Potret Buram Pendidikan : Peserta Didik Tidak Memiliki Ketrampilan Dasar (Bagian 1)
Guru Menulis | Tuesday, 03 Oct 2023, 09:02 WIBMengutip beberapa informasi di media online tentang kemampuan siswa yang telah lulus sekolah dasar, ada rasa miris yang sungguh mendalam. Ada fakta siswa SMP yang tak bisa membaca bahkan sekadar membedakan huruf, ada pula data tentang tingginya angka ketidakmampuan belajar (learning poverty), hingga rendahnya nilai evaluasi kemampuan dasar guru. Berikut ini beberapa kutipan tersebut :
Hasil asessment kognitif peserta didik baru SMPN 11 Kota Kupang yang dilakukan pada bulan Juni 2023 menemukan sebanyak 21 pelajar tidak bisa membaca, menulis hingga membedakan abjad. "Kami mendapati masih ada anak yang tidak bisa baca, menulis, masih mengeja bahkan ada yang tidak bisa bedakan abjad," kata Kepala Sekolah SMPN 11 Kota Kupang, Warmansyah, Rabu 9 Agustus 2023. [1]
Ketidakmampuan belajar (learning poverty) didefinisikan sebagai ketidakmampuan anak usia 10 tahun untuk membaca dan memahami bahan bacaan yang sesuai dengan usianya. Learning poverty berada di atas angka 50 persen di 14 dari 22 negara, termasuk Indonesia, Myanmar, Kamboja, Filipina, dan Republik Demokratik Rakyat Laos. Sedangkan di Malaysia yang berpenghasilan menengah-atas, learning poverty mencapai di atas 40 persen. Sebaliknya, persentase learning poverty di Jepang, Singapura, dan Republik Korea hanya berkisar di antara 3 hingga 4 persen.[2]
Meskipun ada beberapa faktor yang memengaruhi pembelajaran, termasuk pendapatan keluarga, kesehatan, dan akses terhadap bahan pembelajaran, namun ketika seorang anak bersekolah, guru memiliki pengaruh yang paling besar. Namun demikian, menurut data dari beberapa negara di kawasan ini, guru seringkali masih memiliki pengetahuan yang terbatas tentang mata pelajaran yang mereka ajarkan. Di RDR Laos, hanya 8 persen guru kelas 4 SD yang mendapat nilai 80 persen atau lebih tinggi dalam penilaian matematika kelas 4 SD. Di Indonesia, hanya 8 persen guru kelas 4 SD yang mendapat nilai 80 persen atau lebih tinggi dalam evaluasi kemampuan bahasa Indonesia. Data menunjukkan bahwa ketidakhadiran guru di kelas juga menjadi masalah di beberapa negara. Laporan ini berfokus pada guru dan bagaimana dukungan bagi guru dan kualitas pengajaran dapat diperkuat.[3]
Data dan fakta yang sungguh memprihatinkan dan tentu memunculkan berbagai pertanyaan. lulus sekolah namun tak memiliki kemampuan dasar. Sudahkah kurikulum yang diterapkan memberi solusi? Pendidikan dasar yang gratis mampukah mewujudkan target pendidikan?
Tentang kurikulum yang diharapkan menyelesaikan masalah pendidikan, mari sejenak kita buka lembar perjalanan kurikulum pendididikan di Indonesia, mengutip dari guruinovatif.id [4]
Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia telah mengalami berbagai fase yang mencerminkan perubahan sosial dan politik negara. Beberapa fase penting dalam sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia adalah:
1. Rentjana Pelajaran 1947 (Kurikulum 1947)
Kurikulum ini dibuat tepat setelah dua tahun peristiwa proklamasi kemerdekaan. Penamaan kurikulum ini awalnya masih menggunakan istilah Belanda, yaitu Leerplan. Karena pada masa itu, Indonesia berada dalam pergolakan akibat agresi militer Belanda beserta sekutunya. Saat menciptakan kurikulum ini, pemerintah mencoba rancangan sistem pembelajaran untuk para pelajar di masa revolusi yang menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Sehingga belum berfokus pada pendidikan pikiran, melainkan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat.
2. Rentjana Pelajaran Terurai 1952 (Kurikulum 1952)
Pemerintah melakukan penyempurnaan terhadap Kurikulum 1947 di tahun 1952. Kurikulum ini mengatur pembahasan topik tiap mata pelajaran dengan kehidupan masyarakat harus berkaitan. Dalam kurikulum ini, berlaku pula ketentuan satu orang tenaga pendidik hanya bisa mengajar satu mata pelajaran saja.
3. Rentjana Pendidikan 1964 (Kurikulum 1964)
Konsep pembelajaran dalam Kurikulum 1964 berfokus pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani. Konsep-konsep pembelajaran ini lebih dikenal dengan sebutan Pancawardhana.Penerapan Kurikulum 1964 di dalam proses pembelajaran dilakukan secara aktif, kreatif, dan produktif. Kurikulum 1964 bertujuan untuk menanamkan pengetahuan akademik dari jenjang Sekolah Dasar (SD). Selain itu pemerintah menetapkan hari Sabtu sebagai hari bagi siswa untuk berlatih berbagai kegiatan sesuai minat dengan bakatnya.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum ini memiliki ciri materi dari jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi dengan jenjang pendidikan selanjutnya. Tujuan utama kurikulum ini adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Pada Kurikulum 1968 ini pula, sistem penjurusan dimulai pada kelas 2 SMU atau kelas 11.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum ini mulai digunakan setelah program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) tahap pertama di masa pemerintahan Orde Baru. Kurikulum ini menekankan pendidikan yang lebih efektif dan efisien. Kurikulum 1975 juga lebih merinci metode, materi, dan tujuan pengajaran dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sehingga memunculkan istilah satuan pelajaran (rencana pelajaran setiap satuan bahasan). Namun penerapan kurikulum ini ramai dikritik, karena guru menjadi lebih sibuk untuk menuliskan rincian tiap kegiatan pembelajaran. Beberapa mata pelajaran akhirnya mengalami perubahan nama seperti mata pelajaran ilmu alam dan ilmu hayat diubah menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata pelajarn ilmu aljabar dan ilmu ukur menjadi Matematika.
6. Kurikulum 1984
Di tahun 1984 terjadi lagi perubahan kurikulum di Indonesia, karena kurikulum sebelumnya dianggap lambat dalam merespons kemajuan di kalangan masyarakat. Dalam kurikulum 1984, ditambahkan juga mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kedua kurikulum ini dibuat dari hasil kombinasi Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984. Pada praktiknya, kurikulum ini banyak mendapatkan kritikan dari praktisi pendidikan hingga orangtua pelajar. Karena materi pembelajaran dianggap lebih berat dan padat. Kurikulum ini juga menambahkan mata pelajaran muatan lokal seperti bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Dalam Kurikulum ini pula terjadi perubahan sistem pembagian evaluasi pembelajaran dari semester ke caturwulan. Selain itu terjadi perubahan singkatan dan nama SMP (Sekolah Menengah Pertama) menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), serta SMA (Sekolah Menengah Atas) menjadi SMU (Sekolah Menengah Umum). Mata pelajaran PSPB dihapuskan pada penerapan kuriulum ini dan penjurusan SMA dibagi menjadi tiga program, yakni IPA, IPS, dan Bahasa.
8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
Setelah 10 tahun Kurikulum 1994 berjalan, kurikulum ini digantikan oleh KBK di tahun 2004. Dengan berlakunya KBK, sekolah diberi kuasa untuk menyusun dan mengembangkan komponen kurikulum yang mulanya berbasis materi menjadi kompetensi, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah serta peserta didiknya. Kurikulum ini menekankan 3 unsur pokok kompetensi, yaitu pemilihan kompetensi, indikator-indikator evaluasi dalam penentuan keberhasilan pencapaian, serta pengembangan pembelajaran bagi peserta didik dan tenaga pengajar. Dalam Kurikulum 2004 ini, pemerintah mengubah kembali nama SLTP menjadi SMP dan SMU menjadi SMA kembali.
9. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Kurikulum ini mulai digunakan sejak berlakunya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijelaskan dengan lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2003. Meskipun kurikulum ini hampir mirip dengan KBK 2004, pemerintah hanya menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kemudian tenaga pengajar bisa mengembangkan silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah serta kebutuhan peserta didik di masing-masing daerah.
10. Kurikulum 2013 (K-13)
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan pemerintah menggantikan KTSP 2006. Kurikulum ini menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pendekatan saintifik. Tujuan kurikulum 2013 adalah membentuk siswa yang aktif, kreatif, inovatif, dan mampu menghadapi tantangan abad ke-21. Ada 4 aspek penilaian dalam K-13 ini antara lain, aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.
11. Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka diperkenalkan oleh Kemendikbudristek pada bulan Februari 2022 sebagai langkah untuk mengatasi krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Selain itu, kondisi ini diperparah akibat pandemi Covid-19 yang banyak mengubah proses pembelajaran tatap muka
Dari pergantian kurikulum yang silih berganti namun saat ini kita dapati fakta bahwa ada siswa SMP yang tidak bisa membedakan huruf, tidak bisa membaca, angka ketidakmampuan belajar tinggi dan nilai evaluasi kompetensi guru untuk pengetahuan dasar masih rendah, maka sangat jelas kesimpulannya, kurikulum yang diterapkan telah gagal mencerdaskan dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan pendidikan grastis yang telah dicanangkan tidak mampu mewujudkan target pendidikan. Apakah bisa dikatakan bahwa pelayanan pendidikan gratis oleh negara mengikuti pepatah Jawa “ Ana rega ana rupa” alias tak bisa diharapkan memberi pendidikan yang berkualitas tinggi dengan biaya murah atau gratis?
Bersambung
Catatan kaki :
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.