Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Mengapa Nabi Melarang Ambisi Terhadap Jabatan

Agama | 2023-10-08 07:18:34
Dokumen Republika.co.id

Sejak zaman Nabi, pesan dan ajaran Islam telah menjadi pedoman bagi umatnya. Salah satu pesan penting yang diajarkan oleh Nabi adalah menghindari keinginan berlebihan terhadap dunia dan ambisi untuk meraih jabatan. Nabi melarang umatnya berlomba-lomba meraih dunia, dan bukannya tanpa alasan. Pesan ini memiliki relevansi yang mendalam dalam kehidupan kita saat ini, karena menyoroti pentingnya menjadikan akhirat sebagai objek perlombaan dan persaingan, daripada sekadar mengejar kesuksesan duniawi yang sementara.

Dalam pandangan Islam, akhirat adalah negeri kekekalan dan hakiki. Dunia, di sisi lain, hanyalah perhiasan yang menipu. Terlalu sering, kita tergoda oleh gemerlap dunia ini dan terjebak dalam persaingan untuk mendapatkan lebih banyak harta, kekuasaan, dan prestise. Namun, Nabi mengingatkan kita untuk melihat jauh ke depan, menuju akhirat yang abadi. Inilah tempat di mana pahala sejati dapat diperoleh, dan kenikmatan abadi menanti mereka yang bertahan dengan kesabaran.

Salah satu hadis yang mencerminkan pesan ini adalah hadis yang mengingatkan Abdurrahman untuk tidak meminta jabatan. Hadis ini menjelaskan bahwa jika seseorang meminta jabatan dan diberikannya, atau jika jabatan itu diberikan tanpa permintaan, maka Allah akan memberikan pertolongan. Namun, jika seseorang bersumpah untuk menerima jabatan dan kemudian melihat jabatan lain yang dianggap lebih baik, dia harus membayar kafarat sumpahnya dan mengambil tindakan yang lebih baik.

Abul Abbâs Al-Qurthubi menjelaskan alasan di balik larangan ini. Salah satu alasan utamanya adalah bahwa seseorang yang meminta jabatan dengan ambisi yang berlebihan sering kali tidak memperhitungkan bahaya dan kesulitan yang terkait dengan jabatan tersebut. Mereka mungkin terlalu terpesona oleh kekuasaan dan keistimewaan yang datang dengan jabatan itu, tanpa memikirkan beban tanggung jawab yang melekat padanya.

Lebih lanjut, mereka yang menginginkan jabatan sering kali cenderung egosentris, berfokus pada kepentingan pribadi mereka. Mereka mungkin tidak menghiraukan dampaknya pada masyarakat atau negara. Dalam kasus ini, jabatan tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan pribadi daripada untuk melayani masyarakat dan agama.

Di sisi lain, ada orang-orang yang menolak jabatan karena mereka sadar akan bahaya dan risiko yang terkait dengannya. Mereka mungkin takut bahwa mereka tidak akan dapat memenuhi hak-hak yang melekat pada jabatan tersebut atau bahwa jabatan itu akan menguasai hidup mereka sepenuhnya. Karena rasa takut yang mendominasi pikiran mereka, mereka menjauhkan diri dari jabatan-jabatan tersebut.

Namun, orang-orang seperti ini dapat menjadi contoh yang baik bagi kita semua. Mereka menunjukkan bahwa ketika seseorang memiliki kesadaran akan bahaya dan kesulitan yang terkait dengan jabatan, dia cenderung lebih mementingkan kebaikan umum daripada kepentingan pribadinya sendiri. Mereka juga lebih mungkin untuk tetap teguh dalam prinsip-prinsip moral dan etika.

Selain itu, mereka yang menolak jabatan karena alasan yang bijak mungkin memiliki kemampuan untuk menguasai diri yang lebih baik. Mereka tidak terjebak dalam hawa nafsu untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh. Mereka memprioritaskan akhirat mereka dan berusaha untuk menjalani hidup yang sesuai dengan ajaran agama.

Dalam pandangan Islam, akhirat adalah tempat di mana segala perbuatan kita di dunia ini akan dihitung dan dihargai. Pahala atau hukuman kita akan ditentukan oleh tindakan kita selama hidup di dunia. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk menjadikan akhirat sebagai tujuan utama dalam hidupnya.

Melalui larangan terhadap ambisi berlebihan terhadap jabatan, Nabi mengajarkan kepada kita untuk fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam kehidupan ini, yaitu akhirat. Jabatan dan kekuasaan duniawi, meskipun bisa memberikan kekuatan dan pengaruh, hanyalah sementara. Mereka tidak akan membawa manfaat jangka panjang jika tidak digunakan dengan bijak dan dengan niat yang benar.

Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, kita harus merenungkan pesan Nabi ini dengan serius. Kita harus berusaha untuk tidak terlalu terpaku pada ambisi dan keinginan untuk mendapatkan jabatan dan kekayaan duniawi. Sebaliknya, kita harus lebih memperhatikan bagaimana kita dapat mengabdikan diri kita untuk kepentingan umum dan bagaimana kita dapat menggapai kebahagiaan abadi di akhirat.

Penting untuk diingat bahwa ini bukan berarti kita harus menghindari jabatan sepenuhnya. Jabatan dan kekuasaan bisa menjadi sarana untuk mencapai tujuan yang baik jika digunakan dengan benar. Namun, kita harus berhati-hati agar tidak terlalu terikat pada jabatan tersebut sehingga kita melupakan tujuan yang lebih besar, yaitu akhirat.

Sebagai penutup, pesan Nabi tentang ambisi dan jabatan adalah pengingat yang sangat penting bagi umat Islam. Kita harus menjauhi ambisi berlebihan terhadap dunia dan jabatan, dan mengarahkan perhatian kita kepada akhirat. Ini adalah langkah pertama menuju kebahagiaan abadi dan keberkahan dalam hidup kita. Dengan menjalani hidup sesuai dengan ajaran agama dan mengutamakan kebaikan umum, kita dapat mengharapkan pahala di akhirat dan kenikmatan yang tak terhingga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image