Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Kecerdasan Hati

Agama | Monday, 09 Oct 2023, 17:19 WIB

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

Hati, dalam studi Islam, dikenal dengan istilah qalb. Qalb berasal dari kata qalaba, yang berarti membalik. Karena, seringkali ia berbolak-balik. Artinya, tidak konsisten, sehingga berpotensi menimbulkan konflik diri. Hati memengaruhi baik atau buruknya keseluruhan perilaku diri.

Kata qalb, dalam berbagai derivasinya, setidaknya disebut sebanyak 130 kali dalam Al-Qur’an. Jika kita membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang qalb, maka kita akan memahami bahwa qalb adalah pusat kecerdasan dan kepribadian. Simaklah ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini.

“Dan sungguh akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf [7]: 179).

“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22]: 46).

“Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf [50]: 37).

Ayat-ayat di atas jelas menerangkan daya atau kecerdasan yang dimiliki hati, yaitu kecerdasan memahami ayat-ayat Allah, tanda-tanda kekuasaan Allah, dan suatu peristiwa hasil pengamatan.

Al-Qur’an juga menggunakan istilah fuad (jamaknya af-idah), untuk menggambarkan kemampuan hati. Fu’ad adalah bagian hati yang lebih dalam. Simaklah ayat Al-Qur’an berikut ini.

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl [16]: 78).

Rangkaian penyebutan pendengaran, penglihatan, dan hati bukanlah tanpa makna dan hikmah. Telinga dan mata memperoleh data dan informasi dari mendengar dan mengamati. Kemudian, hatilah yang mengolah, menganalisis, dan memaknai data dan informasi yang dikirim oleh telinga dan mata yang pada akhirnya menghasilkan sebuah respon atau perilaku.

Hadis-hadis Rasulullah saw. juga menggambarkan tentang kecerdasan hati. Simaklah hadis-hadis berikut ini.

Wabisa bin Mabad ra. berkata, ‘Saya datang kepada Rasulullah saw., kemudian beliau bertanya kepada saya, ‘Apakah engkau datang untuk menanyakan suatu kebajikan?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebajikan itu adalah hal-hal yang menjadikan jiwa tenang padanya dan menentramkan hati, sedangkan dosa itu adalah hal-hal yang menimbulkan kebimbangan dan menjadikan hati risau karenanya meskipun banyak orang yang telah memberikan fatwanya dan memberikan keputusan atas urusan tersebut berulang kali.’” (HR. Ahmad).

“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Akan tetapi, bila ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ingatlah, ia adalah hati.” (HR. Bukhari).

Para ilmuwan telah memberikan bukti ilmiah bahwa hati adalah pusat kecerdasan dan kepribadian. Rudolf Steiner, filusuf dan pakar pendidikan asal Jerman, mengatakan bahwa temuan paling hebat dalam ilmu pengetahuan abad kedua puluh adalah bahwa hati bukan semata-mata sebuah pompa (organ tubuh yang memompa darah), melainkan teramat lebih dari sekadar itu, dan tantangan besar bagi era-era umat manusia mendatang sejatinya adalah memberi kesempatan bagi hati untuk mengajarkan kita bagaimana berpikir dengan cara baru.

Lebih jelas lagi hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Andrew Armour, pakar neurokardiologi (ilmu pengetahuan yang mengkaji sistem saraf), yang dituangkan dalam bukunya Neurocardiology: Anatomical and Funcional Principles, telah menyingkap keberadaan neuron-neuron dalam hati, yang sejenis dengan tipe neuron yang ada dalam otak. Ditemukan lebih dari 40.000 neorun dalam hati manusia.

Armour menjelaskan bahwa neuron-neuron (sistem saraf hati) menerima data dan informasi dari panca indera, kemudian neuron-neuron itu menganalisis dan membuat penilaian terhadap data dan informasi itu, lalu mengirimkan hasilnya ke seluruh tubuh termasuk otak. Neuron-neuron ini juga memiliki memori jangka pendek yang membuatnya berfungsi secara mandiri dari sistem saraf pusat. Armour menyebut sistem saraf hati ini sebagai otak kecil dalam hati.

Armour menyimpulkan, “Hati memiliki otak kecilnya sendiri yang mampu menganalisis komputasi kompleks dengan sendirinya. Data yang diperoleh secara jelas mengindikasikan bahwa sistem saraf kardiak intrinsik bertindak lebih dari sebagai stasiun pemancaran sederhana untuk proyeksi-proyeksi otonom ekstrinsik ke hati . Pemahaman mengenai anatomi dan fungsi sistem saraf hati yang kompleks menyumbangkan sebuah dimensi tambahan pada pandangan yang muncul baru-baru ini tentang hati sebagai pusat pemrosesan informasi mutakhir yang tidak hanya berfungsi bersama-sama otak, tetapi juga secara mandiri.”

Kesimpulan Armour ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Beatrice Lacey dan John Lacey, yang ditulis dalam bukunya Two-Way Communication Between The Heart and The Brain: Significance of Time Within The Cardiac Cycle, mengungkap adanya komunikasi dua arah antara hati dan otak. Ketika otak mengirim pesan-pesan ke hati melalui sistem saraf, hati tidak langsung mematuhi tanpa filter terlebih dahulu. Akan tetapi, hati menggunakan logikanya sendiri untuk menganalisis dan memahami pesan-pesan itu. Penelitian ini juga menemukan bahwa hati mengirim pesan-pesan itu kembali ke otak. Dan, otak tidak hanya memahami, tetapi juga mematuhinya.

Dokter Jeanette Hablullah, pakar neuropati gangguan saraf, dalam bukunya The Magnificient Organ, menuliskan bahwa hati manusia tidak hanya sebagai organ vital dan entitas fisik semata, tetapi juga sumber pertimbangan dan kearifan.

Para ulama sufi juga telah menerangkan tentang kecerdasan hati. Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin, menerangkan bahwa hati adalah substansi spiritual yang terletak antara ruh dan hawa nafsu. Hati merupakan titik tengah antara idealita ruh yang suci dan karakter hawa nafsu yang kotor. Ia berfungsi sebagai eksekutor untuk menentukan mana yang dimenangkan antara dorongan ruh dan dorongan hawa nafsu.

Sejatinya, fitrah hati cenderung kepada ruh yang bersifat ilahiah. Az-Zamakhsari menegaskan bahwa hati itu diciptakan oleh Allah Swt. sesuai dengan fitrah asalnya dan berkecenderungan menerima kebenaran dari-Nya. Imam Al-Ghazali juga menerangkan bahwa hati memiliki fitrah yang disebut dengan an-nur al-ilahi (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah al-bathiniyah (mata batin) yang memancarkan keimanan.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa Allah Swt. telah menciptakan sebuah rumah, yakni hati, di dalam diri setiap orang. Selain sebagai rumah, hati juga merupakan komponen entitas manusia yang menjadi perantara antara ruh dan nafs. Alat yang menghubungkan antara hati dan ruh adalah mahabbah (cinta). Sedangkan, alat yang menghubungkan antara hati dan nafs adalah hasrat atau keinginan.

Jadi, jelaslah bahwa fungsi hati sangat fital. Ia bisa membuat seluruh perilaku diri penuh dengan nilai keilahian, tetapi ia juga bisa membalik manusia menjadi makhluk yang hampa nurani. Karena itu, substansi spiritual diri kita ini tidak semestinya mengembara tanpa arah. Hidup manusia yang akan dimintai pertanggungan jawab semestinya membuat kita menaruh perhatian serius untuk berupaya mencerdaskan hati.

Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa hati adalah pusat kecerdasan dan kepribadian manusia. Ciri utama kecerdasan hati adalah respon yang intuitif-ilahiah dalam menyikapi setiap masalah dan peristiwa. Artinya, lebih mendahulukan nilai-nilai ilahiah yang absolut-universal daripada nilai-nilai insaniah yang relatif-temporal.

Sebagai pusat kecerdasan dan kepribadian, hati memiliki daya yang kompleks. Daya-daya ini ketika teraktualisasi dengan baik, menghasilkan kecerdasan-kecerdasan hati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image