Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Gajah, dari Simbol Keberuntungan hingga Manfaat Lingkungan

Khazanah | Friday, 29 Sep 2023, 12:31 WIB
Gajah diyakini perlambang keberaniaan dan keberuntungan. Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA via republika.co.id.

GAJAH adalah hewan mamalia darat terbesar di Bumi. Belalainya yang panjang berfungsi sebagai alat untuk mengambil benda-benda dan menyedot air. Adapun gadingnya, yang sejatinya adalah gigi yang menonjol dan panjang, dapat digunakan untuk mengangkat dan memindahkan benda, mengumpulkan makanan, mengupas kulit pohon atau juga untuk keperluan pertahanan diri.

Secara umum, gajah Afrika lebih besar dibandingkan dengan Gajah Asia. Beratnya bisa mencapai delapan ton. Gajah membutuhkan lahan yang luas untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan ekologisnya, yang meliputi kebutuhan makanan, air dan ruang gerak.

Dalam beberapa budaya, gajah dianggap sebagai perlambang keberuntungan, kebijaksanaan, kesuburan dan keselamatan. Ada juga sementara kalangan yang meyakini bahwa gajah terkait dengan inti chakra alam raya (pusat energi metafisik dan/atau biofisis) yang mampu memancarkan energi perlindungan, cinta, kesetiaan dan keberanian.

Tidak sedikit institusi atau organisasi menjadikan gajah sebagai logonya. Contohnya, Partai Republik di Amerika Serikat. Di dalam negeri, Institut Teknologi Bandung (ITB) juga memilih gajah sebagai logonya. Tidak sedikit pula produk, mulai dari makanan dan minuman, alat-tulis, pakaian, perabotan dapur hingga kosmetik yang diberi merek/cap gajah.

Ditilik dari kacamata ekologi, keberadaan gajah di alam bebas memiliki manfaat yang tidak kecil bagi kehidupan manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya.

Menurut Morgan Lynch (2018) dan Jenna Govier (2021), dalam konteks lingkungan, gajah setidaknya memembawa empat manfaat sebagai berikut.

Pertama, gajah melindungi kesehatan hutan dan membantu mengurangi dampak perubahan iklim. Serangkaian penelitian telah menunjukkan bahwa gajah membantu melindungi kesehatan hutan dengan ikut mendistribusikan benih pohon -- antara lain lewat kotorannya. Kawanan gajah lazimnya melakukan penjelajahan dalam jarak yang sangat jauh dan ini turut memainkan peran kunci dalam menyebarkan bibit pohon secara jauh dan luas.

Para ilmuwan sejauh ini telah berhasil mendokumentasikan tingkat keanekaragaman pohon yang lebih rendah di hutan-hutan yang telah kehilangan gajah. Hutan yang memiliki tingkat keanekaragaman pohon yang tinggi akan semakin tinggi pula menyimpan karbon di batang, akar, dan tanahnya, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim secara lebih signifikan. Hilangnya gajah dari hutan berkontribusi bagi menipisnya keanekaragaman pohon di hutan.

Kedua, menjadi penyedia sumber makanan bagi hewan lain. Selain sebagai sumber penyebaran benih tumbuhan, kotoran gajah merupakan sumber makanan yang penting -- dan berlimpah -- bagi beberapa jenis kumbang. Sementara itu, larva kumbang yang ditinggalkan di kotoran gajah adalah sumber makanan bagi sejumlah hewan yang berbeda -- seperti tikus dan musang madu. Saat menjelajah, gajah juga kerap mematahkan dahan pohon yang posisinya terlalu rendah, yang mungkin asalnya tidak terjangkau oleh hewan-hewan lain, sehingga ini memberi akses hewan-hewan lain kepada sumber-sumber makanan.

Ketiga, meningkatkan keanekaragaman spesies. Dengan ukuran tubuhnya yang besar, ketika menjelajah hutan, gajah membuat jalur yang dilewatinya menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, memungkinkan lebih banyak cahaya matahari mencapai dasar hutan. Ini pada gilirannya memberikan kesempatan yang lebih baik bagi tanaman-tanaman yang lebih kecil dan lebih rendah untuk tumbuh. Karena berbagai jenis hewan bergantung pula pada keberadaan jenis-jenis tanaman yang lebih kecil dan lebih rendah, maka keberadaan gajah jelas sangat penting dalam meningkatkan keanekaragaman spesies serta menyediakan relung baru bagi organisme untuk tumbuh dan berkembang.

Keempat, menciptakan sumber air. Air adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, termasuk hewan-hewan yang ada di alam bebas. Gajah terbiasa menggali tanah untuk mengakses sumber air bawah tanah. Hewan ini menggunakan kaki, belalai dan gadingnya untuk membuat lubang yang cukup dalam untuk membuka akses ke sumber air bawah tanah. Lubang air buatan gajah ini kemudian menjadi sumber air bagi hewan lainnya.

Sementara itu, dalam karyanya bertajuk 10 Selfish Reasons to Save Elephants, yang dipublikasikan di koran “The Guardian”, Caitlin O’Connell, Profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Standford, Amerika Serikat, dengan mengutip hasil penelitian Universitas Utah dan Universitas Chicago, menyatakan bahwa tubuh gajah mengembangkan mekanisme perbaikan DNA yang unggul untuk menyingkirkan sel-sel yang memiliki mutasi penyebab kanker. Ini dapat membantu para ilmuwan mengembangkan obat baru untuk pengobatan dan pencegahan penyakit kanker.

Selain itu, Caitlin O’Connell juga menyebut bahwa dengan memahami mekanisme bagaimana telinga gajah mendeteksi suara dalam kisaran frekwensi 20 Hz dapat memberi informasi penting bagi perancangan alat bantu dengar model baru untuk mereka yang memiliki gangguan daya dengar.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image