Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Daffa Tegar

Transformasi Keuangan: Pro dan Kontra P2P Lending serta Pinjol di Indonesia

Bisnis | Saturday, 14 Oct 2023, 20:27 WIB

P2P lending (Peer-to-Peer lending) dan Pinjol (Pinjaman Online) adalah dua fenomena yang telah mengubah lanskap keuangan di banyak negara, termasuk Indonesia. Kedua model pinjaman ini memberikan kesempatan bagi individu dan usaha kecil untuk mendapatkan akses yang lebih mudah ke sumber pendanaan, yang selama ini mungkin sulit diakses melalui lembaga keuangan tradisional. Menurut data yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2023, terdapat 101 perusahaan Pinjol yang terdaftar dan memiliki izin resmi dari OJK. Meskipun demikian, terdapat pro dan kontra yang perlu dievaluasi terkait peran P2P lending dan Pinjol dalam peningkatan inklusifitas keuangan di Indonesia. Berikut adalah pro dan kontra dari P2P Lending dan Pinjol:

Pro:

1. Akses Kredit yang Lebih Mudah: Salah satu aspek paling positif dari P2P lending dan Pinjol adalah kemudahan dalam mendapatkan pinjaman. Mereka sering kali meminjamkan dana kepada individu yang tidak memenuhi syarat yang ketat yang biasanya diperlukan oleh bank atau lembaga keuangan tradisional. Hal ini membantu individu dengan sejarah kredit yang kurang baik atau akses terbatas ke sumber dana. Misalnya, dalam aplikasi EasyCash, AdaKami, AkuLaku, dan sejenisnya, persyaratan pinjaman hanya mencakup pemakaian Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan pengisian informasi diri.

2. Inovasi Teknologi: P2P lending dan Pinjol sering memanfaatkan teknologi digital untuk memberikan layanan yang lebih efisien. Proses aplikasi, persetujuan, dan pencairan dana biasanya lebih cepat dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, sehingga dapat membantu individu dalam situasi darurat. Sebagai contoh, dalam aplikasi pinjol EasyCash, seluruh proses pengajuan pinjaman berlangsung secara online, dan permintaan pinjaman akan direspons dengan cepat, biasanya dalam waktu 5 menit dengan maksimal waktu penyelesaian selama 24 jam setelah seluruh proses pengajuan selesai.

Kontra:

1. Suku Bunga Tinggi: Salah satu kritik terhadap P2P lending dan Pinjol adalah tingginya suku bunga yang sering dikenakan pada pinjaman ini. Menurut Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), suku bunga pada pinjaman melalui platform fintech pendanaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang ditawarkan oleh bank. Hal ini disebabkan oleh tingkat risiko yang lebih tinggi yang harus dihadapi oleh platform fintech, sementara mereka juga menyediakan berbagai kemudahan serta jangka waktu pinjaman yang lebih pendek. Suku bunga yang tinggi ini dapat membebani peminjam dengan pembayaran bunga yang berat, terutama jika mereka tidak mampu membayar pinjaman tepat waktu. Meskipun akses lebih mudah, biaya pinjaman yang tinggi harus dipertimbangkan dengan serius.

2. Kurangnya Regulasi: P2P lending dan Pinjol sering kali beroperasi dalam lingkungan yang kurang diatur. Kurangnya regulasi dapat membuka pintu bagi praktik yang tidak etis, termasuk penagihan yang agresif dan taktik penagihan yang tidak selalu sesuai dengan hukum. Sebagai contoh, baru-baru ini terdapat kejadian tragis di bulan Mei 2023 di mana seorang peminjam mengambil tindakan ekstrem karena mendapatkan tekanan dari penagih utang yang memiliki afiliasi dengan AdaKami.

3. Risiko Keuangan: Ketergantungan pada P2P lending dan Pinjol dapat meningkatkan risiko keuangan bagi individu yang kurang berpengalaman dalam pengelolaan keuangan. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2019, hanya 38 persen penduduk Indonesia memiliki pemahaman yang memadai tentang masalah keuangan, sementara akses terhadap layanan keuangan telah mencapai 76 persen. Keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang mereka manfaatkan dapat menghasilkan kesenjangan signifikan antara tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan, yang berpotensi mendorong masyarakat ke dalam perangkap utang yang sulit untuk diselesaikan.

4. Kurangnya Perlindungan Konsumen: Perlindungan hukum bagi konsumen Pinjol masih relatif lemah, dan pelanggaran sering kali hanya mendapatkan sanksi administratif, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 47 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016, OJK memiliki kewenangan untuk menerapkan sanksi administratif terhadap pihak penyelenggara yang melanggar ketentuan-ketentuan kewajiban dan larangan yang berlaku. Ini berarti bahwa konsumen seringkali kurang terlindungi dari praktik yang merugikan.

Dalam menganalisis pro dan kontra P2P lending dan Pinjol dalam peningkatan inklusifitas keuangan, perlu diperhatikan bahwa regulasi yang baik dapat membantu mengatasi banyak masalah yang muncul. Dengan pendekatan yang tepat, teknologi keuangan seperti P2P lending dan Pinjol dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam memperluas akses keuangan. Namun, perlindungan konsumen yang memadai dan literasi finansial yang lebih baik juga sangat penting untuk memastikan bahwa individu yang meminjam tidak terjerumus dalam utang yang berat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image