Biosensor Kanker Serviks Berbasis Kitosan Nanopartikel Emas (Ch-AuNP), Alternatif Baru Deteksi Dini
Teknologi | 2023-10-07 13:22:03Prevalensi kanker serviks menempati urutan kedua penderita terbanyak sebesar 9.2% dari total kasus kanker di Indonesia. Gejala kanker serviks biasanya baru muncul pada stadium lanjut sehingga saat terdeteksi, kanker sudah sulit untuk diobati. Metode uji kanker serviks non-invasif yang sedang banyak dikembangkan adalah menggunakan rapid test berbasis biosensor non-elektrokimia melalui urin atau saliva. Akan tetapi, hasil yang didapatkan dari rapid test bersifat kualitatif dan memiliki limit of detection (LOD) yang tinggi, sehingga tidak mampu untuk mendeteksi kanker serviks stadium awal.
Berangkat dari permasalahan tersebut, kolaborasi antara Mahasiswa dari Departemen Kimia, Departemen Biologi dan Pendidikan Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya membuat suatu riset tentang optimasi biosensor untuk deteksi dini kanker serviks.
Kolaborasi mahasiswa tersebut terdiri dari Adi Kurnia Soesantyo (Kimia, FMIPA), Jonathan Linggadiputra (Kimia, FMIPA), Elvira Nurravida (Kimia, FMIPA), La Tazkia Aulia Wibowo (Biologi, FMIPA) dan Anindya Avellaneda Prameswari (Pendidikan Dokter Hewan, FKH) dibawah bimbingan Prof. Dr. Ani Mulyasuryani, M.S mengembangkan suatu inovasi Biosensor Berbasis Chitosan – Gold Nanoparticles / CA125 – Imprinted Polymers (Ch-AuNP/CA125-IP) untuk Deteksi Dini Kanker Serviks Secara Non-Invasif. Penelitian ini didanai oleh Kemdikbudristek dan Universitas Brawijaya melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta tahun 2023.
“Saat ini alat yang dapat mendeteksi Kanker Serviks stadium awal sangatlah sedikit, bilapun ada, harganya mahal dan memiliki deteksi limit yang sangat tinggi,” ujar Jonathan.
Menurut Jonathan, deteksi dini kanker serviks yang ada dan sering saat ini yaitu Uji pap-smear yang merupakan metode uji pengambilan sel pada leher rahim dengan memasukkan spekulum secara transvaginal untuk membuka jalur menuju leher rahim. Hal ini biasanya menimbulkan beberapa efek samping negatif dan sangat sulit dilakukan.
“Merespon masalah tersebut, kami menemukan bahwa biosensor mampu mendeteksi dini sel kanker serviks tanpa harus melibatkan proses pengambilan intra tubuh. Memang biosensor ini juga memiliki LOD yang tinggi, sehingga kami memodifikasi dengan Chitosan Nanopartikel Emas untuk meningkatkan sensitifitas dan kemampuan deteksinya,” tambah Jonathan
Pada hasil penelitian diperoleh bahwa Biosensor Chitosan nanopartikel emas (CH-AuNP) yang diterapkan pada biosensor akan meningkatkan kemampuan biosensor dalam mendeteksi sel kanker serviks dalam jumlah sekecil apapun. Selain itu biosensor ini nantinya akan berukuran kecil sehingga sangat mudah dan fleksibel dalam penggunaannya. Ditemukan juga bahwa deteksi menggunakan biosensor ini tidak harus melibatkan proses intra tubuh, namun dapat menggunakan 1-2 tetes urine/saliva.
“Biosensor ini sedang dalan tahap pengembangan, masih banyak evaluasi dan langkah yang harus ditempuh, agar biosensor digunakan oleh masyakarat luas. Terutama terkait penggunaannya dan pengaplikasiannya yang mungkin belum diketahui masyarakat luas ,” tambah Elvira selaku salah satu peneliti.
La Tazkia, anggota penelitian yang lain, melanjutkan pernyataan Elvira bahwa penelitian ini masih memiliki berbagai kendala, salah satunya adalah terkait pembuatan nanopartikel emas yang membutuhkan waktu lama.
“Kendala penelitian ini apabila ingin diterapkan di masyarakat luas adalah terkait produksi nanopartikel emas untuk biosensornya, karena pembuatannya cukup memakan waktu. Sehingga kami terus mencari metode terbaik lainnya yang bisa menyingkat waktu sintesis nanopartikel emas” imbuh La Tazkia
Dengan penelitian ini diharapkan bisa memudahkan menjadi salah satu sumbangsih pada bidang kesehatan di Indonesia dan sebagai bentuk nyata kontribusi mahasiswa Universitas Brawijaya untuk penanggulangan darurat kanker serviks di Indonesia saat ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.