Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Penerapan Cukai Plastik Bukan Solusi Utama Atasi Masalah Lingkungan

Rembuk | Tuesday, 26 Sep 2023, 12:56 WIB

Wacana penerapan cukai plastik masih menjadi polemik sejak dimunculkan pada 2016 lalu. Pemerintah yang menggelontorkan wacana ini menilai penerapan cukai pada kemasan plastik bertujuan untuk mengurangi dampak buruk plastik bagi lingkungan. Timbul pertanyaan, benarkah ini solusi yang tepat? Atau apakah hanya menambah beban masyarakat?

Pekerja mencetak batako berbahan sampah plastik

Isu kerusakan lingkungan dan alam dalam beberapa waktu terakhir memang tengah menjadi sorotan. Sampah plastik menjadi salah satu yang disebut punya dampak besar menyumbang kerusakan lingkungan. Alasan ini yang selalu digaungkan oleh pemerintah untuk segera menerapkan cukai pada kemasan plastik. Memang, tidak bisa dipungkiri sampah plastik menjadi salah satu masalah besar, bukan cuma di Indonesia tetapi juga di dunia.

Sebelum membahas lebih jauh, sedikit kita flashback munculnya wacana penerapan cukai plastik. Sejak bergulir pada 2016 lalu, wacana cukai plastik sempat masuk dalam pembahasan RUU APBN tahun 2017. Ditargetkan, pendapatan yang bisa diraup dari cukai plastik sebesar Rp1 triliun. Penolakan terhadap diberlakukannya cukai plastik terus berdatangan terutama dari pelaku industri baik industry besar maupun pelaku UMKM yang banyak menggunakan plastik sebagai wadah.

Hal ini membuat Komisi XI DPR baru pada awal tahun 2020 menyetujui usulan mengenai cukai plastik. Setidaknya ada 3 jenis plastik yang akan dikenakan cukai. Pertama, kantong kresek dengan ketebalan hingga 75 mikron. Kedua, kemasan atau wadah plastik sekali pakai atau dalam hal ini kemasan sachet, botol, kantong, cup, tray bento dan tray mika. Ketiga, alat makan dan minuman sekali pakai. Dalam hal ini termasuk sendok, garpu, pisau, piring, sedotan dan pengaduk.

Namun, pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia pada Maret 2020, membuat pemberlakukan cukai plastik kembali dipertimbangkan. Hingga pada 30 November 2022, seiring semakin pulihnya kondisi pasca pandemi Covid, Presiden Jokowi menandatangani Perpres 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Pada Perpres tersebut disebutkan rincian target penerimaan perpajakan dari sejumlah jenis cukai yang bakal berlaku pada 2023, salah satunya pendapatan cukai produk plastik sebesar Rp980 miliar. Polemik terkait penerapan cukai plastik pun kembali bergulir.

Terkait penerapan cukai plastik, setidaknya ada beberapa hal yang patut dipertanyakan. Benarkah rencana ini semata-mata demi kepentingan menjaga lingkungan? Sebab, jika memang itu yang menjadi target, seharusnya pemerintah tidak terburu-buru mengambil keputusan untuk menerapkan cukai plastik. Karena kebijakan ini ibarat mengatasi masalah hanya pada bagian hilir. Padahal, untuk mengatasi masalah sampah plastik butuh kebijakan yang holistik dari hulu ke hilir.

Yang dimaksud strategi secara holistik tentu pertama kita harus mempertanyakan, bagaimana langkah pemerintah dalam membangun kesadaran masyarakat terkait sampah plastik? Apakah pemerintah sudah menjalankan edukasi dan tindakan preventif yang benar di tengah masyarakat. Pernahkah ada iklan layanan masyarakat yang secara masif ditayangkan untuk mendidik agar bijak dalam mengelola sampah plastik? Jawabannya belum.

Kita hanya sering melihat tong sampah yang disediakan dan dibedakan mulai dari warna dan tulisan untuk sampah yang bisa didaur ulang dan tidak. Namun tanpa edukasi yang benar dan gencar maka hal itu tidak akan bisa berdampak besar. Selain itu, saat ini hampir sebagian besar sampah plastik yang sekarang beredar di masyarakat adalah yang dapat didaur ulang, sehingga boleh dikatakan tidak menghasilkan limbah.

Kemudian, bagaimana dengan strategi dan langkah pemerintah terkait tempat pengelolaan limbah plastik, apakah sudah sesuai atau tidak. Jika memang pemerintah sudah benar-benar menyediakan tempat dan fasilitas pengelolaan limbah plastik yang baik, maka seharusnya masalah sampah plastik bisa teratasi dengan baik pula. Ingat, masalah sampah plastik bukan cuma ada di Indonesia saja, di negara-negara lain bahkan di Jepang, yang tercatat sebagai negara penghasil sampah plastik terbanyak kedua setelah Amerika Serikat berdasarkan data tahun 2018.

Namun jika kita berkunjung ke Jepang, atau minimal melihat dari TV dan media sosial, lingkungan di negara itu terlihat sangat bersih dan bebas sampah. Hal ini selain karena masyarakat Jepang sudah terdidik secara disiplin soal sampah juga ditunjang dengan wasted management yang baik.

Jadi jika benar-benar tujuannya untuk menjaga lingkungan, rasanya strategi penerapan cukai untuk sampah plastik bukan cara yang tepat. Lagi-lagi kebijakan ini terkesan pemerintah hanya ingin mencari cara gampang saja, dan tak mau susah-susah melakukan edukasi hingga membangun tempat dan fasilitas pengelolaan sampah yang baik. Memang cara ini bisa menguntungkan, karena akan menghasilkan pemasukan bagi negara, tapi apakah sudah tepat?

Jangan sampai penerapan cukai plastik ini justru memberatkan pelaku usaha, khususnya usaha kecil dan menengah. Mengingat plastik menjadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari usaha mikro. Sehingga jika cukai plastik diterapkan, maka akan ada kenaikan harga dan pada akhirnya menambah beban pengeluaran bagi para pelaku usaha yang berimbas dengan kenaikan harga barang dan memberatkan masyarakat selaku pembeli. Pemerintah harus bijak dalam mengatasi masalah sampah plastik, bukan hanya dengan cara simple menerapkan cukai pada kemasan plastik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image