Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Itsbatun Najih

Formula Agama Meredam Konflik

Agama | Monday, 02 Oct 2023, 08:39 WIB

Sejak manusia bergumul dengan liyan, terbentuklah kesadaran bahwa persamaan sebagai sama-sama manusia juga memunculkan perbedaan. Pertikaian dan sengkarut-sengketa mewarnai aras besar sejarah manusia membangun peradaban di muka bumi. Hingga pada titik kulminasinya, bahkan manusia telah berbeda dengan lainnya meski dari satu keluarga, satu etnis, satu bangsa.

Rupanya, renik-renik konflik antarmanusia menjadi semacam konsekuensi dari perbedaan. Perbedaan lantas terlabel sebagai ancaman eksistensi. Mempertahankan eksistensi adalah sinyalemen dasar pada diri manusia yang mestinya bertungkus lumus pada tataran kemanusiaan. Homo homini lupus hendaknya dihapus karena manusia berbeda dengan serigala. Melainkan karakter yang mestinya dibuncahkan adalah manusia menjadi teman setia dengan kerelaan saling membantu atau homo homini socius.

rosda.co.id

Lantas apa yang hendak ditawarkan untuk setidaknya meredam konflik antarmanusia tersebut? Hingga hari ini, rasisme masih dipraktikkan tanpa malu-malu. Penegasian liyan dengan mengusir, merobohkan tempat tinggal, hingga penghilangan nyawa berdasar sentimen kesukuan-keagamaan, masih terjadi di banyak tempat. Konstruksi sosial berupa yang berkulit hitam berkasta rendah ketimbang kulit putih, adalah bagian dari tamsil sesat pikir yang tampak masih sulit dikikis.

Buku ini mengurai detail aneka konflik dengan benang merah untuk kembali kepada misi suci agama. Agama turun ke bumi dalam momentum yang kompleks. Relevansi ajaran-ajaran moralitas dari agama bertolak dari apa yang terjadi pada relasi manusia untuk menjadikannya sebuah relasi rukun-damai. Namun, menjadikan agama sebagai bagian dari resolusi konflik, acapkali menghadirkan tanggapan ganjil; lantaran agama kerap dicap justru sebagai sumber konflik. Tidak sedikit konflik di banyak tempat melibatkan peran utama para tokoh agama dan umat.

Marwan Setiawan selaku penulis buku, mendedah tentang konsistensi agama memandang realitas perbedaan yang kerap menghadirkan konflik tersebut. Titik berangkatnya adalah realitas perbedaan merupakan sunatullah dengan keberadaan suku-suku dan bangsa-bangsa. Karena manusia tidak bisa hidup sendirian/sekelompok, secara fitrah manusia akan menjalin koneksi dan relasi dengan liyan. Uraian atas keberbedaan dalam wujud fisik, bahasa, budaya, menempatkannya untuk menjadi konsepsi dasar sebagai kemafhuman bersama.

Dengan kata lain, konsepsi perbedaan adalah sunatullah untuk kemudian saling mengenal (li-ta’arafu). Karena itu, memafhumi terhadap perbedaan adalah bagian dari artian religiositas. Aspek religiositas mesti dilanjutkan guna menghadirkan kesadaran bahwa manusia tertitah sebagai khalifah dengan tugas utama mengelola bumi. Sorongan agama untuk tata kelola dengan bijak sembari menggerus laku serakah dan destruktif.

Keteladanan Baginda Nabi Muhammad Saw dalam menjalankan roda pemerintahan dan keberagamaan masyarakat di Madinah sebagaimana uraian buku ini, bisa menjadi bukti sarih bahwa agama bisa selesaikan konflik dan hadirkan harmoni. Lebih menukik lagi, bahwa konflik berlatar agama boleh dikata hanya secuil; selebihnya dan senyatanya, agama kerap dijadikan topeng alasan untuk menutupi sumber konflik sebenarnya: ekonomi dan politik.

Walhasil, pluralisme dan multikulturalisme sebagai ejawantah akan realitas perbedaan yang sunatullah tersebut, menghasratkan titik temu antarmanusia untuk berpegang teguh pada keluhuran ajaran Langit dan lekas kembali pada petuah-petuah Kitab Suci bila terjadi riak-sengkarut. Dominasi ayat tentang pengajaran laku etis ketimbang ayat-ayat ritus-dogma, secara implisit menandakan pula agama telah memberikan formula ampuh guna meredam aneka konflik dan tikai. Wallahu a’lam

Data buku:

Judul: Pendidikan Agama Islam: Pluralisme dan Multikulturalisme

Penulis: Dr. Marwan Setiawan, M.Pd.

Penerbit: Rosda, Bandung

Cetakan: Pertama, Juli 2023

Tebal: 242 halaman

ISBN: 978-602-446-679-4

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image