orang islam, dianjurkan untuk kita untuk selalu mengikuti prinsip mengenai perdagangan internasional menurut Abu Ubaid, agar kita selalu menjalankan kebaikan dan diridhoi Allah SWT.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.